2: Nigreos

580 111 37
                                    

Jauh dari pusat kota dan tersembunyi dari hijaunya desa. Tanah di bawah tanah, adalah di mana tempat ini berada. Tersembunyi dan tidak terlirik dari luasnya jangkauan mata pemerintahan.

Di dalamnya terdapat banyak teknologi yang sangat canggih, yang diciptakan khusus untuk melahirkan keajaiban dari sana. Dengan selubung kumuh dan kotor, tempat ini tersembunyi. Tempat di mana sebuah kota teknologi yang tersembunyi di balik kain kumuh berada.

"Oh, kau bangun!"

Yang terbaring mengernyit, ketika lelaki bertopi tertangkap indra pelihatnya. Ia bergegas bangun, dan tersentak ketika menyadari dirinya berada di tempat yang nampak asing.

"Tidak perlu takut seperti itu," lelaki tadi berucap, "Dr. Rooney sendiri yang membawamu kemari. Kau berada di tempat yang aman." Seakan tahu apa yang dipikirkan anak di depannya, ia melanjutkan. Lelaki itu tersenyum, ia mengulurkan tangannya.

"Aku Seokjin, temanmu mulai sekarang," ujarnya, mendeklarasikan keputusan secara sepihak. Kalimat yang membuat Yoongi tersenyum miris. Ia tidak pernah punya teman sebelumnya.

"Yoongi," ia balas berucap, tanpa punya niat untuk menjabat uluran tangan. Hal yang membuat Seokjin menggaruk pipi, kikuk. Rupanya, ia belum cukup dekat untuk bisa berjabat tangan.

***

Tempat yang Yoongi pijak, tempat yang kata Seokjin adalah rumah barunya ini membuatnya terdiam untuk beberapa saat. Terkesima. Tempat ini besar, berbentuk seperti sebuah gedung yang nampak kumuh dari luar sana. Namun, tidak akan ada yang percaya jika teknologi dikembangkan di sini. Sebab, cangkangnya yang kotor, kumuh, dan lusuh, akan terlebih dahulu membuat skeptis di khalayak. Salah satunya adalah Yoongi, yang masih tidak bisa mempercayai apa yang sekarang dilihatnya tepat di depan mata.

Seperti perkataan lelaki yang membelinya, di tempat ini ada banyak anak yang seperti dirinya dan mungkin, Seokjin adalah salah satu dari mereka. Lelaki yang memperkenalkan dirinya pada Yoongi beberapa saat lalu itu selalu memakai topi merah di kepalanya. Itu yang Yoongi tahu, dan menjadikannya kunci besar untuk menemukan Seokjin di tengah Nigreos, sebutan bagi laboratorium bawah tanah yang tersembunyi.

Seokjin mengajaknya berkeliling Nigreos sore ini. Membawanya pada ruangan pada setiap lantai bangunannya dan menunjukkan beberapa hal yang membuat Yoongi terkesima.

"Tempat ini, adalah di mana kecerdasan buatan dikembangkan."

Itu kata Seokjin. Awalnya, Yoongi tidak ingin percaya, tapi setelah Seokjin membuka topi dan menunjukkannya bukti, ia seakan ditampik untuk percaya.

"Hampir seluruh orang di tempat ini bukanlah manusia seutuhnya, begitu pun aku," Seokjin berucap sembari membuka topi merahnya. Memperlihatkan pada Yoongi benda serupa antena yang ternyata ia tutupi selama ini. 

"Aku menutupinya darimu, karena aku tahu kau akan terkejut." Lelaki itu tertawa renyah.

"Dr. Rooney orang baik. Ia memungut bocah buta warna sepertiku dan membantuku dengan teknologi dan kepandaiannya. Ia mengimplan benda serupa antena ini dalam tubuhku, dan membantuku mempelajari realitas di luar spektrum visual, lewat alat ini," katanya. 

Saat itu, Seokjin membuka pintu salah satu ruangan. Memperlihatkan padanya bagaimana pembuatan microchip yang nantinya akan diimplan dalam tubuh manusia.

