"Papa sakit? Kenapa papa nangis? (y/n) nakal ya?" tanyaku pada papa di sebuah kamar di RS kota. Papa menggelengkan kepalanya sambil menggenggam erat tangan kiriku. Dia mengecup tanganku berulang kali.
"Maaf ya, kalau aja papa lebih hati hati. Kalau aja papa jemput (y/n) lebih cepet kemaren. (y/n) ndak akan kesakitan kayak gini." Aku hanya menganggukkan kepalaku. Kemudian, aku tersenyum kecil pada papa.
"(y/n), jangan tinggalin papa, oke? (y/n) kan kuat, (y/n) bakalan sembuh!" Aku menganggukkan kepalaku dengan semangat lantas memeluk papa. Papa merengkuhku pelan. Lantas terisak kecil. Aku memeluk papa untuk menenangkannya.
"(y/n) cuma keserempet pa. Ya, tangan kanan (y/n) patah sih. Tapi kan sama aja kayak waktu papa tanding sama Paman Ushiwaka!" Papa terkekeh kecil dan menghapus air matanya.
"Yang boleh sakit cuma papa doang. (y/n) ngga boleh! Nanti mama gentayangin papa gimana!?" Aku tertawa mendengar perkataan papa. Tak lama kemudian, dokter masuk dan memeriksa keadaanku. Setelah menyampaikan diagnosanya, papa kembali menyuruhku tidur. Untuk recovery katanya.
Papa mengelus pelan puncak kepalaku. Perlahan, aku mulai merasakan kantuk datang menyerbu. Aku menguap kecil sambil memposisikan tanganku yang patah agar aman saat aku tidur. Kemudian, aku tertidur.
Daichi pov:
Aku memastikan putriku benar-benar tertidur. Setelahnya, aku berjalan perlahan ke arah pintu. Aku membuka pintu sambil terus mengawasi (y/n) agar tidak terbangun.
Kini aku melangkahkan kaki ke ruang di ujung lorong ini. Kuketuk pintu putih di depanku.
"Silahkan masuk! Oh, Daichi-san ada apa?"
"Hah, Midorima. Keadaan anakku itu bagaimana? Apa patah tulangnya serius?"
"Ngga juga, tapi dia harus recovery beberapa bulan aja. Lebih baik kalau setengah tahun sih. Dia kan atlet bela diri. Walaupun masih SD tapi tetep bahaya buat tangannya."
Aku mengucapkan terimakasih pada Midorima. Setelah itu aku kembali ke ruangan putriku. Dia masih tertidur pulas. Akhirnya aku memutuskan untuk menuju sofa dan tidur.
(y/n) pov:
Aku terbangun ketika hari telah menggelap. Aku melihat sekelilingku mencari keberadaan papa. Oh, aku tidak melihatnya di manapun. Beberapa saat kemudian, aku mendengar pintu kamar mandi terbuka. Papa keluar dari sana hanya memakai celananya dan mengalungkan handuk di lehernya.
Papa berjalan menuju lemari putih di sebelah kasurku. Dia mengambil kaos hitam dan memakainya. Kemudian, dia menaikkan meja lipat yang tersambung dengan ranjangku dan membawakanku bubur.
Papa menyuapiku dengan perlahan. Setelah habis, papa menyesuaikan ranjangku agar aku bisa melihat TV. Aku memutar channel kartun kesukaanku. Kulihat papa sedang membereskan alat makanku agar perawat yang mengambilnya tidak kerepotan. Saat aku fokus dengan kartun yang ku tonton. Papa menghampiriku dan memegang tanganku.
"(y/n), ada yang mau papa omongin"
"Kenapa pa?"
"Kamu.. Gapapa ya kalau istirahat 6 bulan? Ngga usah latihan gitu. Ngga boleh ikut pelajaran olahraga juga! Nanti tangannya ga sembuh sembuh."
Aku mengernyitkan dahi bingung. Bukannya patah tulang bisa sembuh dalam beberapa bulan? Temanku yang patah waktu itu saja masih ikut ujian lari.
"Papaaa.. Masa lari aja gaboleh? Main sepeda? Kan bisa pake tangan kiri. Ya kalau basket sama voli gabisa sih. Bela diri juga. Tapi lari papa!! Kan pake kaki"
"Pokoknya gaboleh! Berhenti olahraga 6 bulan aja. Kalau mau lari, lari di treadmill papa!" Akhirnya aku menganggukkan kepala. Memilih mengiyakan ucapan papa.
Beberapa hari kemudian, aku diizinkan keluar rumah sakit. Papa menjemputku dengan mobil milik temannya. Sesampainya di rumah, papa benar benar tidak mengizinkanku melakukan apapun yang terlalu menggunakan tenaga. Saat aku ingin membantu membersihkan rumah, papa hanya mengusirku dan menyuruhku diam sambil menonton TV.
Setelah seminggu izin tidak masuk sekolah, akhirnya aku kembali masuk. Papa kembali mengantarku dan memastikan aku selamat sampai kelas. Kemudian, papa menemui wali kelasku untuk meminta bantuan menjagaku.
Di jam makan siang, semua temanku tidak mengizinkanku ikut mengantri. Mereka mengambilkanku makan dan aku hanya duduk menunggu di meja yang terletak di tengah ruangan. Aku yang kesulitan menggunakan tangan kiriku makan dengan sangat perlahan. Tapi semua temanku menungguku. Aku merasa seperti hidup sebagai seorang putri raja, HAHAHA.
Saat pulang sekolah, aku awalnya berencana untuk pulang berjalan kaki dengan temanku yang lain. Tak kusangka papa sudah menungguku di depan gerbang. Pada akhirnya, aku pulang naik mobil dengan papa. Papa membawaku ke rumah sakit untuk melakukan check up.
Beberapa minggu kemudian, gips di tanganku sudah boleh dilepas. Aku sangat gembira karena akhirnya aku bisa beraktivitas seperti biasa. Setidaknya itulah yang kupikirkan. Ternyata papa tetap tidak berubah pikiran. Bahkan aku masih harus di antarjemput selama hari sekolah.
Dan akhirnya, hari ini aku berencana kabur. Aku keluar dari sekolah lewat pintu belakang. Setelahnya, aku bermain bersama temanku di taman bermain. Tanpa sadar langit mulai menggelap. Aku langsung beranjak untuk pulang.
Sesampainya di rumah, kulihat tidak ada seorangpun di sini. Bahkan pintu terkunci. Akhirnya aku memutuskan untuk duduk di depan pintu. Saking lamanya menunggu, aku tertidur di depan pintu.
Daichi pov:
Aku menunggu putriku di tempat biasanya. Tapi setelah 1 jam, dia tidak kunjung keluar. Aku memutuskan untuk mencarinya ke area sekolah. Aku berjalan menuju kelasnya. Tapi dia tidak berada di sana. Saat sedang mencari ke ruangan yang lain, aku bertemu dengan wali kelasnya. Aku bertanya padanya. Namun, dia mengatakan bahwa dia tidak tahu di mana keberadaan (y/n). Dia yakin bahwa (y/n) sudah pulang tadi.
hunya.
"Papa.. Maafkan (y/n)." Papa sedikit terkejut mendengar suaraku. Kemudian, papa langsung merengkuhku ke dalam pelukannya. Ia kembali menangis dan terus mengatakan agar tidak meninggalkannya sendirian. Sepertinya dia teringat pada sosok mama yang meninggal setelah melahirkanku.
Setelah keadaan mulai tenang, papa menanyakan kejadian sebenarnya padaku. Aku menjelaskan serinci-rincinya. Aku mengatakan bahwa aku lelah dikekang dan juga ingin bermain. Aku juga mengatakan bahwa keadaanku sudah lebih baik. Jadi, aku ingin kembali mengikuti pelajaran olahraga.
Papa akhirnya menyadari kesalahannya. Dan setelah itu, aku kembali diizinkan untuk berolahraga yang ringan. Dengan syarat, tidak ada olahraga yang menggunakan tangan dan aku harus menghubungi papa jika ingin bermain dengan temanku. Papa juga tetap menjemputku setiap hari. Tapi, aku tidak mempersalahkan itu karena aku tau itu bentuk kasih sayang papa♡
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
End...Author note:
Udah pada lihat final season AoT belom?? Aku masih belum lihat gara gara PAS dan masih harus les tiap hari. Fyi aku akselerasi :( Jadi harus ngegas belajar biar ga ketinggalan👌 Masalahnya aku malesan haha😂 Jangan ditiru yaa..
Oke next chapter aku gajanji kapan. Pokoknya kalau aku sempet up yaa. Kuusahain nuntasin hutang chapterku (2 chapter sih hehe).
Makasih buat yang udah mampir baca dan vote ♡ Big love for yaa >~<
KAMU SEDANG MEMBACA
Papa || Haikyuu x Reader
Fiksi Penggemar[Update Rutin] How if you was born as a daughter of haikyuu character? Random story created by me Original character belongs to Haruichi Furudate!! Start: 30 Nov 2020 End: