8: Para Aparat

284 80 4
                                    

Pagi tadi, Seokjin berpesan padanya agar tetap diam di rumah, mengunci pintu, dan menunggu sampai dirinya juga Namjoon pulang, sebab keduanya keluar beberapa saat lalu--pergi ke kantor polisi pusat, lebih tepatnya.

Untuk menyelesaikan masalah ini dengan lebih cepat, mereka memutuskan untuk meminta bantuan pada pemerintah. Cukup tahu diri dan batas kemampuan, bahwa masalah seperti ini tidak akan bisa diselesaikan tanpa bantuan aparat.

Yoongi juga tidak membantah. Menurutnya, juga lebih baik untuk membersihkan semua perbuatan di bawah tanah secepat mungkin. Hal itu tidak akan membuang banyak waktu, tentunya dan mungkin, ada beberapa nyawa yang bisa terselamatkan.

Hingga sore ini, Seokjin dan Namjoon belum kembali, sementara dirinya terkurung di dalam rumah berantakan Namjoon. Sebenarnya, Yoongi tidak yakin tentang apa yang kedua lelaki itu lakukan di kantor polisi. Tetapi, jika memakan waktu yang lama, tentu hal itu adalah rumit. 

Ia pandangi lengan kanannya yang kini terbuat dari besi. Tanpa sadar, anak itu tertawa kecil.

"Aneh," lirihnya, mengejek dirinya sendiri. Lengan ini telihat aneh dan sedikit err ... menakutkan.

Tepat ketika dirinya sedang asik memandangi lengannya, ketukan pada pintu membuatnya menoleh. Yoongi lekas berdiri untuk menghampiri, tetapi urung ketika mengingat ucapan Namjoon agar dirinya tetap di dalam rumah. 

Namun, ketukan dari pintu terus mengganggunya. Terlebih ketika si penggedor berseru, "Namjoon, aku membawakan apa yang kau minta. Cepat keluar. Aku tidak punya banyak waktu."

Suara ini?

Ia melangkah mendekati pintu, hanya untuk mengintip dari celah gorden jendela. Ingat, hanya untuk mengintip dan memastikan bahwa yang ada di depan rumah Namjoon adalah lelaki yang dikenalnya.

"Oh, Yoongi!" Namun, rupanya ia ketahuan. Lelaki yang ada di luar kini mengetuk jendela, menunjukkan flashdisk kecil di tangannya. 

"Ini data yang diperlukan untuk mengurus kasus. Bisa tolong bukakan pintunya?" lelaki yang semula mengetuk jendela itu berucap.

Ah, Namjoon juga sempat menyinggung tentang data dan bukti beberapa kali. Kedua benda itu terdengar seperti hal yang penting. Jadi, tanpa ragu dirinya memutar kunci, lalu membuka pintu. Seketika itu, wajah cerah milik si lelaki Jepang nampak di matanya.

"Kau di rumah sendirian?" tanyanya. Yoongi mengangguk. "Apa mereka sudah pergi untuk melapor?"

Lagi, dibalas dengan anggukan oleh Yoongi. "Ya, sejak pagi tadi," balasnya. Kagura mengangguk paham. Tangannya mengulurkan sebuah flashdisk kecil pada Yoongi.

"Karena hanya ada kau yang di rumah, tolong berikan ini pada Namjoon atau Seokjin, ya," lelaki itu berucap setengah berharap, "yah, dan aku harus segera pergi. Segera tutup dan kunci pintunya setelah ini."

"Baik."

"Bagus. Aku pergi."

Sepeninggal si lelaki Jepang, Yoongi segera masuk ke dalam rumah, seperti apa yang diperintah. Namun, sesaat sebelum dirinya hendak menutup dan mengunci pintu, sensasi sengatan listrik tegangan tinggi menjalar di seluruh tubuhnya. Membuatnya berteriak kesakitan, sesaat sebelum dirinya ambruk, dan merasa mati rasa di sekujur tubuhnya.

"K-kagura ... san?" ia melirih, berucap dengan napas terengah, ketika menyadari Kagura dengan taser yang diarahkan padanya.

"Maafkan aku, Yoongi." Kalimat yang ia dengar untuk terakhir kali, sebelum libasan pada leher belakang merenggut seluruh pengelihatan buramnya.

***

Ada banyak dari bukti yang harus ditunjukkan oleh Seokjin dan Namjoon ketika keduanya mengajukan laporan. Mulai dari foto Nigreos yang sempat Seokjin ambil, sampai dengan foto percobaan para budak yang berhasil ia dapat diam-diam. Tapi, walaupun banyak bukti yang sudah ditunjukkan, tentu harus dilakukan penyidikan untuk membuat terang tindak pidana dan menemukan tersangkanya. Aparat pastilah tidak bisa bertindak ceroboh dengan mempercayai pelapor begitu saja. Itu kata-kata yang membuat Seokjin hampir tersulut emosi.

Nampak seperti dirinya adalah pembohong saja. Heh.

Semua sudah jelas baginya. Memang, harus ditambah apalagi? Apalagi yang harus diselidiki dan apalagi yang harus dicari? Dirinya telah dengan baik hati membawa sebagian besar dari bukti ke hadapan para aparat. Ia mempermudah pekerjaan para polisi-polisi kota ini. Seharusnya mereka berterima kasih, dengan cara mempercepat pengurusan kasus, bukannya mengulur waktu seperti ini.

Lain dengan Seokjin yang nampak dongkol, Namjoon; lelaki yang pergi bersamanya nampak santai. Ia bahkan hanya diam--sesekali bergumam--ketika Seokjin mengutarakan bagaimana dirinya yang kecewa dengan pelayanan para aparat di kota ini.

"Semuanya butuh waktu," ujarnya ringan disertai helaan napas panjang. 

"Tapi sampai kapan? Sampai kapan, Namjoon!" Seokjin mendesis marah. Selanjutnya, ia menudingkan telunjuknya, tepat di depan wajah yang lebih tinggi. "Kau sama saja dengan para aparat tadi!" serunya dengan wajah memerah, tanda lelaki tingi itu benar-benar tersulut amarah.

Dan rupanya, Namjoon harus bersabar. Sebab, Seokjin yang tengah kesal akan menjadi seorang yang tidak terkontrol. Seperti saat ini, Namoon hanya memilih untuk diam ketika Seokjin mengerang kesal--menyumpahi dirinya--dan berlari menuju rumah, mendahuluinya.

Namun, dahinya mengernyit ketika Seokjin berlari berbalik. Menghampiri dirinya dengan telunjuk yang menunjuk pada satu arah. Raut wajah kesalnya menghilang, digantikan oleh gelisah dan marah yang membuatnya paham betul bahwa, ada sesuatu yang tidak beres.

"Pintunya terbuka, Yoongi hilang!" Seokjin berteriak.

"Ha?"

"Yoongi hilang, ayo segera cari! Segera cari!!" Kesal, disikutnya pinggang Namjoon dengan kuat, membuat si korban meringis kesakitan.

"Cepat! Ada batas untuk menjadi lamban, bodoh!"




To Be Continue

CYBORG - Min Yoongi ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang