Cuaca tidak begitu bersahabat hari ini. Awan hitam menutupi matahari yang bersinar terang di atas sana. Air hujan jatuh, membasahi semua yang berada di bawahnya. Angin bertiup kencang, membuat orang orang yang berjalan di pinggir trotoar kesulitan menahan payung mereka yang hendak terbawa angin.
"Jadi?" suara Randu memecah keheningan diantara mereka berenam.
Saras menghela nafas sebelum mulai berbicara. "Gue berani sumpah. Gue gak pernah upload video kita di villa. Bahkan sejak hari itu, gue gak pernah melihat hasil rekamannya."
"Lalu apa alasannya ia mengikuti kita?" ucap Nic.
Sharon menyesap coffe americano nya, lalu berujar. "Gue yakin, ada yang membuat ia marah. Apa ada pertanyaan dari kita yang menyinggung nya?"
"Gue rasa pertanyaan dari kita gak ada yang sensitif." jawab Randu.
Saat ini mereka sedang berada di caffe yang dulu selalu mereka datangi selepas pulang sekolah. Mereka memilih tempat privat room, agar tidak ada yang mendengar percakapan mereka.
Hari ini, tepat sepuluh hari sejak mereka pulang dari villa. Dan sudah selama itu juga, hidup mereka dipenuhi dengan mimpi buruk. Iblis itu mengawasi mereka. Wraith, begitulah Iblis itu, memperkenalkan dirinya. Ia meneror mereka, dari yang hanya menampakkan diri sampai hampir membunuh mereka.
Hanya ketika mereka berada di luar rumah lah, mereka bisa bernafas lega. Setidaknya, selama matahari belum terbenam.Saras menatap lekat Raka. Yang ditatap justru menundukkan kepala, memainkan jari jarinya.
"Guys, ada yang mau gue bilang ke kalian." ucap Raka pada akhirnya, menghela nafas.
Semua perhatian orang di meja itu, kini berpindah pada Raka.
Cukup lama Raka terdiam, sebelum kembali membuka mulutnya."Gue, gue pernah ketemu, dengan iblis yang sama." ucapnya tersendat dengan kepala yang masih tertunduk.
"Maksud lo?" sahut Agnes.
Orang-orang di meja itu, menatap Raka dengan kerutan."Ib-iblis itu..., pernah temuin gue."
"Bentar-bentar gue gak ngerti." ujar Sharon, memijat keningnya. Ia pikir selama ini kehadiran Aghya ada sangkut pautnya dengan iblis itu, tapi... Apa tidak?
"Jadi ini semua karena lo? Iblis itu, neror kita semua karena lo?" nada suara Nic naik dua oktaf, ia menatap Raka tajam.
Raka menggelen pelan. "Gue gak tau." ucapnya pelan.
"Apa maksud lo gak tau!" sentak Agnes.
"Tenang dulu, Raka coba lo cerita. Semuanya." Randu mengepalkan tangannya berusaha menenangkan diri.
Selama Raka bercerita tentang apa yang selama ini ia alami dan mengapa iblis itu datang, tidak ada yang membuka suara. Hingga Raka mengakhiri ceritanya pun, mereka masih larut dalam keheningan.
"Jadi... Iblis itu, mau ngambil jiwa lo?" tanya Randu, menatap Raka.
"Tapi, kenapa harus lo?"
"Gue juga gak tau. Dia tiba-tiba aja datang."
Nic menghela nafas. Apa yang terjadi akhir-akhir ini, sungguh di luar nalarnya. Ia tidak tahu apa yang harus diperbuat. Apa mereka harus hidup dalam ketakutan, selamanya?
"Nes, lo kenapa?" Sharon memegang lengan Agnes yang sedari tadi menunduk dengan wajah pucat, sepanjang Raka bercerita.
"G-gue, gue baru inget. Gue juga pernah ketemu dengannya."
Agnes menegak habis minuman di depannya, sebelum melanjutkan ucapannya.
"Gue, gue gak tau ini nyata atau cuma mimpi. Tapi, iblis yang kita lihat dan iblis yang gue lihat di mimpi gue, mereka sama. Sar, saat kita mall dengan Sharon, lo nanya kenapa tangan gue bisa luka kan? Dia sar, dia penyebab tangan gue luka. Di mimpi gue, dia mencoba bunuh gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipity
HorrorPROSES TERBIT (Part masih lengkap) Tidak! Cermin itu pecah. Lalu bagaimana sekarang? Bagaimana cara mereka kembali? Bagaimana caranya memutus benang takdir yang mengikat mereka? Apa mereka akan terkurung selamanya di dunia tengah dan mati perlahan? ...