Part 4

2.3K 326 1
                                    

"Wah, pagi banget lo ambil keretanya."

Komentar setengah gerutu milik Arka terdengar saat melihat jam kereta yang diambil Indira untuk pergi menuju Mostviertel.

Kereta pukul 5 pagi. Perjalanan pertama dari Vienna menuju Mostviertel. Tampaknya Indira benar-benar tak sabar bertemu ayahnya dan tidak ingin membuang waktu.

Arka memastikan kereta serta kode perjalanan yang sama. Ia sedang mencari tiket kereta yang sama dengan milik Indira.

"Untung gue dapet kereta yang satu compartment sama lo," ungkap Arka.

Biasanya kereta dengan tipe satu ruangan atau compartment berisi 6 seat seperti ini akan sangat cepat habis tiketnya walaupun lebih mahal ketimbang bangku berhadapan tanpa sekat ruangan.

"Ya maaf. Kan gue ga ngerti, lagian gue kira itu ga bersekat. Kayak kereta biasa yang hadap-hadapan 4 bangku gitu doang."

Tch, masih bagus ini Austria. Lebih aman. Coba dia ke Cheko atau Hungaria. Bisa-bisa ditipu dicopet kali. Gumam Arka dalam diam.

"Gue udah beli tiketnya."

Arka menunjukkan bukti pembayaran jika ia baru saja membeli satu tiket kereta menuju Mostviertel di kereta yang sama dengan Indira.

"Okay. Maaf gue jadi ngerepotin gini. Kakek emang gitu, enteng banget kalo nyusahin orang."

Seakan tak mau dirinya merasa bersalah sendiri, Indira ikut menyalahkan kelakuan kakeknya yang sampai menyeret Arka ke benua tetangga.

Tawa Arka lepas begitu saja. "Namanya juga orang tua. Apalagi Kakek udah 80-an ga sih? Wajar kalo gitu."

"Mana ada wajarnya kalau sampe nyeret orang lain gini!" gerutu Indira seakan adalah pihak yang paling dirugikan.

"Gapapa. Lagian gue juga seneng balik ke sini. Lumayan dapet libur cuma-cuma ga dipotong libur tahunan lagi," balas Arka.

Keadaan mereka hening seketika. Lalu lalang orang yang mengunjungi Naschmarkt terlihat dari kaca besar di sisi meja mereka.

Langit sudah mulai gelap. Jam juga menunjukkan pukul 8 malam. "Udah makan? Apa kita cari makan aja?" tawar Arka pada Indira.

"Boleh. Ada saran?" tanya Indira berbalik.

Dahinya sedikit berkerut tanda ia sedikit berfikir. "Ada sih tempat makan kesukaan gue. Di sejejeran hotel kita. Makanan asia. Lo mau?"

"Ayo. Gue sih makan apa aja selagi makanan manusia."

Tidak butuh waktu lama agar sampai di tempat yang dituju. Hanya berjalan selama 5 menit dan mereka sudah sampai di sebuah chinese restauran.

"Willkommen. Bitte nehmen Sie Platz, (Selamat datang. Silahkan duduk,)" sapa seorang pelayan dengan seragam berwarna merah miliknya.

Mereka diarahkan duduk di salah satu meja di sudut ruangan. Indira mulai membuka halaman dari buku menu di depannya.

Seluruh buku itu ditulis dalam bahasa Cina dan Jerman. "Sejujurnya gue ga bisa baca semua ini."

"Serahin sama gue. Ga punya alergi makanan, kan? Atau ada ga suka sesuatu?" tanya Arka. Indira menggeleng menjawab pertanyaan Indira.

Ia kini sibuk berbicara dengan pelayan, menyebutkan beberapa pesanan. Dari cara berbicaranya sangat terlihat Arka fasih dalam mengutarakan bahasa Jerman.

"Pernah tinggal di sini ya?" tanya Indira selepas kepergian pelayan itu.

"Gue tinggal di Jerman 8 tahun buat sekolah. Jadi lumayan sering ke sini," jawab Arka.

Mengejar Papa [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang