Bab 18: Jawaban

5 3 0
                                    

Mentari dan rembulan senantiasa bergantian bertugas menerangi jalan mereka dari atas semesta. Entah sudah hari keberapa mereka lewati, tidak mudah bagi mereka melewati hari demi hari di tempat terkutuk ini. Mereka terus berjalan menuju tempat tujuan tanpa rasa lelah ataupun lapar, tidak peduli dengan tatapan-tatapan lapar dari rantai makanan teratas di tempat tersebut. Ya, di tempat itu, di tempat yang mereka pun tidak tahu apakah ada manusia selain mereka atau tidak, mereka berada di rantai makanan terakhir. Dengan kata lain, mereka adalah mangsa. Mereka bak anak ayam yang tersesat dan penghuni tempat ini adalah elang yang selalu siap memangsa mereka.

Namun karena sebab yang mereka tidak ketahui, pada waktu tertentu makhluk-mahkluk immortal itu hanya diam menatap mereka dari kejauhan. Seperti ada sesuatu yang mereka takuti. Dan sebaliknya, pada saat tertentu para makhluk immortal akan menjadi seperti singa kelaparan yang di kurung bersama mangsa buruan nya. Dan pada saat itu, mereka hanya bisa berlari, kabur. Tanpa bisa melakukan banyak perlawanan.

Suatu ketika, mereka bersembunyi di tempat ibadah, dari kejaran salah satu makhluk immortal yang memiliki kaki-kaki dan tubuh seperti anjing, namun berkepala manusia. Itu adalah pengalaman paling mengerikan dalam hidup mereka. Di saat mereka saling berpelukan dengan raga yang bergemetar hebat, entah dari mana datangnya sosok laki-laki tua berjanggut putih, serta mengenakan pakaian serba putih yang terlihat seperti baju pada zaman romawi kuno, berjalan mendekati mereka dengan tangan memegang sebuah lilin sebagai penerangan dari kegelapan pada malam itu.

Pada awalnya enam sekawan itu merasa sangat senang dan lega, karena mengira ada manusia lain di dunia ini selain mereka. Namun itu semua berubah ketika beliau membuka mulut. Gigi-gigi runcing tersusun rapi di dalam sana, tentu saja tidak ada manusia yang memiliki gigi seperti itu.

"Jangan takut, saya tidak seperti mereka. Saya berbeda." ucapnya bernada datar, namun terdengar menenangkan.

"Si-siapa anda?" Randu memberanikan diri bertanya pada laki-laki tua yang berdiri di hadapannya.

"Saya juga makhluk ciptaan beliau. Sama seperti kalian. Kita hanya berbeda jenis dan dimensi antar ruang."

"S-saya tidak mengerti?"

"Memang sulit dimengerti untuk makhluk mortal seperti kalian. Namun, percayalah saya tidak bermaksud jahat."

"Kenapa kami bisa berada di sini? Apa kami mati?"

"Tidak. Masih belum. Namun, jika kalian berada di tempat yang tidak seharusnya kalian tempati, perlahan energi kalian habis dan kalian akan mati."

Mereka tidak tahu harus senang atau sedih mendengarnya. Kenapa mereka dibawa kesini? Apa yang Iblis itu inginkan? Itu yang ada di dalam pikiran mereka sekarang.

"Apakah kalian tahu? Kalian sedang hangat diperbincangkan di dunia atas." ucap beliau melanjutkan.

"Dunia atas? Apa maksud anda?" tanya Sharon, setelah rasa takutnya berkurang.

"Dunia terbagi menjadi beberapa bagian. Dunia kalian, dunia para siluman, dunia iblis dan malaikat, serta dunia lainnya yang memiliki kehidupan yang sama seperti kehidupan di tempat asal kalian. Dan sekarang, kalian berada di dunia para siluman. Anak-anak Iblis. Pengikut Iblis. Kalian ramai di perbincangkan di dunia siluman dan dunia Iblis serta malaikat. Sepertinya, kalian cukup terkenal di dunia kami."

Saras bergidik ngeri mendengarnya. Ia memang bermimpi menjadi bintang terkenal, tapi terkenal di dunia Iblis dan siluman, itu bukan hal bagus, mengerikan.

Serendipity Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang