Reiner keluar dari mobilnya, berlari kecil masuk ke kantor polisi. Ketika dia masuk, dia langsung bisa melihat sumber masalahnya pagi itu.
Porco Galliard yang duduk dengan santai, menghisap rokoknya seolah semua lebam di wajahnya bukan masalah besar. Rambut pirang yang biasanya disisir rapi ke belakang kini sudah jatuh ke depan dengan tidak rata, setelan jasnya sudah tidak lagi lengkap dengan beberapa kancing yang hilang dan tampak kotor. Dia menyilangkan kakinya dengan angkuh.
"Tuan Braun? Saya Keith Shadist, kepala polisi."
Reiner menoleh dan menemukan seorang pria paruh baya yang kurus dan separuh wajahnya menghitam karena luka bakar.
"Ah, ya. Jadi apa yang teman saya lakukan?" mereka saling berjabat tangan dan tersenyum.
"Tidak banyak. Hanya menghajar tiga pemuda sampai babak belur." Kepala Keith melirik tiga pemuda yang sepertinya masih berumur belasan, mereka babak belur bahkan salah satunya kehilangan gigi dan berlindung dibalik punggung Ibunya.
Reiner mengangguk paham, mendekati korban-korban Porco dengan ibu mereka yang bertampang harimau bergigi pedang, dia tersenyum ramah. "Hallo, maafka---"
"Maaf-maaf! Kau pikir maaf bisa membuat wajah anakku lebih baik? Kau pikir itu bisa membawanya pergi berobat?" bentak salah satu ibu yang gandut dan pendek, dia mengacungkan tinjunya kepada Reiner, "Untuk makan saja susah dan teman sialanmu itu membuatku harus membayar rumah sakit!"
"Soal itu aku akan---" belum sempat Reiner melanjutkan omongannya, ibu yang lain menarik lengannya.
"Hey, Bajingan! Kamu pikir kamu memberi makan anakku? Beraninya memukul anak kecil! Ayo, bertarunglah denganku! Ototmu itu hanya ampas!" teriak yang kurus dan tinggi.
Reiner bergidik, merasakan telinganya berdengung. Tapi itu belum cukup, satu ibu lagi mendatanginya dan bukan dengan omongan lagi, melainkan dia langsung menonjok perut Reiner. "Kamu... Motor itu cicilannya belum kelar, Brengsek!"
"Ibu-ibu... Tolong tenang... Jangan gunakan kekerasan... Mari berdamai." meskipun begitu, jelas tergambar di wajah Kepala Keith kalau dia juga takut menghadapi kemarahan tiga ibu-ibu disana.
Reiner terbatuk-batuk sejenak dengan nyeri di perutnya. Menegakkan diri, "Pukulan Anda lumayan. Tapi bisakah bicarakan ini baik-baik."
Dia membuka dompetnya, mengeluarkan semua uang tunai dan meletakkannya di bangku. "Pertama, bawalah anak kalian ke rumah sakit."
"Kedua, saya akan mengganti kerugiannya dua kali lipat. Hubungi di nomor itu," dia mengeluarkan kartu nama dan meletakkannya diatas uang tunai.
"Ketiga, bagaimana kronologinya?" Dan Reiner menyesal menanyakan hal terakhir karena ketiga korban langsung menyemburnya dengan pernyataan yang ekhm... Agak lebay.
".... Dia datang dan langsung memukulku! Disini... Lihat ini... Kepalanya nyaris meledak!" salah satunya menunjuk pelipisnya yang memang tergores tapi tidak separah itu.
"Kakiku patah! Aku tidak akan pernah bisa mengendarai motor lagi!" pemuda kedua menunjukan kakinya yang hanya terkilir.
"Lihat gigiku! Ini tidak akan bisa tumbuh lagi! Oh tidak... Aku akan jadi ompong seumur hidup!" pemuda terakhir ini menangis.
Reiner menaikan satu alisnya. "Apa tidak ada yang kehilangan rusuk? Saat seumuran kalian, dia mematahkan tiga rusukku dengan sekali tendang."
Ketiga korban langsung diam, melirik Porco dan langsung menggigil ketakutan menghampiri ibu masing-masing.
"Ah... Melegakan." Reiner keluar dari kantor polisi, meregangkan tubuhnya untuk meninggalkan ketegangan yang diakibatkan ibu-ibu didalam sana. "Mereka lebih menakutkan dari polisi."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Season I Want to Die [End]
Mystery / ThrillerBertholdt Hoover ✔️ Reiner Braun ✔️ "Sungguh perasaan yang aneh... Aku bahkan hampir tidak takut. Saya dapat melihat... segala sesuatu di sekitar saya... Saya merasa seperti... hasil apa pun akan dapat diterima. Itu benar... tidak ada yang salah di...