Chapter 5 : Sebilah Belati

6 3 3
                                    


Tangan kanannya memegang erat sebilah belati, matanya memancarkan amarah. Dia berlari menerjang pintu gudang, sekali dua kali, pintu itu masih pada tempatnya. Tapi ia kembali bangkit, tak peduli akan tubunya yang merintih kesakitan. Percobaan ke 7, ia berlari lebih kencang dari sebelumnya, ditatapnya pintu itu dengan tajam dan kemudian tubuhnya menghantam pintu itu.
"BRAK!!" 
Ia langsung jatuh terguling bersama pintu gudang yang lepas dari tempatnya, kayunya berubah menjadi potongan potongan. Luka lukanya bercampur lumpur yang menggenang, masih ditambah beberapa serpihan kayu menusuk tubuhnya.

"sakit, sakit sekali."

Dia langsung bangkit dan berlari menuju bangunan kecil yang terlihat diterangi lentera. Sampai disana dia langsung menendang pintu dengan keras, 2 orang disana kaget bukan main, baru mereka ingin mengecek suara yang sekira mereka berasal dari gudang, mereka sudah disuguhi kehadiran gadis yang mereka kurung disana. Si muka masam langsung mengambil senapan yang berada dipunggungnya, tapi sebelum sempat menarik pelatuk sebilah belati sudah lebih dulu tertusuk di perutnya. Gadis itu langsung mengambil senapan ditangannya dan membuangnya ke sembarang arah. Ia menarik kembali belatinya dan menusukkannya lagi beberapa kali. Tangan dan belatinya berlumuran darah, sorot mata masih penuh amarah, meski kini ada kilatan kesedihan yang seperti ia sembunyikan. Kemudian ia mengincar Si tua yang sedari tadi berusaha membidiknya dengan tangan yang gemetar, dia berlari menghampirinya, satu tembakan dilepaskan, lengan kirinya tergores cukup dalam oleh peluru, lagi lagi ia tak peduli. Dia memojokkannya ketembok dan berbisik di telingannya.
"maafkan aku," 
Kemudian belati itu langsung merobek perut orang itu tanpa keraguan.

Dia terengah engah, dibawah kakinya terdapat genangan darah yang mengucur dari 2 orang yang entah masih hidup atau tidak, ia memandang jari jari panjangnya yang berlumur darah. Matanya berkaca kaca, didalam hatinya berkumpul perasaan marah, sedih, dan rasa bersalah. Ia mengerjapkan matanya dan dengan cepat melucuti peluru yang tersisa dalam salah satu senapan. Dan dia pergi dari bangunan itu, menutup pintunya. Ia memetik setangkai bunga forget-me-not berwarna biru yang ada di sekitar tempat itu, diletakkan bunga itu tepat didepan pintu. Dia mengatupkan tangannya didepan dada, menunduk dan berkata,
"maafkan aku, maafkan aku, sungguh maafkan aku, aku hanya ingin hidup bebas, ma-af"
Tenggorokannya tercekat ketika mengucap kata terakhir yang keluar dari mulutnya. Diusapnya cairan bening yang keluar dari pelupuk matanya, ia mecegah dirinya sendiri untuk menangis saat ini, "kau boleh menangis saat kau sudah aman nanti."

Tangan kanannya memegangi lengan kirinya yang terluka, ia tak boleh berhenti sekarang, ia harus menemukan pohon besar itu.
"kuharap aku tak salah arah, jika aku berlari dari arah sana, sementara matahari tenggelam dari sana, seharusnya aku sudah hampir mencapainya."   keadaan disekitarnya sudah gelap, hujan sudah berhenti beberapa saat yang lalu menyisakan dirinya dan pohon pohon yang sama basahnya, diantara pohon pohon itu keluar kunang kunang yang bercahaya lembut mengiringinya berlari. Ia menoleh kebelakang beberapa saat, lalu terkejut karena dirinya terjatuh ke air. Dia bangkit, dipandangnya sekitar, kemudian dia jatuh terduduk dan menangis sesenggukan. 
"aku berhasil, danau ini…"
air merendam kakinya. Air itu bercampur dengan darah yang ada ditubuhnya, ia terus saja menangis, kepalanya tertunduk, tangan kanannya sesekali mengusap matanya. Ia sangat berharap ada Alfie dan Nana yang menghibur dan mengelus rambutnya saat ini.

Auzzhn - 17.04.21

Nivedia : Lost Princess Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang