[16]

787 158 15
                                    



Temaram memadamkan ribang, menyuguhkan kenangan perbait yang pupus perlahan. Habis pilu. Hingga tercipta delusi yang membimbing kebinasaan.








_

______

Helaan nafas kasar lagi-lagi Lucas lakoni. Tatanan rambutnya nampak begitu berantakan, manifes ia usak peralihan rasa gundah. Lucas persisten abstain, wajahnya kian memias. Menatapi sang adik yang memberikan tatapan kosong keluar jendela.

Raga di tempat, namun jiwanya melanglang buana. Bukan perkara kelabilan seorang Huang Renjun, trauma Renjun yang menjadi klausa sang adik lagi-lagi kehilangan jati diri.

“Njun?”

Renjun tetap tidak menunjukkan pergerakan. Lucas mendesah beringas; manifes frustasi yang kini meliputi diri. “Njun, gege tidak ingin kau merasakan sakit yang kesekian kalinya. Tolong jangan seperti ini.”

Bariton serak terdengar begitu pilu, lirihan yang Lucas dedahkan nyatanya berkapasitas menarik atensi Renjun. Tangis Renjun kembali pecah, menyaksikan sang kakak yang sama terpuruk seperti dirinya. Lagi-lagi karena perangainya.

Renjun sadari bahwasanya ia begitu menjunjung keegoisannya demi hal semata. Renjun ingin kembali, mengulas dan menjalani dengan ikhlas tentangnya dan Jaemin yang ia hentikan sepihak.

“Ge,”

Demi kalpataru yang tak lagi terbasuh oleh do'a. Renjun bersuara. Lucas mendekat, menangkup wajah Renjun dengan kedua tangannya. Menghapus jejak-jejak aliran air mata. Binaran netra Renjun meredup.

Detik berikutnya, tubuh Renjun telah berada pada dekapan nyaman sang kakak. Terbalut dengan penuh kasih sayang seorang kakak. Renjun setidaknya sedikit mengucapkan syukur akan kehadiran Lucas, ketabahan Lucas dalam menghadapi lika-liku kehidupan binaannya.

Lucas tidak akan membahas apapun lagi mengenai Jaemin ataupun Jeno. Ia hanya akan menunggu sampai Renjun siap bangkit lagi. Sampai Renjun berani menanggalkan sakitnya dan lebih mampu mengaktualisasi diri.

Renjun tertidur pulas, seandainya Lucas memahami sejak awal jika sang adik hanya butuh dari sekedar tumpuan. Namun, ia konklusikan kembali jika memiliki Lucas disisinya seharusnya Renjun merasa cukup.

Lucas mengelus kepala sang adik, meraih tisu dan mengusap pada bagian wajah hingga leher Renjun yang telah berbanjir keringat. Dirasa cukup, dibawanya Renjun menuju Ranjang. Meletakan dengan penuh kehati-hatian, takut seketika Renjun terbangun.

Kedua tangan Lucas terkepal, ia disambangi pikiran. Amarahnya kembali memuncak, penaka entitas dengan kesabaran telah diambang batas. Lucas bangkit, mengatur nafasnya yang memburu.

Dering panggilan mengalihkan atensinya, dengusan malas sedikit ia lontarkan sebelum pada akhirnya menerima panggilan tersebut.

“Aku dibawah. Tolong bukakan pintu.”




















Tiga entitas saling lempar beda tatapan. Lucas menatap kedua tamunya dengan sorot jengah. Penaka telah memahami maksud dan tujuan kedatangan sang tamu pada kediamannya.

Mark, selaku tamu, berdehem berusaha mencairkan atmosfer. Dua entitas lainnya terpantik untuk menoleh.

“Aku minta maaf.”

Tidak ada balasan yang berarti dari konversasi yang Mark tuturkan. Jeno menatap Lucas dengan sendu. Perasaan bersalah menggelayuti dirinya. Berhari-hari mengkalkulasikan probabilitas konformitas dan konfrontasi yang terjadi pada saat menyampaikan afirmasi.

Aubade - Jaemren [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang