9. Peluk Aku

356 25 22
                                    

Reiner membuka matanya dan langsung melenguh terganggu karena banyaknya cahaya matahari yang masuk ke matanya. Dia berusaha menutupnya dengan tangan sementara melihat ke sekeliling, kemudian menemukan Bertholdt tengah merangkak membersihkan lantai. Pria itu hanya menggunakan celana pendek karena bajunya ia gunakan untuk mengepel.

"Lain kali gunakan tanganmu untuk membangunkan ku, Sialan!" gerutu Reiner sambil menyingkap selimutnya dan turun dari ranjang.

Bertholdt langsung mendongak mendengar suara Reiner dan menjadi gugup. "Ma-maaf."

Dia menghampiri Bertholdt, membungkuk untuk mencium bibirnya. "Benar, lakukan sampai semuanya bersih."

Reiner juga mengamati wajah Bertholdt untuk melihat bagaimana lukanya, "Kamu pucat. Di kulkas ada makanan. Aku akan pergi, jangan kemana-mana atau aku akan membunuhmu, mengerti?"

Bertholdt menelan ludahnya dan mengangguk.

"Anak baik." Reiner menendang tangan Bertholdt yang dijadikan tumpuan, membuatnya tersungkur ke lantai.

Dia memunguti pakaiannya di kaki ranjang, memakainya sebelum akhirnya keluar dengan membanting pintu dan menguncinya. Bertholdt memastikan Reiner sudah pergi sebelum merangkak ke kulkas untuk mengeceknya. Dia menemukan beberapa bahan disana, namun semuanya mentah dan hampir busuk. 

Reiner bersiul-siul santai saat keluar dari mobil kap terbuka-nya, berjalan masuk ke kantornya. Hari itu lebih banyak orang di luar kantor dengan wajah tegang, mungkin mereka adalah calon pegawai baru. Beberapa pekerja melihatnya dengan aneh karena hanya memakai kaos dan celana pendek, meski begitu mereka tetap menunduk hormat.

Reiner membalas mereka dengan anggukan singkat. Dia memencet tombol lift dan menunggu karena layar menunjukan lift berada di lantai empat.

"Pak! Pak Braun!" seorang wanita berpakaian formal dengan rok ketat berlarian menghampiri Reiner. Dia memeluk map yang terlihat berat untuk lengannya yang kurus.

"Yo, Historia." Reiner mengangkat tangannya.

"Anda kemana saja?! Sel otak saya hampir punah berkat Anda! Anda melewatkan Rapat Tim dan Pak Galliard nyaris menggantung saya!" semprotnya kepada atasannya itu.

Pintu lift terbuka dan mereka pun masuk ke dalamnya. Reiner menekan angka tiga sebagai letak kantornya.

"Maaf-maaf, orang itu memang terlalu kaku, ya'kan? Jadi bagaimana wawancaranya?" tanya Reiner dengan santai seolah tidak melihat kondisi wajah asistennya yang merah marah.

"Harusnya berjalan tiga puluh menit yang lalu. Berkat Anda, itu jadi terlambat." Historia membuka map-nya dan mencari data yang diperlukan, "Ada seratus yang melakukan wawancara, tiga puluh laki-laki dan tujuh puluh perempuan. Semuanya lajang, pendidikan diatas S1, dan---"

"Sayang, kita hanya perlu tiga." kata Reiner dengan senyum mengejek.

Historia menghela napas dan menutup map, "Mereka pasti merasa senang saat terlipih, saya juga dulu merasa beruntung."

"Ya, kamu beruntung punya atasan sepertiku." pintu lift terbuka dan Reiner mendahului untuk melangkahkan kaki keluar.

"Saya ragu soal itu. Dan apa-apaan baju Anda?" Historia menepuk jidat nya, "Oke saya mengerti yang harus dilakukan."

Historia menjejalkan map itu dengan paksa ke tangan Reiner, membuat atasannya bingung sementara dia bersiap untuk berlari kembali ke lift yang akan segera tertutup.

"Tidak, tunggu." kata Reiner sambil menarik belakang kerah kemeja Historia, membuatnya nyaris tercekik karena sudah akan berlari. "Aku tidak akan berganti, semalam aku punya seks hebat dengan baju ini. Ayo."

The Season I Want to Die [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang