VI

15 10 1
                                    

Setelah pengunguman pementas favorit oleh guru – guru, telah dinyatakan bahwa Samudra dan Nala adalah dua pesaing yang memperoleh nilai tertinggi. Semua guru yang menjadi juri menyelamatkan keduanya, mengasih piagam dan sertifikat aktif kepada acara – acara sekolah.

Acara Louta Fest itupun selesai, semua warga sekolah pun pulang. Samudra dan Nala juga langsung turun dari panggung tersebut. Tidak selesai disana, Pak Ghofar, salah satu penanggung jawab acara tiba – tiba menghampiri mereka berdua,

"Hey, Nala, Samudra!"

"Eh iya pak?" tanya Nala. "Kenapa pakk?" Samudra juga kebingungan. Pak Ghofar pun menjelaskan, "Ini loh saya mau kalian berdua sebagai perwakilan kelas 11 untuk juga terjun ke panitia acara PenSi terbesar se-Jakarta kita. Saya mau lihat, kalian berdua keliatan sangat kompetetif, dan mau yang terbaik untuk hal kecil sampai hal besar."

"MAU PAK" jawab Samudra dan Nala yang tidak sengaja menjawabnya barengan, mereka pun akhirnya melihat satu sama lain dengan muka kesal. Menyadari itu, Pak Ghofar pamit dan meninggalkan mereka berdua di depan lapangan depan panggung sekolah tadi.

"Duluan ya La, mau dianterin ga, apa udah ditungguin Tea di mobil?" tanya Samudra. "Beneran mau temenin anterin ga, Tea kayaknya lupa nungguin gue" jawab Nala dengan pelan. Tidak menyangka dengan jawabannya, Samudra hampir saja menginjak gas di motornya, "Eh, iya boleh sini naik La, bisa kan?" Nala pun memakai pundak Samudra untuk menjadi tumpuannya, "Huuup, oke udah, tinggi juga."

Diantarkanlah Nala sampai rumahnya. Samudra bisa merasakan bahwa Nala sebenarnya gugup dari awal ia naik sampai di rumah. "La, kalo besok mau nebeng lagi, bayar!" ledek Samudra agar atmosfir canggung itu pecah. "Heh, enak aja, tadi katanya ikhlas.." jawab Nala dengan nada pura – pura sedih dan ia pun lari terbirit -  birit dengan inisiatif kabur dari Samudra.

Malam itu berlalu dengan cepat. Secepat angin yang menghembus dari arah barat ke kening Samudra. Waktu menunjukkan jam 9.30 malam. Lima belas menit sebelum deringan telfon mamanya.

Ya, Samudra masih mempunyai batas jam main, ataupun kegiatan sekolah. Samudra sebenarnya tidak merasa terbebani, tetapi ia merasa Nala berbeda dari yang biasanya ia tegur. Banyak sekali ide – ide yang muncul di otak Samudra mengatakan bahwa sebenarnya Nala adalah seperti Samudra di badan yang berbeda. Ia pun menghiraukan semua pikirannya itu dan memutuskan untuk pulang.

Samudra dan RahasianyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang