24

21 1 0
                                    

Aku memasuki apartment dengan lelah. Seharian melakukan shooting di Seokcho, perjalanan pulang-pergi ke Seoul, serta memikirkan Sajangnim. Semua itu cukup menguras energiku.

Bahkan sampai sekarang pun aku masih belum bisa menerima kenyataan kalau Sajangnim sedang terbaring di kamar rawat dengan kondisi kritis.

Haaahhhh.... Aku menjatuhkan tubuh ke kasur, lalu mengeluarkan HP dari saku jaket. Tentu aku tidak lupa untuk mengabari Jeonghan kalau aku sudah di apart. Chat seadanya saja sudah cukup harusnya.

Aku langsung menjatuhkan HP-ku asal ke kasur. Ugh, mataku berat, rasanya ingin langsung tidur saja...

Drrrrrtt.. Drrrrrtt.. Drrrrrtt..

HAH?!  "Aw, kepalaku pusing.." Terbangun mendadak begini memang menyebalkan. Padahal aku sudah hampir terlelap, huh.

Aku pun mengangkat benda persegi panjang itu malas. Dan semakin malas melihat caller ID-nya, apalagi itu adalah video call. Urgh dia nggak punya kerjaan apa??

"Apa?" Tapi tentu aku menerima pangilan video itu walau dengan malas. Aku bahkan masih di posisi tiduran.

"Kau sudah mau tidur ya? Kalau begitu tidur saja, maaf aku menggang-"

Seseorang merebut HP-nya tidak sabaran, lalu munculah wajah Yuju di layar. "Kau tidak apa-apa kan?" 

"Bagaimana keadaan Sajangnim-mu?" Kini wajah Yerin ikut terlihat.

Aku tersenyum melihat mereka berdua. "Haii guys, untuk apa kalian menelpon di jam segini? Ini sudah hampir tengah malam."

"Tentu saja karena kami khawatir." Ucap keduanya berbarengan.

Aku tahu. "Hahaha tidak perlu khawatir, aku baik-baik saja. Sajangnim juga baik-baik saja walau kondisinya masih agak kritis."

"Syukurlah.. Jangan menangis terus, lebih baik kau tidur saja karena besok kerja." - Ucap Yuju.

Saat itu HP-nya direbut kembali. "Memangnya siapa yang memaksa untuk video call di jam segini, hah?"

Kini wajah Jeonghan memenuhi layar HP-ku. Sepertinya dia sedang berjalan, karena kameranya goyang dan tidak fokus. Kemudian dia berhenti. Sepertinya dia sedang ada di luar villa.

"Hei.." Ucapnya lembut.

"Kenapa?"

"Maaf ya."

Keningku berkerut bingung. "Maaf kenapa?" Aku bangun dan mengganti posisi untuk duduk bersandar ke dinding.

"Maaf aku tidak peka. Padahal aku tahu ada sesuatu yang terjadi padamu, tapi aku malah mementingkan shooting."

Ohh, maksudnya karena dia melihatku nangis tadi sore? Apa karena itu dia diam saja saat mengantarku ke rumah sakit? 

"Tidak apa-apa, memang aku yang tidak bilang apapun kan. Lagipula kau sudah mengantarku ke rumah sakit," aku menjeda sebentar, lalu melanjutkan, "dengan sangat cepat."

Ekspresi Jeonghan terlihat lebih rileks sedikit. "Kalau aku tidak ngebut kau tidak akan sempat dapat jam besuk."

"Iyaaa aku tahu. Makanya terima kasih ya." 

Sebenarnya tadi itu adalah pengalaman pertamaku berada di mobil yang melaju gila-gilaan begitu. Sudah seperti di Fast and Furious saja.

"Yasudah, kau lanjut tidur lagi, sana."

Just An Ordinary Love Story Of Fallen AngelsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang