Prolog

99 19 7
                                    

Kata kebanyakan orang, cinta itu tidak harus memiliki. Tapi, kalau sudah sayang mau bagaimana lagi?

Perasaan mungkin sulit untuk ditebak, tapi ada saatnya kita harus tau bahwa sebenarnya bukan kitalah yang dicari nya.

Bagai seorang ratu, Dinda Alviana selalu saja dimanjakan oleh cowo dengan notabe ketos dan ketua genk motor. Arlan Argantara namanya, cowo dengan notabe ketos dan ketua genk motor itu memiliki paras yang tampan dan juga tinggi pastinya. Selalu memanjakan Dinda dan memberinya satu posisi untuk menduduki hatinya.

"Ayok pulang, " Dinda mengangguk. Kepalanya sedikit mendongak oleh Arlan yang memakai kan helm dikepalanya. "Rambut kamu bau! Ga pernah keramas ya? " tanya Arlan sambil menutup hidungnya. Dinda mengernyitkan dahi mengambil ujung rambut panjang nya. Dengan segera ia menghirup aromanya. Enak-enak aja tuh! Wangi stroberi pula.

"Apaan sih kak Arlan! Enak tau wanginya stroberi, wangi gini dibilang bau! " ujarnya masih sambil mencium aroma rambutnya berulang-ulang kali.

"Kalau tau wangi gausah sampai diciumin terus gitu kalik. Mending cium pipi kak Arlan. " ucapnya sambil menunjuk pipi kanan nya dengan memejamkan mata.

"Apaan sih kak Arlan modus ih! " Dinda memukul pelan pundak Arlan dan menaiki jok motornya. "Udah ah ayok pulang, Dinda capek banget. " Arlan mengangguk mengerti. Pastilah capek, siapa sih yang ga pernah ngerasa capek habis pulang sekolah. Belum lagi kalo otak nya meledak karena banyak muatan. "Pegangan." suruhnya sedikit melirik. "Gamau! Yang ada kakak malah modus nanti. " jawabnya sambil mengejek. "Yaudah, kalau jatuh jangan salahin kak Arlan. " ujarnya sembari terkekeh dan melajukan motornya.

Matahari siang hari ini memang benar-benar terik sampai terasa panas. Keringat mengicir dari tubuh hingga membasahi seragam. Sekali-kali Arlan mengusap peluh di dahinya.

"Gamau ke salon dulu nih? " ajak Arlan dengan pede nya. "Enak aja! Rambut aku masih wangi kok! " jawab Dinda sambil mencubit pelan perut Arlan.

"Aw! Aw! Sakit din! "

"Biarin wle! " ejek Dinda menjulurkan lidahnya.

"Jangan gitu, nanti jatuh gimana? "

"Kalau jatuh ya paling-paling yang disalahin itu kak Arlan soalnya kak Arlan yang nyetir motonya ga bener. "

"Bawel! " jawab singkat Arlan sambil menggelengkan kepalanya pelan.

"Idih ngambek! " goda Dinda dengan tawa renyahnya.

Lampu rambu lalu lintas nya sudah berubah menjadi warna hijau urutan warna paling bawah diantara dua warna lainnya. Arlan kembali mengemudikan motornya dengan laju sampai ia memelankan laju kendaraannya karena pundak kirinya terasa berat.

"Lah, ternyata tidur ini anak. " ujarnya sambil menggelengkan kepala setelah menepi di trotoar. Arlan tak ingin membangunkan Dinda yang nampak terlelap di dalam mimpinya. Tak habis pikir bisa-bisa nya Dinda tertidur dengan pulas hanya beralaskan bahu kirinya. Sedikit menoleh Arlan meraih kedua tangan Dinda dan melingkarkan tangan yang bisa dibilang mungil itu ke pinggang.

"Bukan modus loh ya! Ini biar kamu ga jatuh! " ucapnya setengah berbisik entah didengar Dinda atau tidak dia tidak peduli. Paling-paling suaranya pun kabur terbawa angin dan tidak mungkin menembus helm yang dipakai Dinda.

<< happy reading >>

<< happy reading >>

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
KAKTUS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang