[2]

2K 317 49
                                    

Kiasan masalalu membentang ragu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kiasan masalalu membentang ragu.
Adakah syahdu selain rindu?








"Kau pembunuh."

"Harusnya kau ikut mati bersama dengan pria itu."

"Tidak. Lebih baik kau hidup berdampingan dengan rasa bersalahmu."

"Bukankah lebih baik jika kau mencari dambaan hati lain?"

"Kau tau kan jika ini tidak nyata?"

"Kau buruk, pengecut dan pembunuh."

"Abaikan. Dan minum obatmu."

"Mati saja."




















Seruan pada isi kepalanya berakhir diikuti dengan suara tawa yang menggelegar. Apalagi keadaannya kini sudah tidak bisa di sambut dengan kata rapih. Kacau.

Pisau lipat pada genggamannya pun ikut bergetar. Renjun Tremor. Dan ini selalu terjadi jika rasa cemas dan takut mulai menginvasi diri. Diikuti suara-suara aneh yang selalu bersahutan.

Selalu menyerukan kalimat yang sama.

Kematian.

Tetesan darah menjadi corak baru di lantai. Mengantarkan rasa kebas pada lengan kiri. Satu luka sayatan yang cukup dalam ia biarkan menganga.

Ia benci suara-suara yang selalu bersahutan dan bahkan dirinya tidak bisa membedakan jika itu nyata atau hanya sekedar halusinasi nya.

Mereka tidak mau berhenti jika ia tidak melukai diri terlebih dahulu.

Dan Renjun benci itu.

Mengapa ia harus mengalami ini?

Tapi, Jika di ulas kembali, ini lebih baik untuknya. Biarkan ia hidup dengan lingkup penyesalan dan derita.

"Aku berdosa, Jeno,"

Deritan pintu yang terbuka terdengar, menampilkan pemuda dengan kemeja hitam memasuki kamarnya. Renjun hanya mendongak kemudian menunduk kembali.

"Aku membawa makan malam," ucapnya mendedah konversasi. Pemuda itu belum menyadari kondisi Renjun. Terlihat dari gerakannya yang masih menyusun makanan yang di bawanya dengan santai di atas meja.

"Ayo mak- Njun! Kamu kambuh?!" seruan panik ia dengar setelahnya.

Pemuda itu Lucas, Huang Lucas. Kakak kandung Renjun. Berlari menghampiri keberadaan sang adik yang menatapnya tanpa berkedip.

"Ayo, tenang dulu."

Ia bawa tubuh sang adik untuk mendudukkan diri di atas ranjangnya, kemudian meraih kota obat yang sengaja diletakkan nya pada laci nakas, dan mulai mengobati tangan luka Renjun seraya meringis.

Aubade - Jaemren [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang