Hopeless [Iwaizumi Hajime x Reader]

860 95 6
                                    

"Papa, sampai kapan papa akan merahasiakan kematian mama dariku? Apa kenyataannya terlalu sulit diceritakan? Tidak bisakah papa memberitahuku.. Hanya.. Agar aku tidak membencinya?"

"Hhh.. Baiklah (y/n), akan papa ceritakan."

(Flashback.. Iwaizumi pov)

Hari ini merupakan hari terbaik bagiku. Istriku baru saja memberiku sebuah testpack dengan 2 garis tertera di dalamnya. Tak dapat kupungkiri bahwa aku benar benar bahagia. Aku menangis tersedu sambil mengecup wajah istriku.

"Arigatou, terimakasih sudah memberiku hadiah seindah ini, sayang" ucapku sambil merengkuhnya ke dalam pelukanku.

Di bulan kehamilan yang ketiga, istriku merasakan rasa sakit di bagian perutnya. Aku segera membawanya ke dokter kandungan. Dengan penuh rasa khawatir, aku menunggu dokter yang memeriksanya.

"Maaf, tuan. Tetapi, keadaan bayi anda telah meninggal. Untuk itu kami terpaksa melakukan kuretase untuk ini"

Ucapan dokter itu benar benar membuatku jatuh ke jurang yang dalam. Aku tidak tahu harus bersikap seperti apa ketika menemui istriku. Bayi yang kami tunggu kehadirannya telah pergi dari dunia ini.

Aku menunggu istriku selesai melakukan kuretase. Sengaja tidak kutemani karena aku tidak tega melihatnya kesakitan. Kata dokter, kuretase lebih menyakitkan dari melahirkan normal.

Hingga akhirnya, istriku diizinkan untuk pulang. Di saat itu, mental istriku benar-benar hancur. Dia terus meminta untuk berada di rumah orang tuanya. Kusanggupi permintaannya karena aku tidak bisa melihat pandangan kosong istriku. Selama sekitar 6 bulan, istriku tinggal di rumah orang tuanya. Dan selama itu pula aku mencoba dekat dengannya. Perjuanganku berhasil setelah 7 bulan lamanya. Istriku akhirnya bisa menerima kenyataan dan mau untuk pulang kembali ke rumah.

Sekitar 8 bulan kemudian, istriku kembali hamil. Di kehamilan kedua ini, dia benar benar serius untuk menjaga pola hidupnya. Apa yang terjadi di kehamilan pertama benar benar menjadi momok baginya. Aku selalu mendukungnya dan menyuruhnya untuk bedrest. Pada awalnya, tidak ada masalah yang berarti.

Namun, tidak ada yang tahu kuasa Tuhan. Di usia kehamilan yang hampir memasuki bulan ke 4, janin di perut istriku meninggal. Dia kembali melakukan kuretase. Dan saat proses itu selesai, dia hanya menangis dan memelukku erat.

"Maaf. Maaf karena aku membunuhnya. Maaf aku membunuh janin kita, calon anak kita. Maaf, aku memang bukan istri dan ibu yang baik. Maafkan aku" ucapnya berulang-ulang sambil menangis tersedu-sedu.

Aku membalasnya dengan memberikan pelukan yang sangat erat. Aku terus memberikan kata-kata penyemangat. Tanpa sadar, air mataku ikut mengalir. Kami berdua menangis di atas brankar di rumah sakit.

Untuk kedua kalinya pula istriku kembali tinggal bersama orang tuanya. Tapi kali ini, dia tidak mengizinkanku menemuinya. Malu, itulah yang dikatakan orang tuanya padaku. Dia selalu mengunci pintu kamarnya saat aku datang.

Aku mengetuk pintu kamarnya. Berharap dia mau menemuiku. Tapi yang kudengar dari dalam hanyalah kata-kata yang berujung mengusirku. Aku tetap berdiri di depan pintu. Kali ini, aku tidak akan kembali sebelum bertemu dengannya.

Di tengah malam, aku mendengar suara kunci pintu yang dibuka. Segera kubuka pintu kamar istriku. Dia nampak terkejut dan berusaha menjauh dariku. Pandangannya sayu, bola matanya bergetar, dan tubuhnya pucat pasi. Aku langsung memeluknya dengan erat. Kami berdua menangis. Dalam rengkuhanku, kukatakan kata kata penyemangat. Aku terus mengatakan itu, berharap dia mau pulang kembali ke rumah kita.

Kami tinggal di sana selama 2 minggu hingga kejiwaan istriku membaik. Kemudian, kami pulang ke rumah. Di perjalanan, istriku terus mengoceh dan beberapa kali memintaku berhenti di florist. Dia membeli beberapa tanaman hias dan bunga untuk ditanam di halaman rumah. Kuturuti semua kemauannya.

Saat kutanya untuk apa dia membeli tanaman tersebut. Dia tersenyum dan berkata bahwa merawat tanaman mungkin akan membantunya dalam merawat bayi. Aku tersentak mendengar jawabannya. Namun, tidak ada yang bisa kulakukan. Hal ini  diluar kendaliku.

Kami hidup dengan bahagia tanpa mengungkit masalah anak selama 7 bulan. Di bulan ke 8 setelah keguguran, dia kembali hamil. Kali ini, dia benar-benar bed rest. Tidak melakukan apapun, bahkan untuk berjalan ke kamar mandi. Aku menyewa pembantu untuk membantunya selama aku bekerja.

Tapi hal itu berulang kembali. Kali ini karena tingkat kecemasan istriku yang berlebih. Dan aku tidak menyadari itu. 3 Kali berturut-turut kami mengalami ini. Tanganku bergetar hebat saat aku kembali mengubur janin itu. Pandanganku kosong, kejadian kali ini tidak hanya menghancurkan istriku, tapi juga aku.

Untungnya, sahabat-sahabat dan keluarga kami selalu menemani di saat yang buruk ini. Ketika kami mulai menerima keadaan, salah satu sahabatku memperkenalkan seorang dokter kandungan. Dia berkata bahwa akan lebih baik jika kehamilan selanjutnya dipantau oleh dokter itu. Saat kulihat latar belakangnya, dia banyak membantu keluarga yang memiliki kejadian serupa dengan kami. Hal ini memberi kami secercah harapan.

Istriku sangat bersemangat dan mendengarkan segala ucapan dokter itu. Tentang makanan yang harus dia hindari. Tentang pola hidup sehat, semua dia lakukan. Hingga akhirnya, istriku kembali hamil lagi.

Usia kehamilan kali ini berhasil melewati trisemester pertama. Kami mendapat secercah harapan bahwa kami akan memiliki anak. Tak lupa selalu kupanjatkan doa setiap harinya untuk anakku.

Selama kehamilan, segala aktivitas istriku dipantau oleh dokter tersebut. Tidak ada yang luput dari pandangannya. Semua aktivitas yang dilakukannya setiap hari, kulaporkan pada dokter itu.

Tak terasa, kandungannya telah memasuki usia 9 bulan. Tinggal menunggu beberapa hari untuk melihat anakku lahir. Istriku tinggal di rumah sakit sambil menunggu kelahiran anak kami. Di hari Kamis siang, saat aku berada di tengah rapat, aku mendapat telepon bahwa istriku akan melahirkan. Mengingat tubuhnya yang lemah, tim dokter memutuskan untuk melakukan operasi cesar.

Aku menunggu di depan ruang operasi sambil terus memanjatkan doa. Hatiku tidak tenang dan aku tidak bisa berpikir apapun. Aku bahkan lupa untuk mengabari orangtua dan mertuaku. Hingga akhirnya, suara tangisan bayi terdengar dari dalam ruang operasi. Tangisku meluruh, aku menangis hebat dan menatap pintu ruang operasi. Aku tidak sabar melihat pintu itu terbuka.

Ketika pintu terbuka, dokter mengarahkanku untuk memotong ari-ari bayi itu, kemudian memandikannya. Namun, sesuatu terjadi di dalam ruang operasi. Istriku kehilangan terlalu banyak darah akibat pendarahan. Darah transfusi yang telah disiapkan di sana tidak lagi membantu. Di saat terakhirnya, istriku hanya sempat mengecup pelan bayi kami dan meninggalkan kami untuk selamanya."

(Flashback end)

"Ahh... Jadi begitu... Papa, apa aku boleh melihat kuburan kakak-kakakku juga? Kalau papa masih berat untuk ke sana, aku bisa menunggu."
"Nanti, oke? Di hari ulang tahunmu yang akan datang, papa akan membawamu kesana. Kita rayakan ulang tahun bersama-sama"

 Kita rayakan ulang tahun bersama-sama"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Author note:

Oke sebenernya aku mau pemain di sini tuh Kenma. Cuma, ga cocok aja gitu.. Kasian Kenma mengenaskan banget :( By the way ini ke inspirasi dari kisah nyata, tapi mamanya ngga meninggal kok di kenyataan. Waktu itu emang berat banget, yah bayangin aja ya :) Pesanku, nanti waktu kalian udah nikah, atau mungkin yang sekarang lagi menanti pernikahan, kalo ada kejadian kayak gini jangan ditinggalin istrinya. Suami juga jangan diacuhin. Tolong buat mertua juga jangan maksa-maksa deh. Mental banget lho iniii :)

Buat yang request kemarin, kuusahain yaa. Berhubung 12 Juni aku dah balik ke asrama😂

Papa || Haikyuu x ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang