Bab 2

10 2 0
                                    

Gathan terbangun oleh tangisan Daniela. Anaknya itu pasti haus dan ingin minum susu. Dengan sabar dia menggendong Daniela keluar dari sana, menepuk pantatnya beberapa kali berharap hal itu bisa membuatnya tenang dan berhenti menangis, tapi nihil. Ah Gathan memang payah, membuat anaknya berhenti menangis saja tidak bisa. Daniela terus menangis sepanjang Gathan berjalan mencari pengasuhnya. Tapi yang terlihat justru Niel asistennya. Beruntung Niel masih lajang, jadi dia bisa menginap di sini dan ada kapanpun Gathan membutuhkan.

"Kau lihat Clara?" tanya Gathan dengan tetap berusaha menenangkan Daniela.

"Lima menit yang lalu dia ijin pulang karena ada urusan penting," sahut Niel meneruskan pesan Clara sebelumnya.

"Apa yang lebih penting dari anakku? Kapan dia akan kembali?" Gathan mengganti gaya menggendongnya agar Daniela nyaman meskipun itu tak menghentikan tangisnya sama sekali.

"Saya tidak tahu, Clara tidak mengatakan berapa lama atau kapan akan kembali."

Sialan! Gathan ingin sekali memecat baby sitter itu, jika ia tidak ingat bagaimana susahnya mencari orang yang tidak membuat Daniela menangis hebat karena keengganannya pada para pengasuh sebelumnya. Waktu itu Gathan nyaris frustasi karena anaknya tak mau pada orang lain sampai akhirnya Clara datang dan dia berhasil tidak membuat Daniela ketakutan.

"Yasudah, bisakah kau menggendongnya sebentar? Aku akan membuat susunya dulu."

Tanpa banyak kata Niel segera mendekat dan mengambil alih Daniela dari gendongan ayahnya.

Sementara itu Gathan berjalan ke dapur diikuti oleh Niel tentunya. Ayah satu anak itu membuka kabinet, mengambil kotak susu yang dikonsumsi anaknya sejak Aniela koma. Ah, lagi-lagi Gathan tak bisa untuk tidak bersedih, di usia semuda itu anaknya sudah harus pada susu formula. Dirinya bahkan masih beruntung dulu mendapatkan perhatian penuh ibunya ketika bayi meskipun ia sama sekali tidak ingat. Gathan menggeleng mengusir pemikiran melankolisnya, memilih mencari botol dot dan air hangat.

Setelah menemukan apa yang dicarinya, Gathan dengan telaten memasukkan tiga sendok bubuk susu ke dalam dot yang sudah dia bersihkan dan isi air hangat. Kemudian Gathan menutup botolnya, mengocoknya beberapa kali hingga semuanya tercampur rata. Dia bahkan sampai mencobanya dulu untuk meyakinkan diri bahwa susu buatannya tidak akan meracuni Daniela. Lagipula Gathan hanya berbekal manual instructions yang ada dalam kotak susu.

"Sepertinya tidak buruk." Gathan berkomentar terhadap karyanya sendiri. Lalu dia menoleh pada Niel, meminta Daniela untuk kembali dia gendong. Setelah itu Gathan mengambil dot yang berisi air susu tadi untuk diberikan pada anaknya.

"Minumlah, Sayang... cup... cup... jangan menangis terus anak Daddy," bujuknya penuh kelembutan. Niel dibuat terpana dengan tingkah bosnya yang berubah seratus delapan puluh derajat dari biasanya. Punya anak ternyata bagus juga untuk mengontrol emosi. Pikirnya.

Jangan salahkan Niel berpikir seperti itu, karena jika sedang bekerja Gathan benar-benar tak ada lembut-lembutnya. Dia bahkan tidak akan mentolerir kesalahan sekecil apapun. Tapi lihat sekarang, menghadapi anaknya yang tak berhenti menangis saja tidak memunculkan gurat emosi sama sekali. Padahal suaranya cukup membuat telinga Niel kesakitan. Dia tidak tahu saja kalau Gathan hanya akan sesabar itu pada anaknya, catat hanya anaknya. Gathan bukan pria yang menyukai anak kecil, tapi tentu dia menyayangi anaknya sama seperti dia menyayangi Aniela.

Setelah beberapa lama akhirnya Daniela tertidur, Gathan kembali membawanya ke kamar tempatnya tidur. Tidak mungkin dia membiarkan Daniela berada di kamar miliknya sendirian. Selama pengasuhnya belum kembali dia akan bersama Gathan dan Aniela.

"Sayang, sepertinya kau lelah sekali menangis sampai berkeringat seperti ini," gumam Gathan. Dia meraih tisu kering dan mengelap keringat anaknya penuh kelembutan.

Sesaat kemudian Gathan menoleh pada istrinya.

"Kau lihat, Ela? Aku baru saja berhasil menidurkan Daniela. Bukankah aku berhasil jadi ayah yang baik? Tapi tetap saja Daniela membutuhkan ibu juga. Karena itu, bangunlah. Kembalilah kepadaku dan anak kita." Ada nada getir dalam ucapannya.

Gathan menghela napas panjang. Ini tentu sulit untuknya. Mengurus rumah sakit besar yang setiap hari selalu saja ada masalahnya. Belum lagi bisnis Gathan di bidang yang lain, dia pria sibuk yang kesulitan mencari waktu luang. Sebentar lagi dia juga harus mengerjakan pekerjaannya yang sempat tertunda.

"Kalian adalah dua permata paling berharga dalam hidupku. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika salah satunya hilang. Aniela... sampai kapan kau akan menutup matamu?" Gathan tahu pertanyaannya tidak akan terjawab. Dia hanya ingin mengeluarkan isi hatinya saja, mengatakan ketakutannya akan kehilangan Aniela.

***

Keesokan harinya Gathan kembali bekerja seperti biasa. Beruntung Clara sudah pulang semalam, jadi dia tidak akan cemas lagi memikirkan Daniela. Gathan mematut dirinya di cermin. Wajahnya seperti keturunan bangsawan, mata coklat kehijauan, hidung mancung dan rambutnya berwarna coklat keemasan. Tubuhnya terlihat lebih gagah dengan setelan formal begini. Kemeja biru pastel, dasi biru navy dan jas navy benar-benar pas di badannya.

Gathan menyudahi acara mari bercermin yang dia lakukan sejak tadi dan beralih pada Aniela yang terbaring di tempatnya.

Seperti kebiasaan Gathan enam bulan terakhir, dia akan pamit kepada istrinya.

"Selamat pagi istriku yang cantik, bagaimana tidurmu? Ah kau masih betah rupanya. Hari ini aku akan kembali berangkat bekerja, doakan aku semoga bisa menghadapi apapun yang terjadi di rumah sakit, Sayang. Aku pergi, aku mencintaimu." Setelah mengatakan kalimat panjangnya, Gathan menunduk mencium kening istrinya cukup lama seolah dengan ciuman itu Gathan ingin menyampaikan perasaannya yang mendalam, rasa yang tak mampu dia rangkai dengan kata.

"Tunggu aku pulang, Sayang." Setelah pamitan sekali lagi, Gathan benar-benar pergi ke dapur, di sana sudah terlihat Niel dan Clara yang tengah menyuapi Daniela.

"Selamat pagi, Tuan." Clara menyapa lebih dulu diikuti oleh Niel sebagai bentuk kesopanan kepada majikan.

"Hmm." Meskipun pada akhirnya hanya gumaman tak jelas itu yang keluar sebagai respon dari Gathan. Pria itu duduk di kursinya dengan tenang. Dia mulai menyantap makanan di meja tak berniat membuka obrolan apapun. Gaya makannya memang seperti itu, tidak boleh berbicara di meja makan. Niel juga sudah terbiasa dengan table manner yang ada di rumah ini.

Selesai makan Gathan dan Niel bersiap untuk ke rumah sakit. Sebelum berangkat Gathan menyempatkan untuk memberi banyak pantangan pada pengasuh anaknya.

"Kau jaga Daniela selagi aku bekerja, jangan biarkan lengah sedikit pun, dia mulai senang memakan apapun yang dia temukan sekarang jadi ku harap kau lebih awas lagi menjaganya. Mengerti?" Clara mengangguk paham, dia sudah terbiasa mendapatkan wejangan seperti ini dari Gathan dan sama sekali tidak terganggu. Sebaliknya dia justru mengangumi sikap Gathan yang kebapak-an.

Setelah itu barulah Gathan benar-benar pergi bekerja. Clara yang melihatnya tersenyum sampai mobil sang tuan tak terlihat lagi.

"Daniela sayang, kau lihat itu? Ayahmu cerewet sekali, padahal aku juga mengerti apa yang harus aku lakukan. Haahhh Tuan Gathan bagaimana aku tidak jatuh cinta padamu?"

Daniela yang tak mengerti apa-apa hanya tertawa tak jelas dengan liur kemana-mana. Clara jadi gemas melihatnya.

"Sayang sekali Tuan Gathan memiliki istri yang begitu beruntung mendapatkan hatinya...."

***

To be continue.

I Need YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang