|woon bai toey|

123 20 9
                                    

Kris berani bersumpah, ia tidak pernah menyangka hari ini akan datang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kris berani bersumpah, ia tidak pernah menyangka hari ini akan datang. Ia tak pernah terpikir akan menyatakan cinta ke seorang gadis terlebih dulu, apalagi dengan membawa hal-hal berbau manis yang menjatuhkan harga diri. Sungguh, ia ingin bersembunyi. Setidaknya dengan memakai masker atau topi untuk menyamarkan ketampanannya.

Anak itu masih di depan gerbang sekolah yang tertutup. Ia belum berani meminta izin untuk masuk. Istirahat siang yang hanya berjalan lima belas menit terbuang percuma. Kris tetap mondar-mandir sambil gigit jari.

Kata 'andai ada Pan' kembali muncul sebab kadar keberaniannya tak sebesar sahabatnya. Sejak kemarin, lelaki itu enggan berbicara dengannya. Bahkan sekadar menyapa atau berbasa-basi pun tidak. Mereka layaknya orang asing yang berangkat dan pulang sendiri.

"Maeng, apa yang harus kukatakan ke Pak Satpam?"

Dua bapak-bapak berseragam biru tua tengah mengobrol tidak jauh dari tempat ia berdiri. Dilihat dari raut muka mereka, tampaknya Kris tidak akan mendapat masalah. Ia lantas mengecek ponsel lalu bergegas masuk. Sisa waktunya tidaklah banyak.

"Sawatdee khab."

Kris memberi wai setelah meletakkan bawaannya. Kedua satpam tersebut kompak mengangguk dan berdiri.

"Kot tod na khab, saya Kris, siswa dari Rajavinit ingin mengantar titipan untuk salah satu guru di sini."

Bapak berbadan sedikit tambun spontan berkacak pinggang lalu menunjuk suatu ruangan, "Oh, itu … kamu lurus saja nanti ketemu kantor guru di sebelah kiri."

Sempat berprasangka yang tidak-tidak, Kris pun menghela napas panjang. Ia segera berterima kasih dan membawa barangnya ke arah yang dimaksud. Untung saja masih sejalan ke kelas Dao.

Sebodoh-bodohnya Kris, ia tidak mungkin jujur dengan mengatakan ingin menyatakan cinta di siang bolong seperti ini. Alih-alih diperbolehkan, ia pasti bakal diusir untuk kembali ke kelas dan mendengarkan ocehan berbagai pelajaran.

Anak berambut klimis dengan pakaian super-rapi itu menyusuri lorong dengan santai. Maklum, tidak ada satu pun yang berkeliaran sebab jam makan siang belumlah usai. Ia masih bisa menyiapkan mental untuk menghancurkan image-nya dengan menunggu di depan kelas Dao. Semoga kata 'gagal' tidak masuk ke kamusnya hari ini.

"Shia!"

Kris terperanjat saat ponsel di saku celananya tiba-tiba bergetar. Hening dan gugup yang beradu membuatnya sensitif. Ia pun lekas mengeluarkan benda fantastis tersebut dan menerima panggilan tanpa melihat siapa peneleponnya.

"Halo?"

"Sat. Yuu ti nai?"

Baru sedetik tersambung, Kris telah mendapat umpatan. Ia segera menjauhkan ponselnya dan membaca nama yang terpampang di layar. Benar saja, Pan-lah yang menghubunginya.

Apa lagi yang anak itu mau? Apa perdebatan kemarin belum cukup? Kenapa saat sudah menginjak tempat ini ia baru kalang kabut? Kris tidak habis pikir.

"Di sekolah Dao," jawabnya datar sambil terus berjalan.

#KRISTAG ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang