Arlan sibuk memilih mana baju yang cocok dia kenakan untuk makan malam diluar. Pingin nya sih ke cafe, tapi Arlan tak bisa memaksa kehendak Dinda yang meminta untuk mencari warung sederhana di pinggir jalan. Katanya sih Dinda pingin melihat indahnya malam kota Bogor.
"Masa iya gue pake jas kayak gini cuman mau makan di luar. Masi mending kalau ke cafe bisa sekalian jalan, pinjem mobil nya papa. " gumamnya di depan kaca lemari. Di cobanya baju lain yang kali ini adalah kemeja kotak-kotak berwarna biru tua. "Lebih mirip pakaian formal. Masa nge date pakai baju kayak gini. " kesalnya melempar kemeja ke kasurnya. Sudah sampai bertumpuk-tumpuk pakaian di kasurnya tapi belum ada satu baju yang akan cocok dikenakannya.
"Duh, ini baju-baju gue yang ga cocok sama gue apa muka gue yang perlu di permak biar cocok sama baju-baju gue sih! " gerutunya kesal memilih duduk di kasur.
"Ya ampun Arlan! Berantakan banget kamar kamu!" dibuat kaget Arlan dengan segera berdiri mendorong mamanya dengan lembut. "Mama keluar dulu, Arlan ga pake baju! " pekiknya langsung menutup pintu kamar. "Eh, Arlan! " panggil Resti-mama Arlan dari luar. "Apa ma, bentar Arlan pakai baju dulu. Malu! " katanya.
"Kayak dulu kamu kecil udah bisa pakai baju sendiri aja, Lan. " kekeh mamanya dari luar kamar. Arlan memutar bola matanya dengan segera mengenakan satu kaos kebesaran berwarna hitam dengan celana pendek se dengkul saja.
Dikibaskannya rambut sebelum membuka pintu. "Mama kenapa tumben kesini. " tanya nya.
"Udah ganti bajunya? "
"Apaan sih ma, malu tau Arlan riba-tiba mama buka pintu gitu aja. " Resti tertawa pelan. "Kamu kenapa kamar kayak kapal pecah kayak gini? Baju di atas kasur bertumpuk-tumpuk kayak gitu. Kan mama udah ajarin kamu buat rapiin kamar sendiri. "
"Udah ngomel nya, ma? " Resti menatap tajam anaknya. "Iya, iya ma santai dong. " Arlan mengangkat kedua tangannya bagai seorang tawanan.
"Arlan mau jalan sama temen, tapi gatau mau pakai baju apa. " jelasnya masih bersikap bingung. Mamanya mendelik, "Pacar ya? Kok ga bilang sama mama kamu udah punya pacar? " mendengar kata pacar Arlan langsung menempelkan tekunjuk nya ke bibir nya sendiri. "Jangan keras-keras ih bilang nya ma, Arlan ga punya pa-"
"Arlan punya pacar? " seseorang mengejutkan keduanya. Arlan menepuk dahi. Pasti dia akan digoda habis-habisan oleh papanya yang satu ini.
"Apaan sih pa, dateng-dateng bilang pacar-pacar. Mana pakai nyebut nama Arlan lagi. "
"Iya pa, ini loh katanya Arlan mau jalan sama temen tapi bingung mau pakai baju apa sampai kamarnya kayak kapal pecah. Ga mungkin kan kalau cuma temen biasa," papanya celingukan melihat kondisi kamar anaknya sebelum menggeleng.
"Bukan anak papa. " ujarnya sambil menggelengkan kepala.
"Bukan anak mama juga. " timpal Resti sambil menggelengkan kepala.
"Lah terus Arlan anaknya siapa?! " dibuat bingung Arlan mendengus kesal.
"Pokoknya bukan anak papa. " goda Firman-papa Arlan sambil berpaling pergi menjauh.
"Bukan anak mama juga! " lanjut mamanya yang menyusul pergi menjauh.
"Idih, bukannya bantuin anaknya cari baju buat jalan sama temennya malah di bilang bukan anak nya! Laknat banget jadi orang tua. " kesal nya sembari menggerutu.
"Papa masih denger loh, Lan! " pekik Firman dari jauh.
"Eh buset, masa kedengeran. MAAF PAH! " dengan segera Arlan menutup pintu kamarnya nya.
Di depan kaca dia terdiam sejenak. Terlintas dipikirannya outfit yang dia pakai sekarang cocok juga, "Tinggal cari celana nya aja, masa iya pake celana pendek kayak gini mau jalan ama Dinda. " Arlan mengorak-arik tumpukan baju-baju nya lagi dan mengambil satu celana jeans berwarna hitam.
"Nah kan cocok, keren kan gua. " ucapnya dengan bangga. "Kok gue semangat banget sih! " baru sekarang dia bingung. Ga biasanya Arlan semangat kalau jalan apalagi sama cewe.
"Masa bodo! " Arlan melirik jam analog di tangan nya.
"Anjir udah jam delapan! Kemaleman nanti. " dengan satu gerakan Arlan melesat keluar dari kamar.
Brak
Lupa kalau tadi dia menutup pintu Arlan terbentur begitu saja.
"Arlan! " pekik Resti yang disusul kepanikan Firman. Arlan bangun dari tempatnya sambil mengusap dahi nya. "Kamu gapapa? " cemas Resti mengusap rambut Arlan. "Gapapa itu ma," timpal Firman. Yang sakit siapa yang jawab siapa, "Sakit lah, ma. " jawabnya sambil mengusap pelan darah yang sedikit keluar dari dahinya.
"Bisa-bisa nya gitu loh pintu diem aja kamu tabrak! " kata Resti menggelengkan kepala.
"Ya mana Arlan tau, ma. Siapa sih yang suruh bikin pintu disitu." balik jawab Arlan. Firman datang membawa plester luka dan menyerahkannya ke Resti. "Mama pakai in ini dulu biar darahnya juga ga ngalir terus. "
"Apaan sih ma, ga sakit juga. " bohong Arlan. "Kalau kamu amnesia papa gamau tanggung jawab. " Firman buka mulut. "Lah kok gitu, pa?"
"Anak papa bukan anak yang petakilan. " jawab singkat papanya sambil terkekeh. "Bukan anak mama juga sih. Mama kan kalem" timpal Resti sambil memasangkan plester luka.
"Idih, kalau bukan anak papa sama mama anak siapa dong. "
"Anak kamu tuh. " goda Firman mencolek pundak istrinya. "Buat nya juga bareng sama kamu. " jawab Resti. "Ga pernah aku buat anak kayak dia. " jawab Firman sambil menunjuk Arlan. "Ya pokoknya yang buat kita berarti Arlan anak kamu juga." Firman mengangkat tangannya.
Arlan menyalimi punggung tangan mama dan papanya. "Mendingan Arlan jalan, udah telat. Kalau mau debat Arlan anak papa apa mama lanjutin nanti aja. Telinga Arlan masih suci. " pamitnya sambil berdiri langsung melesat pergi lagi.
"Arlan! Tuh kunci motor kamu ketinggalan. " panggil mamanya lagi membuat Arlan balik putar arah dan menyambar kunci motor di meja belajar nya. "Hehe, makasi, ma. " ucapnya mendapat celengan dari Resti dan Firman.
"Assalamu'alaikum!! " pamit Arlan berlari cepat.
"Waalaikumsallam. Awas nanti nabrak lagi! " khawatir Resti.
"Anak kamu tuh! "
"Anak kamu juga! " timpal Resti.
<< to be continued >>
Terus pantau (KAKTUS) dan kawal sampai end
Spam komen for update new chapter
dan
Jangan lupa vote nya!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
KAKTUS
Teen FictionKAKTUS (Kakak Adik Tanpa Status) Gimana sih rasanya ditreet atau diperlakukan sebagai ratu oleh seseorang yang kalian suka? Tapi sayang nya dia hanya anggap kamu sebatas adiknya saja. So, sad. Begitulah yang dialami seorang gadis bernama Dinda Alv...