[5]

1.4K 241 60
                                    

Terlalu riskan untuk patuhTerlalu bodoh untuk lariKaleidoskop dalam pikir bersikukuh,Kausa kita t'lah mencetak histori

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terlalu riskan untuk patuh
Terlalu bodoh untuk lari
Kaleidoskop dalam pikir bersikukuh,
Kausa kita t'lah mencetak histori

—kolong memori—

Ekspedisi anekdot dengan tajuk 'kita' sukar tuk di lupa, menjajakan histeria dan ironi yang berkutik sejalur sejalan.



__________________________
Ada masa dimana keadaan mampu membalikkan perasaan. Rasa hati, mengapung dengan dosis kapabilitas ruang hampa yang persisten tumpang tindih dengan realitas.

Kita, kita adalah sebuah entitas yang pernah bersatu dengan standar kasih sayang yang sama. Atau, bisa jadi satu di antara kita memiliki kapasitas transenden mengenai perasaan hingga tak mampu lagi tertampung oleh diri.

Kenapa harus ada kita? Jika hanya aku yang masih bertahan di sisa-sisa asa yang pernah terkungkung dalam bentang nyata?

Kenapa kamu telah mendapati ketenangan? sedangkan aku, aku masih berdiri dengan kokoh dan terus menjalankan dengan ihklas tentang kita yang kamu hentikan sepihak.

Serpihan kiasan terbentang gigih berani, memandati lajur kausalitas bahwa pergi mu, sudah pasti karena aku.

____________________________



Diremasnya selembar kertas yang berisi tulisan-tulisan yang merepresentasikan isi hati tersebut dengan kuat. Setelah puas meremat, tangan kanannya beralih meraih pemantik api yang tanpa sengaja memang selalu di bawanya kemana pun.

Di buka kembali selembar kertas kusut tersebut, dan segera memantik api kecil dari korek pada genggaman, ia menyulut api pada sudut kanan bawah dari lembar kertas. Dalam sekejap, kertas yang telah ia remat hingga kusut telah hangus beserta curahan isi hati melalui tulisan indah nan rapih yang tertulis disana.

“Siapa yang berani menyakiti bungaku hingga nampak layu dari luar?” lirihnya mendedah hening.

“..., Bodoh.”




“Aku akan menjadi air, supaya bungaku tetap terjaga keindahannya, dari luar maupun dari dalam.”

“Ku sirami Renjunku dengan kasih sayang tak terhingga—,” geplakan pada kepala di terima. Keterkejutan menjadi keadaannya saat ini.

“Terus sirami Renjunmu hingga basah kuyup dengan sayang memuakkan milikmu, Na!” cibir si pemilik tangan ringan pukul itu. Ditatapi nya abu kertas yang berserakan di lantai dengan iba.

“Malangnya tulisan berharga milik si Huang yang sudah berpindah tangan,” ia akhiri kalimatnya dengan kekehan ringan. Antara iba dan senang melihat teman sekaligus bosnya telah melangkah maju memerangi benteng pertahanan dari pemuda Huang.

“..., Kau yakin, dia sungguh gay?” Haechan melemparkan kalimat tanya dengan intonasi yang terkesan hati-hati. Takut jika tanpa sengaja menyinggung perasaan Jaemin.

Aubade - Jaemren [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang