Bab 12: Wraith

13 3 0
                                    

Nic menghentikan mobil yang ia kendarai di depan rumah besar, bercat putih. Sejujurnya ia belum mendapatkan SIM-nya. Namun ia nekat mengemudi demi menemui Rais, seseorang yang akan membantu mereka.

Randu yang pertama kali keluar dari mobil. Ia menekan bel yang berada di samping pagar hitam. Tak lama laki-laki bertubuh tinggi, dengan warna kulit sawo matang keluar dan mempersilakan mereka masuk.

Rais membawa Randu dan teman-temannya ke ruang belajar. Selama berjalan menuju ruang yang di tuju, ia terlihat waspada, melihat sekeliling-entah apa yang ia takuti di rumahnya sendiri.

"Randu sudah cerita semuanya ke gue." ucap Rais, setelah mengunci pintu.

"Lo bisa nolong kita?" Raka bertanya dengan nada memohon.

Namun Rais menggeleng pelan. Membuat aura ruangan semakin suram, dengan wajah mereka yang terlihat kecewa. Rais menghela nafas "Gue gak bisa. Yang kalian hadapi bukan hantu atau roh yang sering gue lihat. Tapi, iblis." ucapnya, dengan bisikan di akhir kalimat.

"Tapi, gue tau siapa yang mungkin bisa bantu kalian."

Ucapan Rais, membuat kepala mereka yang tadinya menunduk kembali mendongak, dengan mata penuh harap menunggu perkataan Rais selanjutnya.

"Paman gue, om Haris. Beliau pasti tau apa yang harus kalian lakukan, untuk lepas dari Iblis itu."

"Kenapa lo seyakin itu?" tanya Nic, ia tahu sebagai seseorang yang sedang meminta pertolongan, itu pertanyaan yang tidak pantas. Hanya saja ia tidak ingin kecewa lagi, jika saja Om Haris tidak dapat membantu mereka juga nantinya.

Bukannya tersinggung dengan ucapan Nic, Rais tersenyum. "Mungkin sulit buat kalian percaya, tapi, dulu gue juga pernah mengalami hal yang sama seperti kalian."

Orang-orang yang berada di ruangan menatap Rais kaget, termasuk Randu. Ia tidak pernah mengira temannya itu mengalami hal yang mengerikan dalam hidupnya.

"Tapi, gue lebih beruntung. Bukan Iblis yang membawa gue, tapi masih antek-anteknya." Rais sedikit terkekeh.

"Antek-anteknya?" Agnes menatap Rais bingung.

"Setan, Jin, atau apalah itu." Rais terdiam, menatap ke luar jendela. Masih ada rasa takut dan was-was dalam dirinya, walau kejadian itu telah terjadi bertahun tahun lalu, namun tetap saja trauma itu akan tetap membekas.

"Gue di bawa ke sana, ke alam mereka, waktu umur gue sekitar 10 tahunan. Dan Om Haris yang membawa gue pulang. Gimana kalau kita ke tempat Om gue sekarang?"

Mereka saling berpandangan.
"Apa rumah paman lo jauh dari sini?" Randu bertanya mewakilkan temannya yang lain.

Rais terlihat berpikir sebentar. "Em, lumayan. Kalau kalian belum izin dengan ortu, gimana kalau esok?"

"Boleh."

"Oke, esok gue ke tempat lo aja Ran. Kita kumpul di sana." usul Rais yang diangguki semua orang.

*****

"Rumah om lo, di dalam banget ya?"
Rais mengangguk menjawab pertanyaan Raka.

Saat ini, mereka sedang berada di dalam mobil yang dikendarai Rais. Untung saja ada Rais yang telah memiliki SIM di antara mereka semua.
Mobil melewati jalan yang hanya bisa dilalui satu mobil. Jalanan berlapis tanah yang basah akibat hujan kemarin sore, di tambah disekitar kanan dan kiri jalan terdapat semak-semak yang lebih pantas di sebut hutan saking lebatnya, dan mengingat apa tujuan mereka kemari membuat bulu kuduk Saras berdiri. Walaupun matahari bersinar terik di atas sana.

Serendipity Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang