[14] without me

1K 337 39
                                    

🎶 Bunga Maaf - The Lantis

Bahkan ketika kamu ditinggalkan karena sebuah alasan, itu akan tetap menyakitkan. Lalu bagaimana dengan ditinggalkan tanpa alasan sama sekali?

Itu tak jauh berbeda dengan membunuh kepercayaan yang dibangun cukup perlahan, walau kulit ini bahkan tak saling menyentuh sedikit pun.

Aku tahu, rinduku mungkin tak akan berharga untuknya. Namun mau bagaimana pun juga, dia akan tetap menjadi angan yang berarti di dalam jiwa dan ragaku.

Seraya melangkah dalam serpihan pemikiran menuju rumah kami, aku hanya mampu menatap hampa pada sepasang sepatu putihku yang menjadi alas tapakan kaki ini.

Walau aku sudah berulang kali menolak bantuan Lee Haechan, tetapi pria itu tetap saja menjalankan tugas yang diakuinya sebagai dasar permintaan sahabat baiknya.

"Kamu tidak usah khawatir soal uang sewa rumah ini." Kata Haechan seraya meletakkan koperku di depan pintu. "Kamu tidak usah cemas tentang hal lain selain dirimu sendiri."

Kupilin kedua ujung jaketku tanpa menatap Haechan.

"Kamu tak apa jika tinggal sendirian?"

Aku mengangguk. Lebih baik begitu.

"Beri aku kabar ya jika kamu membutuhkan sesuatu."

Aku meraih gagang koper itu dari. "Ya, Terimakasih."

"Istirahat saja dulu, perjalanan dari rumah sakit lumayan lama tadi."

Aku mengangguk lagi, lalu berpamitan dengannya untuk beranjak ke dalam rumah, menemukan hampanya dunia kecilku tanpa kehadiran Lee Jeno. Aroma yang melekat di tubuhnya masih menggerayangi tempat ini, sukses menusuk batinku yang hendak melupakannya.

Sudah sekian hari berlalu, dan dia benar-benar tidak muncul. Sosok yang selalu menemani dan menghiburku di kala duniaku sedang padam, kini menghilang tanpa arah dalam nafasku.

Aku sedih, aku terpuruk.

Kujauhi pintu rumah dan kesunyian yang sungguh menyambutku dengan. Membawa segala bayang-bayang kenanganku dan Lee Jeno yang semakin merebak menggerogoti jiwaku.

Aku sakit, Lee Jeno. Dan kamu yang menciptakan rasa sakit ini.

Begitu tiba di dalam kamar yang kecil kami, aku menyadari bahwa pada akhirnya aku dapat melihat tempat di mana tempo hari kami selalu menghabiskan waktu dengan canda dan cerita masing-masing. Gitarnya yang berwarna merah kecokelatan masih ada di sana, bahkan jaket denim yang pernah menghangatkan ragaku itu masih menggantung di sisi dinding.

Malam yang menyeramkan kala itu bahkan tak luput dari ingatanku, namun entah untung atau sialnya, memori kebahagian kami lebih mendominasi.

Tiba-tiba pandanganku menemukan sesuatu yang bertengger di dinding kamar. Selembar foto yang mengabadikan momen Jeno bersamaku di tempat kerjanya.

Sontak satu tanganku menepuk dada, merasakan tusukan yang terbelenggu angan tak terlihat akan kenangannya. Kututup mulutku agar tak mendengar isakan sendiri, agar tak menyadari betapa menyedihkannya diriku saat ini.

Secara tak sengaja aku menyentuh sesuatu tatkala mendaratkan tubuh di atas ranjang. Sebuah buku tebal, lebih mengarah pada sebuah kotak kenangan yang menyiratkan banyak pesan.

Kuberanikan diriku membukanya, menemukan lebih banyak gambar diriku yang diabadikan langsung oleh Jeno tanpa sepengetahuanku. Di stasiun, di rel kereta terbengkalai yang selalu kami lewati saat pulang dan pergi, di kafe tempatnya bekerja, bahkan saat tubuhku terlelap di rumah kami.

Aku pernah seberuntung itu dipertemukan oleh pria sepertinya.

Bahuku terguncang bukan main, ingin meraung namun suaraku sulit meluncur.

Jeno, aku bahkan belum melihat wajahmu secara langsung. Namun mengapa kamu membiarkan kita harus berpisah seperti ini?

Aku belum pernah mengucapkan terimakasih atas genggamanmu, bagaimana caramu menjelaskan padaku tentang dunia di sekitar kita setiap waktu. Keindahan yang selalu kamu bagikan, kebahagian yang selalu kamu berikan.

Kubaca sebuah pesan yang terselip di bagian tengah buku ini, menambah cemas akan isak yang menghantui.

"Aku ingin mengucapkan terimakasih karena telah mempercayaiku. Kamu, si gadis manis yang selalu bersemangat dan bersiap menemani untuk menyelamatkan hari-hari suramku.

Euna, baik-baik dan senang selalu ya.

Dunia dan aku akan selalu menyayangi kamu.

Sincerely, Jeno."

Kamu yang selalu meminta agar aku tak melupakan kamu, itu akan selalu kulakukan sebagai rasa terimakasihku. Kamu yang selalu memintaku menunggu, itu akan selalu terjadi, Lee Jeno.

Walaupun kamu akan sulit untuk kembali sekadar untuk melihatku, begitu pula sebaliknya.

Bisakah aku menghabiskan waktuku untuk menantimu, duniaku?

Bisakah aku menghabiskan waktuku untuk menantimu, duniaku?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sincerely.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang