Kamar yang menampakkan suasana dominan menjadi saksi perbuatan gila sosok keluarga braxga. Kasur king size menjadi perantara mereka berdua, Alston menatap wajah putra bungsu nya yang belum terbangun dari kesadarannya tanpa ekspresi. Pipi yang sedikit menimbulkan semburat kemerahan membuat dirinya semakin lamat menatap wajah itu. Dengan gerakan lembut alston mengusap pipi bakpia milik putranya.
Merasa sudah puas, Alston memilih untuk berdiri dari kasur, membuka laci nakas yang terletak tepat di samping kasur. Dengan serigaian yang tercetak Alston mengambil sebuah suntikan beserta botol kaca kecil berisi darah yang menjadi korban nya hari ini. Perlahan jemari lentik itu menyibak kaos yang dipakai oleh putranya. Kemudian menyuntikan nya ke lengan yang tak terlapisi oleh kain, ringisan terdengar dari bibir cherry plum akibat suntikan dari sang ayah.
Setelah selesai, dengan senyuman merekah, pria berkepala empat itu menaruh suntikan beserta botol kaca kecil kedalam laci meja. Kemudian membaringkan tubuhnya tepat di samping kelinci miliknya, tatapan bak predator beralih kearah tangan yang dirinya patahkan. Putranya tidak boleh terluka karena permainan sialan itu.
Kejam? Alston terkekeh. Braxga selalu melatih keturunan mereka agar bersikap seperti ini, setiap wanita yang menyandang gelar nyonya braxga akan berakhir tragis setelah mereka merasa puas memiliki keturunan, pengecualian untuk Alesha istri kecil nya. Sialnya jalang itu membawa miliknya pergi jauh darinya. Alston berdecih seharusnya sekarang dia akan bersenang-senang menikmati alunan teriakan indah dari alesha.
Dalam tidur axel membalikan tubuh nya menghadap dinding, melihat hal itu alston bergerak mengambil dua buah guling untuk mengganjel tubuh putranya.
***
Sinar matahari memasuki sebuah ruang kamar, axel remaja itu menggeliat dalam tidur, perlahan demi perlahan mata hitam itu mengerjap, aaron menatap adik nya dengan datar. mata axel kini terbuka lebar, muka bantal nya tidak mempengaruhi ketampanan dan keimutan dari wajah itu.
Callix yang semula bersender tenang di dinding segera mendekati sang adik. Callix menggendong adik kecilnya ala koala. Mendapati perlakuan yang tidak terbiasa membuatnya terdiam sejenak. ingatan kejadian tentang semalam masih membekas.
Kecupan lembut di seluruh wajah terasa, Axell menatap polos kearah Callix yang sedang tersenyum kecil melihat reaksi lucu adik kecilnya.
"Kenapa?" Suara berat menyapa indera pendengarannya, sadar bahwa ia tengah menatap kakak keduanya. Axell mengerjap lalu menggeleng pelan, takut iblis di hadapannya mengeluarkan sisi iblis lagi.
Melihat respon itu, Callix menatap tanpa ekspresi, memilih melanjutkan perjalanannya. Kaki jenjang yang dibalut oleh celana dasar hitam melangkah kearah lantai bawah. Tak perlu waktu lama, kedua keturunan braxga berjalan mendekati ruang makan. Axel yang berada didalam gendongan Callix langsung di ambil alih oleh alston, kemudian meletakkan axel di pangkuannya.
Detak jantung kembali berdetak kencang, saat mata miliknya tak sengaja menatap isi gelas yang begitu familliar. Sadar dengan tatapan Axell yang bergetar, dengan santai Xander meminum darah di gelas miliknya, arah mata nya menatap dingin objek di pangkuan sang ayah.
"Mau mencoba?" Suara berat menyadarkan lamunannya, axel menggeleng keras.
Tanpa sadar Axel mendempeti tubuhnya dengan milik sang ayah. Melihat itu alston melingkari pinggang ramping putra bungsunya. Tangan kekar itu bergerak mengelus pinggang yang begitu ramping.
"Minum" Titahnya tak terbantahkan. Alston, mendekati gelas miliknya ke bibir ranum kelinci nya.
"Gila, kalian semua gila!, aku tidak mau!" Bentaknya tanpa sadar, dengan penuh berontak. Axell mendorong gelas yang berada di hadapannya. Alston yang tidak dapat menahan gelas di pegangannya pun, membuat gelas tersebut terlempar.
Sadar bahwa ia membangunkan sisi iblis keluarganya, dengan terburu buru axell melepaskan pelukan sang ayah, lalu bergerak berlari keluar dari bangunan iblis itu tanpa melihat bahwa ketiga iblis sedang menatapnya dengan penuh amarah.
"Keluarga sialan, takut. Gua takut anjing" Umpatnya tak tertahan dengan kaki yang bergerak ingin berlari mansion.
Dor
Dor
Tubuh itu ambruk akibat benda tumpul yang terasa menusuk, ringisan terdengar kencang dari bilah bibir putra bungsu alston. Axell menutup telinga milik nya yang berdengung begitu keras. Perlahan tetesan darah mengalir deras dari telinga kiri nya, tidak ada yang bisa dia dengar hanya ada dengungan kencang dari telinga nya, tubuh axel ambruk kini dia berlutut, gigi putih rapih beradu kencang menahan sakit.
Sedangkan pria itu alston menyeringai ia melempar pistol yang dia miliki ke sembarang arah, kemudian menyenderkan tubuh nya di kursi makan, sedangkan Xander dan Callix hanya menatap datar, itu tidak seberapa.
"It hurts" Bisiknya, dengan tangan gemetar Axel menutup telinga kiri nya dengan sebelah tangan nya, berharap dengungan keras di dalam telinga nya berkurang.
Kegelapan menghantam kesadaran nya, Axel yang akan ambruk ke depan dengan keras langsung ditahan Alston yang berlari kearah putranya. Tanpa iba, Pria itu bergerak mengangkat tubuh putranya ke kamar miliknya, dia bisa menyelesaikan ini sendiri, tanpa bantuan dari siapapun. Darah yang masih mengalir deras dan merembes kedalam jas hitam mahalnya alston hiraukan.
Pria itu beralih bergerak menutup telinga putranya, dengan tangan nya. Serta menahan darah yang keluar dari dalam telinga.
"Turuti perintahku, maka kau akan baik baik saja" bisik nya lalu mengecup kedua mata axel dengan lembut.
🌿~~~~🌿
.
.
.Terimakasih untuk semuanya karena membaca cerita ini, semoga hari hari kalian menyenangkan
Babai all see you Te quiero❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Axell
Teen FictionAxel benar benar merasa tidak percaya saat hidupnya benar benar berubah 180 derajat, kini hidupnya penuh kengkangan dan hukuman, dia ingin bebas tidak mau seperti ini. Braxga keluarga yang penuh dengan orang orang yang berkuasa di negeri ini, kini d...