"Tapi, kenapa di tempat seperti ini?"

Pertanyaan Yoongi dibalas dengan tepuk tangan kecil. "Pertanyaan yang bagus," kata Seokjin.

"Pemerintah tidak punya pandangan lurus yang sama seperti Dr. Rooney. Kecerdasan buatan hanya akan digunakan sebagai alat yang menghancurkan peradaban, itu pendapat mereka, yang berhasil menyisihkan kami ke tempat ini." Sedikit penjelasan dari Seokjin, yang menjawab sebagian dari rasa ingin tahu Yoongi.

Keberadaan Seokjin menghapus kecanggungan dengan perlahan. Lelaki yang berusia dua puluh tahun--berbeda delapan tahun dengan dirinya--itu ramah dan periang. Bibirnya selalu mengukir senyum yang justru tampak aneh di mata Yoongi. Memangnya, lelaki itu tidak lelah terus tersenyum? Bukankah terlalu sering menarik bibir hingga mendekati telinga itu melelahkan?

"Kau tidak lelah?"

"Hm?" 

"Tersenyum sedari tadi, apa tidak melelahkan?"

Ditanya seperti itu, Seokjin justru tertawa. Tawanya terdengar puas dan renyah sekali. "Kau ini lucu sekali," ujarnya sambil menepuk punggung yang lebih muda.

"Memang melelahkan, tapi aku suka melakukannya. Kau sendiri, Yoongi, banyak-banyaklah senyum mulai sekarang, oke? Aku bosan melihat wajahmu yang selalu sama ini. Terlihat hambar," lelaki itu berucap. Ia bahkan menyempatkan diri untuk mencubit sudut bibir yang lebih muda dan menariknya selebar mungkin. Membuatnya tersenyum lebar dengan paksa. Setelahnya ia tertawa puas, mengabaikan Yoongi yang sibuk mengelus pipinya yang jujur saja, sedikit sakit.

"Ayo kita berkeliling lagi! Masih banyak tempat yang harus kutunjukkan padamu." 

Ucapan Seokjin dibalas dengan anggukan patuh. Yoongi hanya mengekor di belakang Seokjin. Mengikuti k emana pun langkah lelaki itu pergi dan mendengarkan dengan seksama, ketika yang lebih tua menjelaskan tentang itu-ini.

Cukup banyak tempat yang Yoongi kunjungi, tanpa tahu jika malam sudah larut sekali. Lampu-lampu terang yang ada di tempat ini benar-benar membuatnya tidak ingat pada waktu. Kelihatannya memang masih seperti siang hari, bertabrakan dengan fakta langit hitam gelap di luar sana.

"Kupikir sudah cukup untuk hari ini." Seokjin menghentikan langkahnya. Tentu saja, yang lebih muda ikut berhenti.

"Ini sudah larut dan bocah sepertimu harus segera tidur," Seokjin berucap, menggurui. Lelaki itu mendorong bahu yang lebih muda menuju kamarnya.

"Tidurlah, bocah. Besok siang aku akan mengajakmu berkeliling lagi," ujarnya. Yoongi mengangguk patuh dan memasuki kamarnya tanpa kata. Seokjin di tempatnya menggeleng kecil.

"Omong-omong, kau belum memanggilku dengan nama sedari tadi," ia menginterupsi, menghentikan langkah yang lebih muda.

Langkahnya memang berhasil terhenti, tapi bocah itu hanya diam. Bergeming dengan menatap Seokjin penuh tanya.

"Panggil aku Seokjin. Itu namaku."

"Baiklah." 

"Ayo, ayo. Panggil namaku sekarang!" Sadar tidak sadar, ia bahkan memaksa sekarang.

Awalnya, Yoongi nampak ragu. Namun, karena Seokjin terus memaksa dengan alis yang dinaik-turunkan berkali-kali, mau tidak mau ia jadi menurut.

"Hm, Seokjin?"

"Haha, bagus! Selamat malam."




To Be Continue

CYBORG - Min Yoongi ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang