Berhenti Berharap

932 62 6
                                    

Mendung tak berarti hujan, tapi hujan sudah tentu mendung. Begitupula dengan suasana hatiku saat ini. Mendung dan hujan. Biar kata orang menangisnya laki-laki  itu gak keren and cemen. Aku tak peduli. Bagiku menangis adalah bagian dari ekspresi kesedihan yang terpatri di hati. bila perempuan menangis akan bisa mengurangi kelaraan di hatinya, begitu pula dengan seorang laki-laki. menangis kadang kala menjadi alternatif untuk mengurangi beban di hati.

Sudah seminggu sejak kejadian pertemuanku dengan Mai, sejak itu pula hati ku seakan dirundung mendung. dia sudah menikah, kenyataan ini yang semakin membuatku nyeri. mencoba mengalihkan dari rasa tak nyaman ini dengan bergelut bersama pekerjaan.

Ada untungnya juga mengalami patah hati, semua pekerjaanku yang menumpuk sejak mutasi dari jepang, sekarang sudah terselesaikan. bahkan rancangan proposal yang akan diajukan ke kantor pusat sudah ku kerjakan hingga terperinci. meskipun ada untungnya, tapi kalau boleh memilih aku lebih memilih tak akan mau patah hati. siapa yang mau patah hati klo sebegini menyakitkannya.

Coba saja, mau makan teringat sakitnya, mau mandipun masih saja teringat. bahkan tidur tak senyenyak biasanya. klo ada lagu dangdut yang bilang lebih baik sakit gigi dari pada sakit hati. OK aku setuju, tapi sakit gigi juga sakit men. lebih baik gak dua-duanya deh.

"Mas Ridho, di depan ada bang Jay tuh. cepetan turun." gedoran pintu dan teriakan Ridha. cckk anak itu jadi perempuan gak ada manis-manisnya sedikit pun. heran aku, punya adik satu, tingkahnya udah kayak preman pasar aja.

"Iya..iya, bilang abang masih mandi." sejak kepulanganku dari kerja tadi, aku belum mandi. cuma wudhu doang setelah itu lebih memilih bergelung meratapi nasib ku selama semingguan ini yang udah kayak anak abege labil.

Butuh waktu 10 menit untuk urusan mandi. setelah itu, segera ku hampiri Jay.

"Ya elah bro, lama amat sih. udah kayak anak cewek saja mandi lu Dho. gue nungguin elu sampai jamuran, eeh lu baru nongol." denger Jay cerewet kayak gini, udah biasa. emang hobinya doi kan kayak mak-mak rempong. apa aja dikomentarin tak terkecuali mandi ku pun langsung disambut dengan komentarnya, dasar!

"Nunggu 10 menit doang, lebay lu. ada masalah Jay sama bengkel kita ?" tanya ku langsung. tadi pas dia telpon, katanya ada sesuatu yang perlu kami bicarakan mengenai bengkel yang kami kelola.

"Bukan masalah sih sebenarnya, malah gue kira ini kesempatan kita untuk memperlebar sayap dalam dunia perbengkelan."

"Ada seseorang yang nawarin kerja sama kita lagi ?" tebakku.

"Binggo. yupzz. bagaimana Dho menurut lu ? klo menurut ku sih, kali ini orangnya dapat dipercaya banget. terus gue juga udah kenal sama orang tersebut, secara beliau  itu terkenal dengan pengusaha dibidang otomotif." jelas Jay. matanya berbinar-binar menyala penuh semangat dan tekat. klo udah mengeluarkan aura seperti itu. aku yakin sama insting Jay yang satu ini.

"OK. klo menurut lu beliau dapat dipercaya. gue setuju-setuju aja sama ide itu."

"Siaaap. dan besok lusa kita ada janji ketemu sama beliau untuk membicarakan langkah selanjutnya. nanti gue jemput lu."

"OK." 

"Eeeh, ada apaan sih lu Dho. dari tadi gue lihat muka lu gak semangat banget. biasanya kan klo udah menyangkut masalah bengkel kita, elu yang paling semangat membahasnya. sekarang kenapa elu jadi lesu gini. udah kayak orang patah hati saja."

"Emang gue lagi patah hati Jay?" sahutku lesu.

"What ??? patah hati ?? elu Dho ? beneran lu patah hati ? kok bisa ? sama siapa ? elu kan gak pernah dekat sama cewek mana pun Dho setiba di indo, dan dijepang pun elu juga gak pernah terlibat affair sama cewek sono. tapi kenapa tiba-tiba elu patah hati ?"

"Tanyanya bisa gak satu-satu dulu. gue makin pusing denger cerocosan lu Jay."

Dia hanya nyengir. muka penuh tanda tanya, siap melontarkan pertanyaan lagi. buru-buru aku mendahuluinya sebelum kebiasaan bak pemburu berita infotainment nya kambuh.

"Langit humairah"

"What?? Langit humairah alias Mai ? dia lagi ?"

Aku hanya mengangguk mengkonfirmasi tebakan Jay.

"Aku bertemu dia, benar-benar tak pernah kusangka!"

"Lalu? Biar kutebak, mmm... elu pura-pura tak melihat, atau malah pasang aksi?" sudah kuduga dia akan bilang seperti itu.

"Tunggu..tunggu... apa dia tahu kalau itu elu, Dho?!" belum kujawab sudah bertanya lagi, dasar!

"Hhh..." Aku mendesah pelan... lalu sekelebat kejadian minggu kemaren terlintas lagi di kepalaku, pertemuan yang sama sekali tak kuduga!

"Dia berbeda Jay, jauh berbeda saat SMA dulu" sahutku

"Apanya yang beda?" tanyanya lagi.

"Dia makin tak terjaungkau oleh ku."

"Haaaaah...." Jay hanya menghembuskan nafas beratnya.

"Mai lebih anggun dalam balutan gemis dan kerudungnya Jay. lebih cantik dan lebih tak bisa ku jangkau. dia sudah menikah dan mempunyai anak." aku berkata pelan. tak kuasa menahan rasa nyeri yang datang lagi mengingat itu semua.

"Udah lah Dho, lupain dia. move on. cari perempuan lain, yang siap jadi bini lu." ucapnya. andaikan seenteng omongan kamu Jay, pasti dari dulu aku udah bisa lupain dia. tapi tidak semudah itu. dia udah menancap terlalu dalam di hatiku.

"Susah Jay. sekeras apapun gue berusaha, tetap saja aku selalu berharap dia jodohku dan dapat mempersuntingnya."

"Aku tau dirimu Dho, kita udah temenan dari jaman masih ingusan. elu bukannya berusaha melupakan dia tapi lebih kepada obsesimu yang sedari dulu untuk melindungi dan menjaganya sejak peristiwa itu."

Terdiam. mencerna segala apa yang dikatakan Jay. obsesi ?? Ya Allah Ya Tuhanku. sumpaah ini bukan obsesi. Jay salah kalau mengira ini adalah obsesi ku terhadapnya. sekali lagi bukan. ku akui, aku tipe laki-laki yang sangat sulit melupakan hal-hal yang terjadi pada hidupku. apalagi ini menyangkut perasaan dan hati. sunggu aku tak akan mampu melupakan dengan mudah. butuh waktu untuk melalui ini semua.

"Bukan Jay. ini bukan obsesi."

Jay menatapku dengan muka frustasinya.

"Lalu apa Dho ? ini sudah 15 tahun berlalu dan lu masih saja terkungkung dalam masa lulu yang kau ciptakan sendiri. OK, gue salah klo menyebut ini obsesi mu. ayo lah Dho, kita berfikir realistis. jika dia sudah bahagia dengan pasangannya. ya sudah, sekarang giliran elu yang mencari kebahagian lu sendiri. lupakan dia. terima calon yang diajukan mama mu."

Oh My God, aku baru ingat tentang Mona, dan aku belum cerita ini pada Jay.  andai saja Jay tau siapa calon yang diajukan oleh emak. aku jamin dia bakal langsung berbelalak tak percaya dengan apa yang akan aku katakan.

"Gue tau Jay. elu emang sahabat ku. kali ini memang gue harus segera melupakannya. aku akan ikhlas melepaskan dia, selama dia bahagia. gue akan move on. berhenti berharap." ucapku mantap. ya Jay benar. dia sudah bahagia dengan kehidupannya, seharusnya aku juga harus ikut bahagia, melepaskannya.

"Naah itu baru Ridho Illahi anaknya pak Somat." ucapnya dengan menepuk-nepuk pundakku.

"Sembarangan lu, ngubah nama babe gue seenaknya saja. Rohmat Jay, Rohmat. babe gue namanya Pak Rohmat bukan Pak Somat. emang lu kira gue Dudung gitu anaknya pak Somat."

"Hahahaha....sorry sorry Dho, gue lupa. selalu deh ingat keluarga somat klo udah menyangkut nama babe." cengirnya.

Ku putuskan hari ini, jam ini dan detik ini juga. aku akan berusaha mengiklaskan seorang Langit Humairah. jika dia sudah bahagia dengan keluarganya maka aku juga akan ikut bahagia atas nya. berhenti berharap. mulai menata masa depan ku. menggulung gulungan masa lalu. saatnya menyongsong apa yang didepan mata. Goodbye Mai. aku akan selalu mendoakan kebahagianmu, meskipun kau bukan jodohku.

Izinkan AkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang