[13] he's gone

1K 341 67
                                        

"Baik, Euna. Sekarang kita mulai buka perban di mata kamu, ya?"

Aku mengangguk, menanggapi ucapan dokter yang semakin meningkatkan pacuan pada jantungku. Tanganku kian erat menggenggam tangan Jeno yang sedari tadi hanya diam, seolah tak mengizinkanku untuk lebih takut daripadanya.

Kulipat kedua bibirku, merasakan beberapa tangan yang begitu lembut membuka penutup berwarna putih ini.

"Jeno, aku takut."

Dia masih henyak.

Aku semakin mengeratkan tangan, yang ikut dibalas dengan erat dan hangat olehnya.

Hening, hanya bunyi dentingan jam dinding yang terdengar di sini. Bungkamnya Jeno membuatku cukup khwatir, entah karena apa.

Detik demi detik berlalu, cahaya yang sekadar temaram, kini bertambah menyinari menyinari manik mataku dalam pandangan sedikit berdebu.

Samar-samar aku mulai melihat bayangan manusia-manusia di sekitarku, hingga saat yang kunanti-nanti pun tiba. Saat di mana aku mulai menemukan sosok pria yang duduk tepat di hadapanku.

Ia tersenyum, bersama dokter yang sudah berjuang membantuku.

"Jeno."

Dia sama saja, diam, dan hanya tersenyum.

"Jeno."

"Kamu mengira aku adalah Jeno?"

Tak!

Reflek kulepas kedua tangannya, lantas menjauh begitu mendengar suaranya yang tak sama dengan suara milik Lee Jeno.

"Kamu Haechan."

"Iya, aku bukan Jeno."

"Jeno mana?"

Haechan tersenyum lagi, mengundang segala gejolak dalam dadaku. Aku sudah berjanji untuk melihat Jeno sebagai orang pertama yang kulihat setelah perban ini dibuka.

Namun, mengapa malah orang lain yang muncul dan bukan dirimu, Lee Jeno?

"Apa Jeno masih bekerja?"

Haechan tak menjawab, membuat para petugas medis dan dokter berpamitan keluar dari ruangan ini.

"Tolong jawab aku, ke mana Jeno?"

Haechan menunduk, berdehem sesaat. "Euna, maaf ya. Aku hanya diminta untuk menemaninu, mengantarmu pulang."

"Aku tanya, mana Lee Jeno?"

"Please—"

Pria ini hendak meraih kembali tanganku, tetapi segera kutolak dan menunggu jawaban yang kuinginkan dari pertanyaan yang sama.

"Mungkin kamu tidak perlu carinya lagi."

Rautku semakin tak terkendali, aku rasa Haechan hanya bercanda.

"Sekarang dia sedang berusaha kembali dengan kehidupan dia yang lama, Euna."

"..."

"Tugasnya untuk menjagamu sudah selesai, sekarang waktunya dia berjuang untuk dirinya sendiri."

"..."

"Jadi tolong, kamu ingat pesan ini. Jangan pernah berharap apapun lagi dari dia, apalagi sampai berharap dia kembali."

"..."

"Dia tidak ingin kamu sakit, itu saja."

Bahuku terjatuh, terperanjat dengan penuturan Haechan.

Tidak, ini tidak mungkin. Aku tak akan percaya siapa pun selain Lee Jeno. Seumur hidupku, dia berjanji tak akan pernah pergi selagi aku selalu menunggunya.

Aku berusaha menenangkan diri, melihat ke arah sekitar.

Terdapat sebuah cermin yang menunjukkan kehadiran saat ini, menunjukkan wajah yang sudah telah lama tak jumpai.

Ya, itu wajahku sendiri.

Perlahan buliran air ini menggenangi pelupuk mataku yang baru saja kembali normal. Tuhan, apa maksud dari semua ini jika saja Haechan memang berkata jujur?

Ah, tidak.

Ini masih siang, aku masih punya banyak kesempatan untuk memastikan semuanya. Ucapan Haechan tak mungkin benar, aku harus teguh pada pendirianku.

But yeah. You're allowed to change your mind at anytime about anything, and anyone.

Jeno akan kembali, bukan? Dia akan menemaniku malam ini lagi, bukan? Dia tak akan membiarkanku sendiri dan sedih, aku yakin itu.

Aku meminta Haechan untuk menjauh, aku hendak mengistirahatkan diriku. Aku tak tahu mengapa, aku menjadi lelah akibat alibi yang dilontarkannya beberapa menit yang lalu.

Lambat laun aku berbaring, menatapi langit-langit kamar dengan upaya adaptasi pada penglihatan baru ini. Kedipan mataku yang mulai berarti menjadi sangat hampa, karena Jeno tak kunjung datang menemani suka cita ini.

Aku merindukan suaranya.

Sincerely.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang