Roda kehidupan mulai bergerak. Meninggalkan semua masalalu dalam sebuah kenangan yang hanya bisa diingat. Sebuah perjalanan selalu menyisipkan sebuah senyum dan tawa. Kenangan tak selalu menghantuimu dengan keputusasaan.
Mungkin dulu aku hanya melihat sebelah mata karena kesepian selalu menyelimuti perasaanku. Tapi kini Ku sadari bahwa kesepianku ini hanyalah sebuah tuduhan kepada orang tuaku.
***
Beberap hari Aku memutuskan untuk sejenak pulang karena ada beberapa barang yang harus Aku ambil di rumah. Sejenak Aku berkeliling rumah meskipun belum lama ini Aku meninggalkan rumah untuk kuliah tapi sudah merasakan perasaan kangen terhadap rumah ini.
"Ngapain Den kok muter-muter rumah,"tanya Bibik Marsih yang melihatku.
"Gakpapa Bik. Padhal belum lama ini Aku meninggalkan rumah tapi seakan-akan Aku sudah kangen aja sama suasana dan pemandangan di rumah ini,"ucapku dengan tersenyum.
"Yaelah Den kirain nyari apa gitu kok muter kesana kemari."
"Enggak nyari apa-apa Kok Bik."
"Yaudah Den Bibik ke dapur dulu mau masak."
"Eh bentar deh Bik Ibu tadi berangkat jam berapa kok Eliza gak tau berangkatnya Ibu ya."
"Nyonya tadi berangkat jam 6 an, Aden tadi masih tidur. Kata Nyonya Aden keliatan capek habis perjalanan Pulang makanya gak boleh dibangunin,"ucap Bibik.
"Ow."
"Yaudah deh Bibik lanjut masak ya."
"Oke Bik."
Terlitas dalam pikiranku untuk pergi keruangan Ayah yang begitu banyak buku disana. Siapa tau ada buku yang bisa Aku baca.
Aku berjalan menuju ruangan Ayah yang sering kali ditempati untuk bersantai. Disinilah Ayah bersantai sambil membaca salah satu koleksi buku-bukunya. Sedikitpun tidak berubah, susunan bukunya, letak meja dan kursi, serta aroma yang khas dari ruangan ini. Setelah berjalan kesana kemari aku menemukan sebuah buku dengan sampul yang usang. Dengan rasa penasaranku akhirnya aku mulai membacanya.
" Jam 12.00 Adalah dimana aku akan jadi seorang Ayah.
Melihat dirimu lahir adalah suatu kebanggan bagi keluarga Pranata.
Seorang anak laki-laki yang siap untuk membuktikan pada semesta.
20 Oktober 1998 "
" Saat Nata berumur lima bulan, itulah saat Ayahmu ini terjatuh.
Ayahmu menjadi seorang yang paling tidak berguna saat itu.
Ketika melihat Nata Ayah sadar bahwa tujuan hidup Ayah hanya untuk Nata
Berusaha keras untuk membuat kebahagiaan Nata.
20 Maret 1999 "
" Hari demi hari telah berlalu Nata semakin tumbuh dan dewasa.
Semakin besar pula rasa takut Ayah terhadapa Nata.
Bagaimana cara Ayah mendidik Nata?
Bagaimana cara Ayah membagi waktu dan tanggung jawab sebagai Ayah?
Bagaimana cara Ayah menjadikan Nata sebagai Anak yang hebat?
Berapa lama Ayah akan selalu ada di sisi Nata?
23 November 2012 "
" Manusia hanya bertahan sementara.
Ketika Ayahmu sudah divonis Dokter disaat itulah Ayah hanya bisa meninggalkan sebuah kenangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senyum Anak Tunggal Dalam Sebuah Perjalanan
Novela JuvenilPernah gak sih kalian dalam hidup ini merasakan kekecewaan? Apapun itu tentang perasaan kecewa terhadap suatu pilihan. Mari sejenak melihat ceritaku tentang semua penyesalan yang pernah aku lalui. Pertama namaku adalah Eliza Pranata aku hanya manusi...