[8] heather

1K 328 38
                                    

I still remember the 25th of April, me in your sweater

You said it looked better on me than it did you

Aku berada di ruang tunggu. Kata perawat ini sudah sore, dan semua pemeriksaan telah selesai. Sisa menanti kedatangan Jeno menjemputku, dan pulang lagi ke rumahnya.

Dokter gak memberitahukanku hasilnya sekarang. Katanya nanti akan ada kiriman ke alamat Jeno. Aku harap semuanya bisa berjalan lancar.

Tiba-tiba ada tangan yang mengusap puncak kepalaku. "Udah selesai?"

Aku tersenyum, itu Jeno.

"Aku lama ya?"

"Enggak, kamu tepat waktu."

"Kamu gak nunggu lama kan?"

Aku menggeleng, berbohong sedikit. "Gak kok."

Jeno mengangkat tanganku untuk bangkit, kemudian merapikan sweaternya yang bertengger di tubuhku. "Kegedean."

"Gakpapa, nyaman kok."

"Yakin?"

"Iya."

"Kamu jadi lucu sih pakai punyaku."

"Gak deh."

Dia tertawa. "Yaudah, kita pulang sekarang?"

Aku mengangguk.

Jeno pun membawaku keluar dari rumah sakit, berjalan menuju gerbang untuk selanjutnya menuju halte. Sebelum mencapai gerbang, Jeno berkata, "ada bunga kecil."

"Dimana?"

"Samping kiri kamu. Tau heather gak?"

Aku menggeleng.

"Kayak semak-semak gitu tapi ada bunga kecilnya, imut."

"Ah, gitu ya."

"Tapi heather itu juga termasuk slang, artinya primadona."

"Hm kayak kamu ya?"

Jeno tertawa kecil. "Kok aku?"

"Dari suara kamu, kamu itu kayaknya bukan orang biasa."

"Kamu cenayang ya."

Aku terkekeh. Jeno lucu banget tiap waktu.

Walks by

What a sight for sore eyes

Only if you knew how much i like you

Tanpa alasan yang jelas, Jeno mengarahkan tanganku untuk melingkar di tangannya. Bukan lagi menggenggam, tapi aku yang memeluk tangan tebalnya.

"Kenapa?"

"Tanganku yang ini lagi dingin aja, pengen hangat sedikit."

Aku tersenyum dan mengeratkan dekapan pada tangannya. Kami menunggu kedatangan bus di halte, menikmati kicauan burung-burung yang melewati udara di atas kami.

Perlahan suara mesin berat datang, Jeno mengarahkanku lebih dulu naik ke dalam bus. Selepas itu dia mendudukkanku sebagai prioritas lagi di sebuah kursi.

"Kamu gak duduk?"

"Duduk kok."

"Tas kamu sini aja."

"Kenapa?"

"Biar kamu gak kesempitan, aku aja yang pangku."

"Oke deh kalau kamu mau."

Aku riang menyambut tas ranselnya di atas pahaku. Setelah itu aku memeluk tasnya Jeno dan mendiami perjalanan masih mengukir lengkungan. Aku diam, membiarkan Jeno beristirahat dari obrolan.

Tapi dia malah menarikku untuk meletakkan kepala ke atas bahunya. "Perjalanannya bakalan lama, kamu tidur aja dulu."

Apa ya? Aku menjadi mudah menuruti ucapannya sekalipun aku sama sekali gak ingin menyulitkan dia. Lee Jeno terlalu baik untuk aku, mengakibatkan aku bertekad memiliki harapan untuk membalas kebaikan dia.

Dalam kepulangan kita kali ini, aku diminta bersandar dan mengambil sedikit istirahat. Tasnya masih ada dalam pelukanku, membawaku dalam kenyamanan dalam kesederhanaan.

Lee Jeno, aku gak akan bosan untuk mengatakan ini. Tapi makasih ya, makasih karena kamu telah ada.

Kamu itu seperti karunia terindah meski sampai detik ini aku belum bisa melihat wajah kamu.

SINCERELY ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang