Yelena terbangun, ia memandang langit kamar. Tubuhnya terasa hangat karena ada dua selimut yang membalutnya. Kesadarannya mulai meningkat, ia merasa ada sesuatu yang menempel di keningnya.
“Kompres instan?” Yelena tidak ingat kapan ia memakainya. “Apa yang terjadi padaku?”
Tiba-tiba suara dengkuran menenuhi seisi kamar. Yelena terkesiap. Ia yakin suara dengkuran ini bukan milik Ichiro. Pria itu tidak mendengkur. “Lalu siapa?”
Perlahan Yelena bangkit, ia memeriksa siapa yang tidur di lantai. Dugaannya benar, Mantan suaminya tidur meringkuk di dalam futon.
Yelena mengernyit. “Bagaimana bisa dia ada di sini?”
Ia teringat, jika dirinya sudah memasuki kamar, maka pintu itu pasti terkunci dari dalam. Yelena melakukan hal ini sejak perjanjian konyol tersebut dimulai. Dean menggeliat di dalam futon, terkadang dia mengigau tidak jelas.
Yelena melihat kotak obat, teh yang sudah dingin, dan ponsel miliknya serta ponsel Dean ada di nakas. Ia teringat akan sesuatu sehingga tanganya refleks menentuh kompres instan yang tertempel di keningnya.
“Apakah dia yang merawatku?” Kalau dipikir-pikir, tidak ada orang lain selain Dean yang ada di rumah ini.
Yelena teringat, setelah berbelanja ia merasakan pusing dan ingin beristirahat. Ia yakin sudah mengunci pintunya, dan setelah itu, ia tak mengingat apapun lagi.
Rasa sakit masih menyerang kepalanya. “Aku haus.” Yelena bangkit. Ia memaksakan tubuhnya untuk bergerak walaupun pandangannya terasa berkunang-kunang. Ia ingin minum segelas air untuk menghilangkan rasa kering di tenggorokan.
Ia turun dari ranjangnya dan berhati-hati melangkah agar tidak membangunkan Dean. Tepat ketika di dekat meja kerjanya, Yelena tercenung sejenak. Ia tak menyangka Dean merapikan meja kerjannya yang biasa terlihat berantakan. Kebiasaan Dean sejak awal Yelena menjadi istrinya.
“Bahkan Ichiro tak pernah melakukan hal itu, dia hanya bisa berkomentar pedas,” ucapnya membandingkan.
Jam menunjukan pukul 01.00, dini hari. Yelena membuka pintu kamarnya. Ia tersadar kalau pintu ini sudah rusak dan tidak bisa menutup dengan sempurna. Ia yakin mantan suaminya telah memaksa untuk masuk. Ia mendengkus. “Dia harus membayarnya.”
Tepat saat Yelena melangkahkan kaki keluar dari kamar, rasa pusing berkunang-kunang makin terasa nyeri. Dalam pandangannya, semua terasa kabur dan berputar.
Haruskah aku memanggil Dean untuk membantuku?
Yelena menggeleng. Ia tidak mau merepotkan mantan suaminya yang sudah tertidur pulas. Lagipula ia tak ingin terlihat lemah di hadapan pria itu. Yelena bisa mengatasi sendiri apa yang menjadi keperluannya.
“Dapurku ada di bawah, tidak jauh dari kamar ini. Hanya melewati tangga.” Yelena memerintah tubuhnya agar mau berjalan walaupun kepala ini di dera sakit yang luar biasa. Ia berjalan hingga di ujung tangga, lalu duduk sebentar. Tangannya berpegang pada pembatas sisi tangga untuk menyeimbangkan tubuh agar tidak jatuh. Perlahan ia menuruni tangga, sambil sesekali mengambil jeda untuk duduk sebentar.
Setelah mengumpulkan energi, Yelena bangkit dan mulai berjalan perlahan menuruni tangga. Lampu di ruang keluarga masih menyala terang. Ia yakin Dean lupa untuk mematikannya.
Perjuangan untuk sampai di dapur merupakan kebanggaan tersendiri bagi Yelena. Ia tinggal mengambil gelas bersih yang ada di rak. Sesaat setelah tangannya berhasil meraih gelas bersih, sakit di kepalanya mendera. Yelena refleks menjatuhkan gelas itu hingga pecahannya berserakan di lantai. Ia terduduk lemas.
Dean terbangun ketika telinganya menangkap suara benda jatuh. Tanpa pikir panjang lagi, dia segera berlari menuju sumber suara. Tepat saat di bingkai perbatasan ruang keluaga dan dapur, dia melihat Yelena terduduk lemas.
“Yelena!”
Perempuan itu menatap Dean. “Jangan kemari, ada pecahan gelas. Kakimu bisa terluka,” ucapnya tidak bertenaga.
Dean berlari menuju rak sepatu yang ada di dekat pintu keluar. Dia mengambil sandal agar dirinya bisa masuk ke dapur tanpa terluka.
Yelena terkejut ketika Dean tetap masuk ke dalam dapurnya. Pria itu sudah memakai alas kaki.
“Jangan bergerak. Kau cukup di situ saja.” Dean mengambil sapu untuk menyingkirkan pecahan gelas yang menghalangi jalannya.
Setelah dirasa pecahan tajam itu sudah tidak ada, Yelena berusaha bangkit. Ia harus segera mengambil air lalu meminumnya.
Dean langsung menarik tubuh Yelena untuk berdiri, kemudian menggedongnya. Yelena terkesiap, ia tak menyangka mantan suaminya akan berbuat seperti ini. Dean menggendongnya keluar dari dapur.
“Turunkan aku!” Yelena memberontak. “Turunkan! Hei!”
“Jangan bergerak! Nanti kita bisa jatuh.” Dean yang berusaha menahan pukulan kecil dari Yelena, akhirnya membuat Dean kehilangan keseimbangan, dan mereka akhirnya terjatuh di ruang keluarga.
Sepasang mata mereka begitu dekat. Yelena bisa melihat wajah Dean sangat jelas. Wajah pria itu perlahan mendekat. Ia tahu, Dean sedikit kehilangan kontrol. Dengan cepat, Yelena menjauhkan wajah Dean.
“Baka17! Dasar mesum!”
Dean terpaksa menerima pukulan itu. “Hei, sakit tau!” Dia mengelus pipinya.
“Kenapa kau mendekatkan wajahmu?” Yelena mundur ke belakang hingga tubuhnya menempel tembok.
Alis kanan Dean terangkat, lalu menyeringai tersenyum seperti serigala lapar yang ingin memangsa kelinci kecil yang ada di harapannya. Dia perlahan mendekati Yelena.
“Jangan mendekat!” Yelena memperingatkan. Pandanganya buram, tapi ia bisa memastikan jika Dean akan mendekatinya.
Dean meluruskan tangannya ke depan, membuat Yelena diam di tempat. “Jadi kau berpikir jika aku akan menciumku?” dia membisikkan kalimat yang membuat bulu kuduk Yelena meremang.
###
17Bodoh
KAMU SEDANG MEMBACA
25 Days To Stole Your Heart [ON GOING]
RomanceNOVEL INI BERUNSUR NETORARE (NTR) Bagaimana jika mantan suami datang menemuimu dan berharap bisa memenangkan hatimu lagi? Hal itu dialami oleh Yelena, seorang mangaka yang selalu menyembunyikan identitasnya selama bertahun-tahun. Dean datang dan mu...