Pulang kampung

1.9K 94 8
                                    

Hooaaaah Soroboyooo makin panas aja, udah 10 tahun aku tinggal ngungsi ke negara tetangga jadi buruh, malah semakin panas saja nih kota tercinta.

Bandara juanda siang hari sesak oleh lautan manusia yang hilir mudik. Apalagi dari arah pintu kedatangan international, berdesak-desak. Penuh sesak dan sumer, saling berebut hanya ingin berjumpa dengan keluarga ataupun sanak saudara.

10 tahun mengais rezki di negeri orang demi sebongkah beras eeh salah ding sebongkah berlian maksudnya, untuk keluarga. Menjadi TKI di negeri matahari terbit.

Karena kejeniusan otak ku, perusahaan mobil asal jepang menawariku jadi salah satu kandidat tenaga profesional yang akan di boyongnya ke sana. Entah itu emang keberuntungan, atau karena doa dari emak, yang selalu setia setiap saat mendoaakan anak laki-lakinya ini agar sukses dunia akhirat. Sang big bos perusahaan  langsung mentaken kontrak kerja padaku. Laagi-lagi masih dengan  kejeniusan yang dianugerahkan ke diriku, posisi yang diberikan adalah manager perencanaan produksi.

Dan akhirnya hari ini bisa meginjakkan kaki di negeri ku tercintah. yaaah walaupun kata sepupuku, nyari kerja jaman sekarang susah ma men di negeri ini.

Karena kepulanganku kali ini membawa misi yang sangat mulia. Disamping mewujudkan cita-cita, juga untuk memenuhi permintaan emak tercinta yang tiap kali telpon nyuruh pulang dan cepat nikah.

Ya elaaah mak, anakmu ini masih muda, baru juga 30 tahun udah disuruh nikah mulu. Berhubung aku ini tipe anak yang selalu nurut apa kata orang tua, tapi bukan tipe anak emak. Cuma, aku sebagai anak hanya ingin berbakti selagi masih diberi kesempatan oleh pemilik  kehidupan.

"Maass Ridho." teriak suara khas cempreng dari adikku sambil melambai-lambaikan kertas karton bertuliskan MAS RIDHO TERSAYANG, WELCOM HOME. membahan diseluruh penjuru bandara juanda siang ini.

Keluargaku berdiri disalah satu barisan pintu kedatangan. Ayah, emak dan juga Ridha menjemputku dengan senyuman kebahagian terpancar dari wajah mereka. Segera kulangkahkan kakiku cepat menuju keluraga tercinta.

"Ayah....emak, Ridho pulang." kupeluk secara bergantian kedua orang tuaku. Emak yang emang dari dulu hobi nangis, siang inipun tak terkecuali. Air mata emak tersayang seakan membanjiri kemeja ku. 

"Kok kurusan sih Le kamu sekarang? Anakku yang cakep ini kasihan. ayo cepat kita pulang, tadi mami sudah masakin makanan kesukaanmu." suara emak yang terkadang berlebihan makin terdengar berlebihan. Kurus apanya, badan sebesar gaban gini dibilang kurus.

"Ya elaah mak, badan Ridho udah sebesar kingkong gini kok dibilang kurusan."

"Hahahahaa.....iya aah ini mami, segitu kok dibilang kurus, badan mas Ridho udah kayak atlit gitu." Ridha ikut nimbruk, gak rela bila abangnya yang ganteng ini dibilang kurus.

"Udah-udah, malu aah sama orang-orang. Ributnya nanti aja dilanjut dirumah. Sekarang ayo kita pulang, kasihan pak dimen nunggu diparkiran panas gini." lerai Ayah. Ayahku selalu jadi penengah disaat kami debat gak penting seperti tadi.

**

Rumahku masih tetap seperti 10 tahun lalu. Gak ada yang berubah. Mungkin sekarang agak besaran dikit aja, karena bagian depan dulu adalah lahan kosong yang hanya berfungsi sebagai pelataran, sekarang dibangun pagar setinggi 2 meter. Keliling kampung  pertama kali ku lakukan sejak kepulanganku ke kampung kelahiran. Menelisik tempat kelahiranku di kabupaten paling ujung dari wilayah kota Surabaya. Sudah banyak berubah rupanya. Tempat yang biasanya aku buat nongkrong ketika pulang sekolah dulu bersama teman-teman kini sudah jadi mini market-mini market yang berjejeran.

Mengingat jaman SMA, jaman dimana aku jadi anak yang tergolong petakilan dengan gaya sok badboynya. Tebar senyum termanis pada setiap gadis. Dan yang selalu bikin aku bangga adalah semua gadis yang aku kasih senyuman pasti langsung klepek-klepek terpesona oleh wajah ganteng ku ini. Hahaha.. Aaah ngomong-ngomong soal gadis, jadi ingat satu gadis yang tak pernah terpengaruh akan pesona senyum and wajah ganteng ku ini. Sosok mungil dengan baju kedodoran itu masih melekat di tempurung sudut otakku yang jenius. Langit Khumairah adik kelas ku yang sukses membuatku penasaran dulu hingga sekarang.

Senyum cerianya tak pernah tertinggal diwajah pucatnya. Setiap kudekati dia pasti akan menghindar, ketika ku lancarkan jurus senyuman mautku justru hanya dibalas senyum polosnya dan langsug berlalu. Aaah Langit ku apakah kau sekarang sudah menikah? Punya anak? Bahagiakah?

"Duaaarrtt....ngelamun aja sih mas? Tuh panggil mami." ini adek kagak ada sopan-sopannya, main kagetin aja. Untung jantung ini buatan Gusti Allah. Coba klo buatan dokter spesialis, beeeh udah copot ni jantung. Dasar tengil.

"Apaan sih lu Dhul, kagetin mas aja."

"Dhul...dhul, emang sini anaknya ahmad goni apa dhal dhul dhal dhul." hahaaha ini adek ku paling resek sedunia, langsung sewot klo udah dipanggil dhul. Dari dulu paling gak suka klo namanya aku plesetkan jadi Ridhul, naah karena gak suka, aku jadi paling semangat ngerjain dia.

"Hahahaha...emang situ anaknya ahmad goni, untung aja emak mau mungut lu. Beruntung kan situ jadi punya kakak yang gantengnya mirip justin timberlake."

"Asyeeem lo mas, iuuuh jastin timberlake jare. Jastin timbilen mungkin mas."

"Somplaaak..." toyorku pada makhluk resek sebelahku.

"Eeh mas panggil mami tuh. Jadi lupa kan Ridha."

"Ada apa dek?" tanyaku penasaran, perasaan tadi emak ada tamu. "Emang tamunya udah pulang dek?" lanjutku.

"Udah dari tadi kali mas, udah sono sebelum mami mengeluarkan jurus andalan yang bikin telinga kita memerah." segera ku beranjak dari kamar setelah Ridha keluar.

**

"Emak panggil Ridho?" suaraku ketika sudah berada disebelah emak yang duduk dikursi favoritnya sambil membaca buku. Pasti buku resep lagi.

"Sini cah ganteng, ada yang emak ingin omongin." lagat-lagatnya ini emak lagi menyusun strateginya untuk melancarkan rencana bulan kemaren yang sempet tertunda karena proses pindah kerjaku.

"Ngomong apa mak?"

"Sini duduk dulu, ben enak ngomongnya." ku dudukkan pantatku di kursi senyaman mungkin, firasatku emak lagi serius ini.

"Bagaimana le, apa kamu udah punya calon sendiri?"

Naaah benarkan, apa aku bilang. Pasti emak lagi melancarkan strategi untuk cari calon mantu.

"Klo belum punya, tadi bude Romi datang. Anak perempuan beliau juga belum nikah. Naaah kalau kamu belum punya calon, mau kan le emak jodohin sama anaknya bude Romi?" naaah ini yang aku suka dari emak ku. Beliau gak pernah memaksa anaknya secara otoriter. Sebelum memutuskan sesuatu yang berhubungan dengan anak-anaknya pasti beliau menanyakan pendapat pada anaknya dulu, seperti saat ini.

Sebenernya, kepulangan ku kali ini emang ingin memenuhi permintaan emak, tapi gak dengan dijodohin gini. Karena aku ingin menemukan cinta masa SMA ku dulu. Aku yakin dia lah jodohku, karena sampai saat ini aku tak pernah kehilangan rasa itu padanya meskipun ku simpan rasa ini tanpa pernah terucapkan di hadapannya.

Izinkan AkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang