Leli meraih lenganku. Nisa berbisik di telinga, mengabarkan berbagai macam hingga geli mendengarnya.
"Semua santri disini sudah tidak percaya lagi dengan kita,"potong Leli memudarkan perkataan Nisa yang menggantung ditelinga.
Nisa berhembus lirih, menatapku dalam. Matanya semakin berkaca-kaca. Mengangguk.
Aku tersenyum singkat membalas wajah satu dua sahabatku. "Tenang... Kita nggak bersalah kok," Ucapku merangkul bahu Nisa dan Leli.
Dua tiga santri berlalu lalang menatap sinis kami. Aku hanya menggeleng. "Mereka belum tahu yang sebenarnya."lanjut ku.
Nisa mengangguk disusul Leli.
Kami hanya melihat lalu lalang para santri, melihat di bagian pojok taman beberapa santri berderet membentuk formasi belajar. Di ujung taman santri-santri baru berlarian. Hanya ini, pelukan persahabatan, menghangatkan dan mengobati luka meski tak berdarah.
Udara dingin di taman pesantren, daun-daun yang berhembus angin, semerbak aroma mawar.
Mataku terpejam, menikmati simfoni senja, menggelar segala rasa. Aroma mawar yang berganti melati tiba-tiba menusuk di indera penciuman. Wanginya membius rapat. Sekuntum melati berterbangan terkena terpaan angin. Pandanganku kosong. Aku sadar Leli dan Nisa menatapku aneh.
Keadaan ini membuat Leli berjingkrak, melepas lenganku yang masih melingkar di bahunya. " Nisa... "
Nisa perlahan melepas lenganku yang masih melingkar di bahunya pula, menatap dalam Leli. Sebenarnya aku mengerti apa yang mereka pikirkan, sudah bisa ditebak dari raut wajah merinding mereka meski dengan tatapanku yang kosong ini. Perasaan merinding tumpang tindih menghantui mereka.
Mereka menatapku sedang yang ditatap membeku. Masih menatap kosong.
Tanpa sengaja Memori masa kecil tayang di pikiranku.
07.08.2014
"Ini uangnya kurang nak."
Lontar penjaga apotekTiba-tiba seorang lelaki sekitar kakak kelas terpaut dua tahun menyodorkan tangannya padaku dengan secarik uang yang sudah ada di genggamannya.
"Nich pinjam dulu lah,punyaku."
Aku mengambilnya karena terpaksa.
"nanti temui saya diruang anggrek, nanti saya kembalikan"
Ku berikan uang tersebut pada mas penjaga apotek.
"Makasih ya!!" lontarku pada lelaki tersebut
ia menarik nafas lalu membalik topinya, menyilangkan dua tangannya."Eit, gk usah terimakasih kepadaku, tapi ucap hamdalah saja sebagai rasa syukurmu kepada Allah."
Aku mengangguk menuruti saja perkataannya,"Alhamdulillah, makasih ya,"ulangku.
Ia berlalu tanpa mempedulikan perkataanku tadi.
"kok nyesek gini ya."
badanku berbalik arah dan melangkah gontai menuju ruang anggrek sembari menunduk kecewa.
Langkahku ku hentikan karena sepatu hitam menghadangku, ku mendongak menatap pemilik sepatu tersebut,"Hei sebelumnya kita belum kenal siapa namamu ?"
memang sengaja Ku edarkan pandangan ke seantero rumah sakit agar canggung berhenti berpihak. Ku dapati nenek-nenek dengan kursi rodanya, dokter lengkap dengan jas putihnya, lalu lalang orang berjalan dan sekarang, aku di haruskan menatap ke arah pemilik sepatu itu,"Haah bukanya dia tadinya sudah melesat jauh"batinku.
Aku hanya membisu dan merogoh kantongku mungkin ada uang di dalamnya. Selamat, puji Tuhan aku heran, tadi di kantong ini benar-benar gak ada, aneh bin ajaib.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Balik Skenario
Novela Juvenil┌(┌^o^)┐FOLLOW SEBELUM MEMBACA Kisah tentang seorang Santri Wati bernama Salsabila Velica yang di suguhkan dengan teka-teki di kehidupannya akankah ia dapat menguak misteri tersebut atau hanya sebuah hayalan yang terbuai...? Ima selaku ketua gengs h...