Bab 17: Mati

7 3 0
                                    

Tiga hari setelah mereka bertemu.

Randu menaikkan barang-barang pribadi miliknya dan milik teman-temannya ke bagasi mobil hitam milik Nic. Di tengah-tengah, Agnes duduk dengan buah tangan yang mereka persiapkan untuk Om Haris, Paman Rais.

Hari ini mereka berencana untuk bertemu Om Haris setelah sekian lama. Sebenarnya mereka hendak pergi, sehari setelah pertemuan mereka di restoran kala itu. Namun apa boleh buat, mereka harus menundanya karena kesibukkan masing-masing.

Mereka sudah mengatakan pada Haris bahwa mereka akan bertamu ke rumah beliau sebelumnya, dengan senang hati Haris mempersilakan.

Sepanjang perjalanan mereka bersikap waspada. Bahkan Nic, yang senang berlomba-lomba bersama malaikat Izrail, kini mengendarai mobil sangat lambat. Melihat apa yang telah Wraith lakukan kepada mereka, membuat mereka takut. Iblis itu selalu mencari cara untuk membunuh mereka. Untung saja, Tuhan masih belum ingin bertemu dengan mereka.

Langit yang tadinya cerah, sesaat sebelum mereka berangkat berubah menjadi gumpalan awan hitam. Yang semenit kemudian menumpahkan seisi nya ke bumi. Membuat tumbuhan-tumbuhan layu di bawahnya menjadi segar kembali. Namun tidak berlaku untuk enam sekawan itu, derasnya guyuran hujan membuat Nic yang mengendarai mobil kesulitan memperhatikan jalan yang di lalui. Berkali kali mobil mereka terguncang hebat, karena tidak sengaja melewati jalan yang berlubang besar.

Nic memutuskan untuk menghentikan mobil di samping trotoar sampai hujan berhenti, setidaknya sampai hujan tidak sederas ini. Untung saja jalan yang mereka lalui sangat sepi hingga tidak mengganggu pengendara yang lain, hanya ada satu atau dua mobil yang mereka lihat sedari tadi.

Mereka menghela nafas berbarengan. Bagaimana bisa langit yang tadinya cerah tiba-tiba terganti dengan awan hitam? Apa benar karena iklim cuaca yang tidak menentu, atau karena adanya campur tangan dari sang Iblis? Apapun itu, mereka sedang benar-benar ketakutan sekarang.

"Tau gini, kita nanti aja perginya." ucap Nic memecah keheningan.

"Kalau gak hari ini, terus kapan lagi? Tunda aja terus sampai tu si bangsat bunuh kita."

"Raka." Saras menengok ke kursi belakang di mana Raka duduk sendiri, menatap laki-laki itu tajam karena sudah bicara sembarangan.

"Sorry."

"Em, guys." panggil Randu menarik perhatian teman-temannya yang asik berdebat.

"itu- itu apa?"

Serentak mereka menengok ke arah yang Randu tunjuk. Di kejauhan sana-di sebalik kabut cahaya kecil yang perlahan membesar menuju cepat ke arah mereka.

Nic menyipitkan matanya, ingin melihat lebih jelas benda apa itu. "BANGSAT!" maki Nic. Saat cahaya semakin mendekat, barulah terlihat jelas asal cahaya yang mereka lihat. Nic bergerak cepat memundurkan mobilnya, berusaha menghindari asal cahaya yang melaju cepat ke arah mereka.

"AAAAAAAAAAAAAAA." jeritan yang bersahutan memekak kan telinga, mengalahkan bunyi hujan yang berjatuhan di atas kap mobil.

BRUK!.
Namun sayang, Nic kalah cepat dengan kecepatan cahaya itu. Sedetik kemudian, mobil mereka terlempar jauh membuat goresan di sepanjang aspal, menghantam dinding pembatas jalan.

Darah segar bercampur dengan air, membantu memadamkan api yang hendak membakar mobil yang hancur. Sebelum menutup matanya, Sharon yang terhimpit badan mobil memanggil nama Aghya sekuat yang ia bisa, namun yang keluar dari mulutnya hanyalah gumaman tidak jelas.

Tuhan, tidak mengizinkan mereka untuk sampai ke tujuan. Agaknya, semesta begitu membenci mereka. Mobil yang mereka kendarai dihantam oleh truk dengan kecepatan penuh. Hari itu, hujan rintik ikut menangisi kepergian mereka.

Serendipity Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang