13. Rasanya tidak asing.

350 47 7
                                    

Bel sekolah sudah berbunyi nyaring sejak lima belas menit yang lalu, sedangkan Yoongi baru saja keluar dari kelasnya. Tidak ada pelajaran tambahan, hanya piket harian dan kebetulan gilirannya dan beberapa temannya adalah hari ini. Langkahnya gontai, sesekali mengangkat tangan dan berusaha meregangkan otot-otot tubuhnya. Entah kenapa hari ini ia merasa capek sekali, rasanya ingin buru-buru sampai rumah dan tidur, tetapi ia ingat harus membantu sang bunda di toko kue terlebih dahulu.

"Sepertinya lebih baik aku naik taksi saja." Yoongi bermonolog, ia yakin bus sekolah pastilah akan penuh dan tidak akan kebagian tempat. Sedangkan jika menggunakan taksi ia bisa duduk di kursi empuk dan tidak perlu berdesakkan, walaupun memang harus merogoh kocek lebih dalam, yah, wajar saja.

Gerbang sekolah bahkan sudah benar-benar sepi, hanya ada satu dua orang siswa kelas lain termasuk Yoongi yang sedang berjalan ke luar sekolah dan seorang penjaga yang tak pernah absen bersapaan dengannya.

"Sore Yoongi, habis piket kelas?"

"Sore pak, iya, makanya saya lebih telat begini pulangnya." Yoongi tersenyum ramah, sedangkan penjaga hanya mengangguk-angguk paham. Ah, kalau ditanya mengapa Yoongi bisa akrab dengan penjaga sekolahnya, jawabannya sederhana. Itu karena Yoongi pernah menjabat sebagai anggota wakil siswa dan membuatnya harus bangun lebih pagi untuk berjaga di gerbang depan bersama sang penjaga. Alhasil, mereka saling mengenal.

"Oh begitu, hati-hati di jalan Yoongi. Hari sudah mulai gelap."

"Iya, pak terimakasih. Kalau begitu saya permisi—"

"Yoongi hyung! Mau pulang bareng?"

· Secret Admirer ·

"A-anu.. Jimin.. itu.. mampir—"

"Aku tidak bisa mampir, ya? Apa tokonya sudah mau tutup?"

"Eh, b-bukan! Tokonya.. tokonya masih buka, a-ayo kalau mau mampir."

Mendengar bahwa tokonya belumlah tutup dan Yoongi mengajaknya untuk mampir, Jimin tersenyum senang lalu mengangguk mengiyakan. Akhirnya mereka masuk ke toko bersama setelah Jimin memarkirkan motornya dengan benar.

Ah, omong-omong rasanya Yoongi ingin menjedukkan kepalanya ke dinding sekarang juga, ucapannya tadi terbata, sudah jelas dia sangat gugup dihadapan Jimin, malu sekali.

Ajakkan Jimin untuk pulang bersama sepulang sekolah tersebut awalnya ditolak (tentu saja) oleh Yoongi, tidak baik untuk kesehatan jantungnya yang saat itu saja sudah berdegup tak keruan. Yoongi mencari alasan, menolak dengan mengatakan bahwa Jimin hanya memiliki satu helm dan dia tidak mau menantang bahaya dengan tidak pakai helm.

Tetapi bukan Jimin jika tanpa kejutan. Pria tersebut ternyata selalu sedia helm cadangan yang tersimpan di bagasi motor. Tidak ada alasan lagi untuk Yoongi menolaknya, bahkan sang penjaga mendukung dengan menyebutkan keuntungan jika pulang bersama Jimin, uang jajannya tidak akan terpotong untuk bayar taksi.

"Bundaa.."

Yoongi memanggil, tidak nyaring namun cukup untuk membuat ibunya menoleh dan tersenyum kecil melihat putranya sudah pulang dari sekolah.

Masih ada beberapa pelanggan di sana, tapi tidak masalah, beberapa dari mereka pun juga sudah saling mengenal dengan Yoongi sebagai anak pemilik toko kue ini. Ada juga yang menyapa dan sedikit berbasa-basi saat Yoongi melewatinya, "pulang dengan pacarnya, ya?"

"Hah– eh, b-bukan! Dia temanku, hoobae di sekolahku." Dan begitu Yoongi mengklarifikasi, sedang Jimin hanya diam-diam tersenyum saja sambil membuntuti.

"Nah, Jimin. Kau mau kue apa?"

"Eh? Ah, sebenarnya aku kesini cuma mau minum teh madu yang pernah direkomendasikan ibumu waktu itu, hyung."

"Begitu? Ya sudah, tunggu ya." Yoongi mempersilakan Jimin untuk duduk, di tempat yang sama seperti pertama kali Jimin mampir ke toko ini. Meja nomor satu, dekat dengan kasir.

Tak berapa lama Jimin menunggu, Yoongi sudah kembali. Dengan satu teh madu dan tiga buah muffin berukuran sedang di atas nampan.

"Tenang saja, muffin-nya aku yang bayar." Ujar Yoongi setelah sampai di meja ketika melihat raut bingung dari wajah Jimin.

Cukup lama mereka mengobrol santai, bagi Jimin. Sedang Yoongi (mencoba) santai juga. Sampai secangkir teh madu hampir habis disesap, dan muffin hanya tersisa satu buah di atas meja. Yoongi yang memakannya, Jimin hanya memegang cangkir tehnya sejak awal.

"Sejak tadi hanya aku yang makan muffinnya. Nah, makanlah.. ini bagianmu, Jimin."

"Terimakasih, kau saja yang makan hyung."

"Aku ini sedang mentraktir mu, tidak baik menolaknya, tahu?"

Berdebat singkat akhirnya Jimin mengalah, mengambil satu kue tersebut dan memakannya walaupun sedikit ragu. Beberapa kunyahan pelan, membuat Jimin diam merasakan kue tersebut. Ah, tunggu, rasanya.. kenapa tidak asing?

"Bagaimana?"

"Eh– em, ya ini enak kok hyung. Tidak mungkin tidak enak sih."

"Tentu saja, kue ini aku yang membuat— maksudku.. aku membantu ibuku membuat kue hahahah."

"Begitu ya," Jimin mengangguk paham, "sepertinya aku harus pulang sekarang, hyung." Jimin melirik arloji dipergelangan tangannya, waktu memang sudah cukup larut.

Dengan begitu Jimin bangkit dari duduknya diikuti Yoongi dan berjalan menuju kasir, ada sang bunda di sana. Jimin membayar teh madunya, ada uang lebih yang dikembalikan bersamaan dengan sebungkus cookies.

"Eh, aku tidak—"

"Tidak apa-apa, namamu Jimin kan? Anggap saja itu bonus, ucapan terimakasih karena sudah mau repot mengantar Yoongi kemari."

"A–tidak repot kok, bi. Baiklah, Jimin terima ini. Terimakasih banyak!"

Tidak enak hati jika menolak, Jimin menerima cookies tersebut. Setelahnya dia pamit pulang, diantar Yoongi sampai depan pintu toko.

"Hyung, terimakasih banyak ya."

"Harusnya aku yang berterima kasih." Jimin terkekeh, berpamitan sekali lagi sebelum akhirnya dia menjalankan motornya dan pulang.

Meninggalkan Yoongi yang berdiri di depan pintu dengan tangan di depan dada.

"Jantungku berisik sekali.. Jimin tidak akan dengar, kan?"

 Jimin tidak akan dengar, kan?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

To be continued

a/n
Selamat berpuasa bagi yang menjalankan, sebentar lagi lebaran.
Kurasa fanfik ini sudah lewatin dua ramadan...

Post-it : Secret Admirer [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang