Sisi Lain Ali

56 10 4
                                    

#Salam_WritingMarathon
#ChallengeMenulisSatuBulan
redaksisalam_ped

Linka menatap tak terima kepada dua pemuda di hadapannya itu. Berbeda dengan Sam yang bersikap santai, Tony justru terlihat khawatir. 

Seisi kelas pun mendadak hening, tak ada lagi tawa apalagi slentingan-slentingan seperti sebelumnya. Mereka semua menatap Linka was-was. Tony dan Sam membuat mereka dilanda kecemasan.

Seperti biasa, bukan Linka yang mereka takuti, tapi si bodyguard. Ali. Linka mungkin bisa memaafkan atau bersikap tak peduli, tapi tidak dengan Ali.

Dulu, pernah ada kejadian Linka dikurung di dalam kamar mandi oleh seorang siswa. Tak hanya itu, mereka bahkan dengan beraninya menyiram Linka hingga basah kuyup. Ali yang tak keadaan sahabatnya langsung tak terima. Usai mengantar Linka ke UKS, Ali dengan bengis mengintrogasi para saksi mata.

Ali yang sudah mengantongi nama si pelaku tentu saja langsung bertindak. Didatangi kelas yang kebetulan sedang dalam jam istirahat. Ali datang tepat saat semua penghuni kelas akan berangkat ke kantin, melihat Ali masuk, otomatis mereka mundur.

Ali menatap tajam seisi ruangan. "Siapa yang bernama Lexa?" tanya Ali masih dengan nada wajar.

Seisi kelas sudah mulai saling pandang. Mereka tahu jika Ali sudah datang, itu semua pasti sudah berkaitan dengan Linka. Hampir seluruh sekolah memang tahu hubungan Ali dan Linka, tapi mereka belum melihat secara langsung proteksi apa yang akan dilakukan Ali jika sesuatu terjadi kepada Linka. Dan bodohnya, siswi bernama Lexa itu menjadi pemeran pertama yang sedang uji nyali.

"Jawab gue siapa yang bernama Lexa!" bentak Ali dengan menggebrak meja.

Semua siswi perempuan berjingkat kaget, sedang siswa lelaki hanya menatap takut-takut. Ali yang selama ini mereka lihat adalah siswa yang cuek dan tak peduli dengan sekitarnya. Dan hari ini, mereka benar-benar melihat sosok yang berbeda dari Ali. Terlalu menyeramkan.

"Gue Lexa!"

Seorang siswi yang mengaku bernama Lexa itu pun bangkit dari duduknya. Dia melangkah dengan angkuh mendekat ke arah Ali. Diangkatnya dagu tinggi-tinggi, seolah menantang Ali.

Loe bisa apa?

Setidaknya itulah yang Ali tangkap dari tatapan gadis itu.

Ali tersenyum sinis, andai saja musuhnya laki-laki dia pasti sudah habis di tangannya saat ini juga. Namun, karena dia perempuan, jelas Ali harus pakai cara lain.

"Loe yang kunciin Linka di kamar mandi?" tanya Ali pelan. Jika gadis di hadapannya ini langsung mengaku, setidaknya Ali tak perlu bertindak kasar.

"Ck! Gadis bego itu ngaduh?" Lexa tersenyum miring.

Ali mendengkus, dia tersenyum tipis sembari melempar pandangan ke arah lain. Gadis ini sepertinya sedang menguji kesabarannya.

"Linka bukan cewek cengeng yang doyan ngaduh. Loe ada masalah sama dia?" Ali menaikkan sebelah alisnya, bertanya masih dengan nada santai.

"Gue gak suka dia sok nempel-nempel sama Loe terus. Sok bossy juga."

"Emang kenapa dia deket-deket gue? Gue gak keberatan, loe ada masalah?"

"Gue gak suka aja."

Ali geleng-geleng kepala. Dia menatap gadis di depannya itu dengan tatapan sinis. Ali maju selangkah, Lexa yang bingung otomatis  ikut mundur selangkah. Ali terus maju sedang Lexa kini mulai ketakutan.

Seisi kelas hanya menatap kedua orang itu dengan was-was, meskipun sebenarnya mereka senang karena ada pertunjukan gratis. Selama ini di kelas itu Lexa terkenal sok ratu, semua siswa perempuan harus tunduk padanya, sedang untuk yang laki-laki? Tanpa disuruh pun mereka dengan suka rela menyerahkan diri. Lexa terlalu cantik untuk diabaikan.

Lexa menelan ludah, Ali menyorotnya dengan tajam, bahkan terlihat pemuda itu tak berkedip sama sekali. Lexa makin cemas saat tubuhnya sudah terdesak di tembok. Dia tak bisa berkutik.

"Loe gak suka kenapa? Naksir sama gue?" Ali mengangkat kedua sebelah alisnya, bertanya dengan pelan tapi justru menciptakan seringai mematikan.

Ali merentangkan kedua lengannya. Disentuhnya dinding di belakang Lexa dengan dua telapak tangannya dan dikurungnya Lexa dalam rentangan kedua lengannya.

Tak hanya Lexa, tarikan napas tertahan pin terdengar serentak dari para penonton cewek. Entah disebut apa kejadian yang Lexa alami saat ini. Keberuntungan karena bisa sedekat itu dengan Ali atau justru kesialan tersendiri?

Lexa berusaha menekan rasa takutnya. Dia tak ingin reputasinya hancur hanya karena merasa kalah. Lagi pula dia yakin Ali bukan pecundang yang berani menyakiti perempuan.

"Sayang banget, ya, cewek secantik loe ...." Ali menggantungkan ucapannya. "Budek!" sentak Ali dengan keras.

Lexa yang semula sudah mulai tenang tersentak kaget. Ali benar-benar berhasil mengacaukan kinerja jantungnya. Lexa memberanikan diri menantang mata Ali yang  hanya berjarak sejengkal dengannya.

"Gue suka sama loe! Gue lebih cantik dan lebih segalanya dari cewek biang rusuh itu, tapi kenapa loe malah buta!"

Ali akui dia sedikit kaget dengan ucapan Lexa. Gadis di hadapannya ini tak selemah yang dia pikir.

Seringai tipis terbit di bibir Ali, ditatapnya gadis yang tingginya tak melebihi dadanya itu dengan senyum mematikan. Andai saja situasinya tak begini, tentu saja Lexa akan melayang mendapat senyuman Ali yang baginya begitu manis itu.

"Kenapa gue lebih suka sama Linka ketimbang loe? Karena Linka bukan cewek licik kayak loe! Kalau loe saja bisa ngelakuin hal ini kepada sahabat gue, bukan gak mungkin loe bisa melakukan banyak hal untuk menarik perhatian gue."

Lexa hendak membantah, tapi  entah kenapa mendadak lidahnya kelu. Tatapan Ali benar-benar mengunci setiap sistem kinerja otaknya.

"Gue gak tertarik sama cewek model kayak loe begini. Licik, sok cantik dan sok berkuasa. Tapi, kalau emang loe segitu naksirnya sama gue, gue bisa berusaha suka sama loe, asal loe mau ...." Lagi-lagi Ali menggantungkan ucapannya.

Semua siswa yang di kelas itu menunggu ucapan Ali dengan hati berdebar. Jika sedari tadi Ali menunjukan tatapan mematikan, kali ini ekspresi Ali benar-benar tak terbaca. Lelaki itu tersenyum, tapi senyumnya sekarang justru jauh lebih mengerikan.

Ali mencondongkan wajahnya lebih dekat. Dia memiringkan wajah tepat di telinga kanan Lexa. Gadis itu langsung menahan napas, dia benar-benar tak bisa memprediksi  apa yang akan dilakukan Ali setelah ini.

"Telanjang depan gue," ucap Ali pelan. Sengaja sangat pelan agar hanya dia dan Lexa yang tahu.

Ali menarik lagi wajahnya tapi tidak dengan tubuhnya. Ditatapnya Lexa yang kini sedang melotot kaget. Gadis itu menganga, kini bahkan dia menatap Ali balik dengan kilatan amarah dan benci. Ali tersenyum miring, membuat Lexa semakin sakit hati.

"Loe bisa pertimbangin ucapan gue baik-baik." Usai berkata demikian, Ali langsung berbalik dan melangkah pergi meninggalkan kelas itu tanpa menoleh sedikit pun.

Para penonton yang tak bisa mendengar ucapan Ali hanya menatap kecewa. Merek sudah menanti sejak tadi tindakan apa yang akan Ali ambil, tapi sayangnya sepertinya pertunjukan telah selesai.

Tatapan penonton beralih kepada Lexa yang masih diam di tempat. Gadis itu tak beranjak, tapi mereka bisa lihat saat ini sepertinya Lexa sedang terguncang. Lexa yang sok berkuasa mendadak seperti seorang pesakitan. Tak berdaya. Namun, satu hal yang mereka yakini sekarang, sepertinya bermain-main dengan Ali bukan keputusan yang baik.

"Kenapa? Loe mau nangis? Ngadu sama bodyguard loe?" ucap Sam dengan sebelah alis terangkat.

SETEL KENDORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang