Fahri menghempaskan bokongnya ke atas ranjang. Setengah membungkuk, ia mulai mengikat tali sepatu adidas putihnya.
Pemuda pemilik nama belakang Pranomo itu menggulung hoodie biru mudanya hingga ke siku kemudian berkonsenstrasi memasang jam tangan sembari mematut dirinya di cermin besar lemarinya.
Fahri berpaling saat mendengar dering ponselnya berbunyi beberapa kali. Tak pikir panjang, pemuda itu membuka notifikasi yang seharusnya tak lagi membuatnya terkejut,
Raisya.
Atau seisi semesta mengenalnya sebagai Caca, queen of caurnya Garuda.
Kening Fahri berkerut dibalik anak rambutnya yang belum tersisir. Ia baru ingat bahwa ia mengiyakan ajakan Raisya untuk berangkat bersama menuju rumah Sandi.
Fahri melirik arlojinya, pukul 3.20 siang. Masih terlalu dini untuk berangkat, lagipula sudah bukan rahasia lagi kalau teman-temannya pasti datang terlambat entah sengaja maupun tidak.
Beberapa detik setelah pemuda itu mengirimkan balasan pada Raisya, gadis itu sudah menghempaskan tubuhnya diatas ranjang Fahri.
Fahri yang tengah mengoleskan pomade pada rambutnya hanya bisa menghela nafas berat saat melihat pantulan wajah Raisya yang terbaring sambil memeluk guling dari cermin di hadapannya.
Dari luar, Raisya (atau harus ia panggil Caca) hanyalah seorang gadis bertubuh 165cm dengan kulit kuning langsat –nyaris gading. Makanan favoritnya adalah roti maryam kantin sekolah, dan hobinya adalah mengganggu Fahri.
Entah karena sudah terbiasa atau malah tak lagi peduli, Fahri sudah lama menyerah untuk memberi tahu Raisya agar berhenti memanggilnya Fayi.
Nama itu Raisya berikan padanya ketika mereka masih sangat kecil, Fahri tak ingat tepatnya, yang pasti saat itu Raisya bahkan belum bisa mengucap huruf R.
Benar, mereka sudah saling mengenal bahkan sebelum lahir ke dunia. Raisya lebih tua sepuluh minggu dibanding Fahri. Atas dasar itulah seringkali membuat Fahri mengalah jika mereka terlibat argumen-argumen kecil, dan memilih untuk mengiyakan saja permintaan teman kecilnya itu selama ia tak merasa dirugikan
Fahri buru-buru mengalihkan pandangannya, ketika Raisya memutar badannya menghadap Fahri, dengan dagu yang bertumpu pada sikunya
"Fayiii"
"Apa?"
"Manggil doang"
Fahri menghela nafas, seolah berkata seharusnya tadi ia tidak usah menjawab saja.
"Fayii"
"...."
"Fayiiiiii"
"...."
"Fayi ih!"
Pemuda itu terkesiap karena sesuatu yang empuk tiba-tiba menghantam punggungnya. Ia berbalik hanya untuk melihat bantal guling yang terkulai di kakinya dan wajah kesal Raisya yang sejak tadi tak ia hiraukan
"Kenapa syaaa?"
Alih-alih menjawab, Raisya malah menumpu wajahnya diatas selimut yang terlipat dan memasang wajah lucu yang nyaris membuat Fahri tertegun menahan napas
"Gapapa, manggil doang" gadis itu terkekeh pelan kemudian berganti memainkan ponselnya
Fahri memutar tubuhnya kembali dan tanpa sadar menyunggingkan senyum tipisnya. Raisya memang menyebalkan, tapi tak cukup menyebalkan untuk Fahri biarkan pergi dari hidupnya.
"Fayii mau es dawet!"
"Nih"
"Satu ajaaa ih! Ngapa beli lima!"
"Gapapa biar bulet kek Totoro"
"Lah kok body swimming!"kkwg • get lost