Yuta duduk bersandar di kursi kerjanya, menggenggam data laporan yang baru saja diserahkan oleh orang suruhannya. Kedua alisnya menyatu serius dengan kedua mata tajam yang fokus membaca setiap kalimat di laporan yang sekarang tengah ia genggam.
Laporan itu berisi tentang hasil mata-mata orang suruhan Yuta terhadap orang yang waktu itu menyerang Rui di mall. Dan, laporan itu sukses membuat Yuta terkejut dan tidak percaya. Ini diluar penalarannya.
"Kalian yakin soal data ini?" tanya Yuta tanpa mengalihkan pandangan dari laporan di tangannya.
Kedua orang-orang Yuta yang berdiri di depan meja kerjanya menggangguk yakin.
"Kami berani memastikan kalau data itu benar, Bos." jawab salah satu bodyguard Yuta.
"Kami dapat data itu langsung dari orang yang waktu itu nyerang nona Rui. Sebelum akhirnya kami bunuh supaya dia gak ngelapor ke orang yang nyewa dia." tambah bodyguard satunya.
Yuta menghela nafasnya, pikirannya runyam. Seketika ia sadar jika semua hal yang tengah terjadi saat ini lebih dari sekedar kacau. Menyeret Rui ke dalam dunianya sepertinya bukan tindakan yang tepat.
Tentu Yuta tidak mengkhawatirkan dirinya, sama sekali tidak, mengingat ini memang dunianya, tapi Rui... Mengorbankan masa muda Rui untuk hal-hal berbau permafiaan sama sekali bukan kemauan Yuta. Ia benar-benar tidak berniat untuk mengorbankan apapun dari Rui. Hidupnya, masa mudanya, kebahagiaannya, Yuta wants her to have it all.
But this is one of the consequences of being a villain's girl, and it is his responsibility to protect the woman he loves.
"Jadi bagaimana, Bos? Apa kita harus ngehabisin dia?" tanya salah satu bodyguard Yuta.
"Benar, Bos. Sebelum dia ngelakuin hal-hal yang lebih, ada baiknya kalo kita selesaiin sekarang." tambah bodyguard lainnya. "Lagi pula dia bukan musuh yang kuat."
Yuta meletakan laporan di tangannya ke atas meja. Jari-jari kedua tangannya terhubung dengan kedua siku tangan yang ia gunakan sebagai tumpuan di atas meja. Jempol kanannya bergerak sejalan dengan otaknya yang berkerja, mencari keputusan yang terbaik.
Ini tidaklah semudah itu. Satu tindakan kecil bisa berdampak besar di kehidupannya ataupun kehidupan Rui. Yuta bukan hanya memikirkan apa yang harus ia lakukan saat ini,tapi juga memikirkan apa konsekuensi bila dia melakukan ini atau melakukan itu. Memutuskan bukanlah suatu perkara yang mudah.
Sesaat setelah ia berhasil menemukan sebuah keputusan, ia kemudian menatap dua orang yang berdiri di depan meja kerjanya.
"No, not yet." keputusan final Yuta. "Belum saatnya."
Kedua bodyguard Yuta saling bertatapan satu sama lain, bingung dengan keputusan Yuta. Biasanya Yuta memang tidak kenal ampun. Semua yang berpotensi menghancurkan akan langsung Yuta selesaikan. Tapi kali ini, entah apa yang membuat pria itu menahan ambisi membunuhnya.
"Tapi bagaimana kalo dia sampai ngelakuin hal yang lebih, Bos?" sela bodyguardnya.
"Just fucking do what i said." tegas Yuta. "Kalian mata-matai orang ini dan laporkan ke saya. Saya mau tau semuanya sebelum saya mutusin apa yang harus saya lakukin ke orang ini."
•••••
Gue duduk di atas kasur kamar Yuta dengan laptop yang ada di pangkuan gue. Gue sibuk ngerjain tugas-tugas yang dua hari belakangan gue lantarkan karna masih dalam pemulihan setelah kejadian beberapa hari lalu.
Gue cuma stay dua hari di rumah sakit dan dibolehin pulang. Untungnya perut gue gak perlu dijahit jadi cuma diobatin dan diperban doang. Besok paling udah bisa ngampus, lukanya emang belum kering banget tapi udah gak sakit kalo diajak gerak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Guns & Yuta ✓
FanfictionHaruma Rui tanpa sengaja melihat sesuatu yang seharusnya tidak ia lihat. Semua menjadi semakin gila disaat Yuta ㅡpemimpin salah satu clan Yakuza, menginginkan Rui sebagai sekertarisnya. Perlahan-lahan dan tanpa sengaja, gadis itu masuk ke dalam duni...