Kesepiaan kini menjadi kenyataan ketika semua telah hilang kita baru menyadari sesuatu hal yang teramat penting, yaitu waktu bersama Ibu. Semoga kalian lebih memahami arti waktu bersama dengan seorang Ibu, karena jika Ibu pergi maka semuanya akan menjadi sebuah kenangan.
Jiwa akan terpisah meninggalkan raganya tapi kenangan akan selalu teringat untuk semua orang. Kehidupan ini hanya sementara tapi terlalu banyak menyisakan sebuah kenangan.
***
Pagi hari ketika acara pemakaman Ibu.
Meskipun harus terus terlihat kuat tapi perasaan ini tak akan pernah bisa berbohong.
Air mata yang terus menerus menetes. "Selamat jalan Ibu Eliza tak akan pernah bisa membuat Ibu bahagia, Eliza hanya bisa membuat Ibu selalu bersedih."
"Hey anak cengeng," ucap Pelangi sambil menepuk punggungku.
Aku hanya bisa menatap Pelangi dengan raut wajah penuh kesedihan.
"Sudah-sudah Ibu Lidya selalu bangga dengan apa yang telah kamu raih selama ini,"ucap Pelangi sambil memegang bahuku.
"Ayo kita pulang Eliza Pranata."
"Ow iya Bu Dar sama Pak Anton pulang dulu biar nanti den Eliza sama Pelangi saja."
"Baik Non. Hati-hati dijalan Non,"ucap Bu Dar.
"Iya Bu Dar. Ayo Anak cengeng,"ajak Pelangi.
"Anak cengeng anak cengeng, panggil Aku sayang sesekali napa,"ucapku.
"Hahah iya sayangku,"ucap Pelangi dengan tertawa kecil seperti mengejek.
Akhirnya kami berdu pergi meninggalkan tempat peristirahatan Ibu.
Selamat jalan Ibuku kini Aku sendirian, semua alasan selama ini yang Aku perjuangkan untuk Ibu kini hilang seperti tak ada hasrat untuk berjuang. Semua alasan yang selama ini Aku perjuangkan kini sirna, terus apalagi yang harus Aku perjuangkan.
Kini Aku hanya bisa menangis, menangisi semua penyesalan.
"Sudah jangan bersedih,"ucap Pelangi dengan mengendarai mobil.
Aku hanya terdiam tanpa membalas ucapan Pelangi.
"Ayolah kasian Nyonya Lidya kalo anak satu-satunya cengeng seperti ini."
"Iya,"ucapku singkat sambil menghapus air mataku.
"Makan dulu gimana?"
"Gak usah gak lapar."
Tanpa kusadari perutku berbunyi dengan keras.
"Hahahaa suara apa itu tadi?"ejek Pelangi.
Wajahku terlihat memerah. Wajar saja dari kemarin belum makan makanya perut ini protes dengan keras.
"Gimana nih makan atau tidak? Tapi kalo gak makan perutmu nanti bisa-bisa protes lagi hahaha," ucap Pelangi dengan tertawa.
Aku hanya bisa menganggukan kepala dan menahan malu.
Pelangi melihatku dengan tersenyum.
Tak lama kemudian Kita mampir ke sebuah warung kecil.
"Hallo Buk... pripun kabaripun sehat?"tanya Pelangi kepada pemilik warung.
"Allhamdulilah cah ayu. Pesen kayak biasane Nduk?"
"Njeh Buk, kalih inggih buk. Lahue biasane perkedel tambah iwak teri."
"Siap nduk."
Aku mendekat Pelangi dan berbisik. "Makanan apaan ini?"
"Nasi jagung coba deh enak kok rasanya,"balas Pelangi dengan berbisik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senyum Anak Tunggal Dalam Sebuah Perjalanan
Teen FictionPernah gak sih kalian dalam hidup ini merasakan kekecewaan? Apapun itu tentang perasaan kecewa terhadap suatu pilihan. Mari sejenak melihat ceritaku tentang semua penyesalan yang pernah aku lalui. Pertama namaku adalah Eliza Pranata aku hanya manusi...