"Dahi kakak kenapa? " cemas Dinda melihat ada plester luka yang menempel di dahi Arlan. Tangannya yang usil menyentuh luka itu, "Jangan dipegang, sakit tau. " Dinda nyengir sambil mengerjapkan mata. "Ya maaf kak, tapi masa gitu doang sakit sih? "
"Ya kamu coba dulu deh kebentur pintu. Sakit ga menurut kamu? " Dinda memejamkan mata membayangkan. "Ya sakit sih, berdarah gak? " Arlan menggelengkan kepala. "Berdarah, Din. Banyak banget sampai darah nya tumpah-tumpah ke lantai! " Dinda memejamkan mata dan menutup telinga tak mau mendengarkan cerita Arlan. "Ih kak udah, ngeri banget. Masa iya sampai tumpah ke lantai darah kakak? Yaudah mending aku panggil bunda buat anter kakak ke rumah sakit bareng aku sekalian ya kak! Gausah jalan mendingan bawa kakak ke RS aja. " panik Dinda yang hampir benar-benar teriak memanggil mamanya-Yoola.
"Eh, eh, kakak cuma bercanda, sstt!! " Arlan membekap mulut Dinda sampai-sampai tubuhnya ikut tertarik dan masuk dalam dekapan nya.
"Eh, maaf. " ujar Arlan mengibaskan tangannya. Dinda yang mulai blushing menelan salivanya susah payah. Benarkah dia di dekap Arlan tadi?
"Yaudah ah, ayok berangkat. Kakak udah laper. " ajak Arlan langsung memakaikan helm di kepala Dinda.
"Pelan-pelan ih makein nya, rambut Dinda nanti rusak. "
"Iya tuan putri. " ucap Arlan sambil mengangkat dagu Dinda. "Manis banget sih. "
"Iya dong manis, Dinda kan kayak gulali, " katanya.
"Masa gitu? "
"Hu um," jawab Dinda menganggukkan kepala.
"Yaudah yuk berangkat. Pegangan ya, peluk kakak kayak waktu pulang sekolah tadi gapapa kok. " Dinda memukul pelan punggung Arlan, "Apaan sih, modus terus kak Arlan. " Arlan terkekeh di tempatnya.
Dinda menaruh dagunya di bahu kiri Arlan lagi. Entah kenapa rasanya nyaman aja kalau dagunya dia taruh disitu. Berasa semilir angin dan lebih jelas buat dengerin suara Arlan yang terkadang kabur kebawa angin.
"Mau makan apa? " tanya Arlan yang sudah menepikan motornya di trotoar. "Dinda mau makan yang manis-manis. " celetuk Dinda.
"Kenapa ga ke cafe aja sih, kan enak banyak yang manis-manis. Kalau di sini susah cari nya. " pipi Dinda mengembang geram. "Enakan di sini kak, suasananya damai, angin malam nya pun semilir. Lagipun kalau makan dipinggir jalan gitu kan bisa romantis. " jawab Dinda sambil menggigit bibir bawahnya takut salah bicara karena Arlan menaikkan satu alisnya.
"Romantis? Emang kamu siapa. "
"Ih kak Arlan! Bukan romantis yang pacaran gitu. Maksud Dinda itu romantis kakak adik gitu. "
"Emang ada romantis kayak gitu? "
"Kayaknya sih ga ada, orang Dinda aja ngarang. Udah deh, ayok cari makan keburu kak Arlan laper nanti Dinda jadi korban nya. " kata Dinda sambil mendelik.
"Korban apa? " tanya Arlan.
"Korban pembunuhan! Nanti Dinda dimakan sama kakak. " jelasnya sambil bergidik ngeri.
"Enak aja! Kak Arlan ga se sadis itu kalik. Lagi pun juga kakak ga doyan (suka) daging kamu, pasti rasanya pahit. " jawabnya sambil menjulurkan lidahnya dan kembali mengemudikan motornya.
Memang benar malam ini angin begitu semilir. Malam ini juga membuat perasaannya terasa damai. Banyak pedagang kaki lima yang menjajakan dagangannya nampak ramai sekali.
"Kak Arlan stop! " karena kaget Arlan mengerem motornya dadakan. "Apaan sih! Kalau mau berhentiin itu ngomongnya pelan jangan dadakan. Nanti kalau jatuh, masuk rumah sakit siapa yang repot. " omel Arlan panjang lebar. Dinda memutar bola matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAKTUS
Ficção AdolescenteKAKTUS (Kakak Adik Tanpa Status) Gimana sih rasanya ditreet atau diperlakukan sebagai ratu oleh seseorang yang kalian suka? Tapi sayang nya dia hanya anggap kamu sebatas adiknya saja. So, sad. Begitulah yang dialami seorang gadis bernama Dinda Alv...