::
::
::Karena perkataan papa nya semalam Hiara mengungsi kembali ke tempat Tante Uci, meski sempat ditolak oleh yang puya rumah. Tapi Hiara tetap nyelonong masuk tampa mendengarkan perkataan yang punya rumah.
Wajah Tante Uci terlihat begitu kesal dengan kelakuan keponakan nya. Ya gimana, setiap ada masalah Hiara selalu nginap di tempat nya. Mau itu masalah dengan keluarga atau masalah Teman-teman nya."Kan tante udah bilang sama kamu, mendingan kasih tau yang benar kalau kamu itu kerja sambilan. " Sudah tak tahan dengan perang batinnya akhirnya Tante Uci berbicara dengan nada kesalnya.
Hiara yang mendengar hannya diam dan duduk di pinggir kasur sambil melihat keluar lewat jendela. "Tante kayak gak tau papa aja, sekali tidak ya tetap tidak. Aku kan butuh uang juga tante, kalau aku jadi bang Pangestu gak perlu kayak gini."
"Aku juga berharap papa bersikap adil sama ku. Bukan hannya memprioritaskan abang aja. " Lanjut Hiara masih tetap dengan duduknya.
"Haduh.." Ucap tante Uci gusar sambil duduk di kursi yang ada di meja rias.
"Tante juga bingung dengan kamu, kalau misalnya Om kamu jadi pindah tugas tante gak bisa selalu ada di samping kamu lagi. "
Tatapan kosong namun penuh arti, tak bisa bicara lagi dan akhirnya Hiara memilih diam. Bukannya dia yang lari dari masalah, hannya saja ke egoisan orang tuanya lah yang membuat dia harus mengalah.
Dulu papanya tidak terlalu begini kepadanya, malah papanya dulu sangat hangat dan perhatian. Namun semenjak abang nya datang kesini perhatian papanya tak lagi terarah padanya.
"Atau kamu mau ikut tante aja ke Padang? "
Ucapan tante Uci membuat Hiara menoleh kearah nya."Ya itu kalau kamu mau, kalau gak mau ya tinggal disini aja. Lagi pula tante gak niat mau jual rumah ini kok. " Lanjutnya lagi
"Jadi Om Dayat jadi pindah? Kapan? " Tanya Hiara yang masih penasaran dan sekaligus sedih karena tak ada tempat sandaran lagi nantinya.
"Sebulan lagi, tapi katanya tadi pagi bilangnya minggu ini. "
"Kok buru² banget sih tante. Apa tante gak sayang aku lagi kayak papa sama mama? "
Raut wajah Hiara mulai merah padam apalagi matanya sudah berkaca-kaca.Tante Uci berjalan cepat dari duduknya lalu memeluk Hiara erat. "Bukan gitu, tante sayang banget sama kamu. Tante juga gak tau kenapa mendadak gini. "
Setelah melepaskan pelukan erat mereka Hiara kembali melamun, melamunkan nasib nya nanti. Apa setelah semua pergi darinya, barulah Tuhan akan memberinya skenario baru untuknya? Dan peran apa lagi yang harus dia perankan?
Hening setelah tante Uci keluar dari kamar Hiara. Anak tante Uci sedang bermain di belakang rumah, dari atas balkon Hiara dapat melihat mereka yang bermain.
Sebenarnya Hiara sangat iri, karena selama ini dia tak pernah sekalipun bercanda gurau dengan abangnya. Meski jarak umur mereka empat tahun tapi itu tak membuat abangnya menyayangi nya.
Apa lagi mereka berpisah ketika umur Hiara lima tahun, Hiara ingin dia dan abang nya juga bisa akrab seperti abang dan adik lainnya.🕊
Dikelas sudah ramai bahkan ada yang saling tawar menawar, udah kayak pasar, tapi itu semua yang membuat suasana kelas menjadi nyaman. Ya meski sering di tegur guru, tapi itu tak membuat mereka berhenti.
Dari arah pintu terlihat pria dengan nafas yang tak beraturan. Dia berjalan ke meja guru.
Bukk.... Bukkk..
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope & Tears
Teen Fiction"DEWASA" apa yang kalian pikirkan dengan kata itu? Apakah kalian beranggapan tentang "KEBEBASAN"? Atau kalian beranggapan tentang dimana kalian memahami "CINTA"? Atau lainnya, Namun bagiku "DEWASA" adalah dimana kita tidak bisa bergantung kepada ora...