20 ~ Chaos

28 4 1
                                    

December 2044,
Roppongi, Minato-ku.

Kacau.

Orang-orang berlarian ke sana-kemari: ada yang memerdulikan himbauan polisi; ada yang pergi mengikuti naluri, menerobos alur keramaian demi menggapai keluarga yang tertinggal.

Pekikan keputusasaan, tangisan anak-anak, semua bergaung di langit Roppongi. Meski begitu... suara-suara mereka sama sekali tidak memekakkan telinga.

Kini, ruang gendang kokleaku dihujam oleh suara seseorang yang tengah menyanyikan lagu yang tidak dapat kujelaskan. Nada-nada menusuk, alunan yang tidak beraturan, gumaman kesengsaraan. Semua menjadi satu, seolah-olah sengaja mengejek indera pendengaranku... karena hanya aku yang dapat mendengar lagu tersebut!

Walau tidak melihat secara langsung siapa pemilik suara itu, aku sudah dapat menebaknya. Dan aku harus menghentikan gadis itu segera!

"Tolooong!"

"Aku tidak mau mati!"

"Ibuuu! Ayaaah!"

Pekikan orang-orang sekitar berhasil mengeluarkanku dari keterlenaan alunan lagu yang membujukku menemuinya. Aku memang terlena, tapi sungguh lagu itu menyakitiku, di telinga dan di batin.

Aku segera berlari, mengabaikan himbauan siapa saja yang memintaku mengikuti alur pelarian, mengabaikan tangisan orang-orang yang telah terkena dampak virus apocalypse di tubuh mereka.

Maaf, maaf.... Aku memang ingin menyembuhkan kalian dengan laguku, tapi tunggulah! Aku... aku harus pergi ke sana, menghentikan kekacauan ini!

Dan menyelamatkan sahabat terbaikku. Kayo.

*

*

Tsugumi mengerang kesal. Dari layar tiga ratus enam puluh derajat yang mengelilingnya tidak ada satu pun yang menampilkan sosok Toyone Minori.

"Minori-chan! Kamu dimana?!"

Shu telah mengenakan kacamata cadangan. Ayane yang telah menemukan alat penglihatan itu dari ruang kerjanya. Kini pria itu bisa mengamati keadaan dari monitor meski dengan penglihatan minim. Ia hendak bertanya pada Tsugumi mengenai Minori, tapi keluhan gadis itu terus-menerus diungkit hingga menjawab kegelisahannya. Untuk membantu, ia turut mengamati, penuh konsentrasi ke monitor tembus pandang itu.

"Tsugumi, berhenti!" Shu menemukan apa yang dicarinya. "Kembali ke monitor C241. Aku melihat Minori."

Tsugumi memfokuskan mata pada layar yang dimaksud.

"Gulir ke belakang lagi," pinta Shu.

Tsugumi kesal karena selama ini ia tidak pernah alpa pada setiap titik monitor. "Padahal aku sudah melihat di sana, tapi Shu yang matanya begitu bisa menemukan Minori-chan?" keluhnya dengan suara pelan. Ia pun berhasil menemukan sosok Minori lewat CCTV jalanan. Matanya terbelalak. "Minori-chan tidak sendirian! Siapa orang itu?"

"Aku akan segera menyusul Minori-chan," putus Ayane. Ia kini sudah bersiap menemani tim medis menuju lokasi aman yang sudah dituju untuk menampung warga yang terinfeksi.

"Kamu tetap pergi mengawal Haruka, Ayane." Shu turut keluar ruang monitoring. Ia berjalan tegap di samping Ayane dengan kursi rodanya.

Ayane meraih pergelangan tangan Shu. "Tapi...."

Shu tersenyum, melepaskan genggaman Ayane. "Aku tahu kamu mengkhawatirkanku. Semua juga begitu. Yahiro, Shota, mereka tidak ingin aku ikut dalam tim.Tapi, keputusan kalian ini sama sekali tidak melegakan hatiku. Aku tidak ingin berdiam diri saja seperti orang yang ... benar-benar ...  cacat."

Guilty Crown: The Righthand of Eve ~She's the Queen~ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang