Tentang Nomor Handphone

60 15 5
                                    

#Salam_WritingMarathon
#ChallengeMenulisSatuBulan
redaksisalam_ped

“Halo, Ali. Bangun, Al! Bangun!”

“Hmm.” Ali hanya membalas ucapan Linka dengan gumaman dan mata yang masih terpejam rapat.

Ali baru tidur jam dua belas tadi karena keasyikan bermain game dan sekarang jam satu dini hari sahabatnya gak tahu diri itu menghubunginya tanpa rasa berdosa.

“Ali dengerin gue! Ini masalah besar, Al. Masalah!” teriak Linka lagi diujung panggilan sana.

“Apa sih, Lin? Gue ngantuk. Mau tidur. Besok aja ngobrolnya.” Ali hampir saja menutup panggilannya, tapi suara teriakan Linka yang melengking membatalkannya.

“ALI! TOLONGIN GUE! TOLONGIN GUE, ALI!” Mata Ali sontak langsung terbuka lebar. Pemuda itu bangkit dari tidurnya.

“Tunggu Linka. Gue ke rumah loe sekarang!” Tanpa basa-basi lagi Ali langsung melompat dari tempat tidurnya dan berlari menuju rumah Linka.

Jarak rumah Ali cukup jauh, sekitar berjarak tiga rumah saja. Untuk itulah tak perlu waktu lama untuk Ali tiba di rumah sahabatnya itu.

“Linka, buka pintunya! Lin gue datang.” Ali menggedor-gedor pintu rumah Linka tak sabaran. Beruntung Bu Atrid langsung membukakan pintu, kalau tidak mungkin sekarang Ali sudah di kirimi santet karena membuat kegaduhan tengah malam.

“Ali? Kamu ngapain malam-malam teriak?” Bunda Linka itu menguap beberapa kali, dia bahkan tak sempat menyisir rambutnya terlebih dahulu. Alhasil rambut singa itu menyambut tamu laknat yang sekarang justru nyelonong masuk saja.

“Bunda, Linka gak papa, kan?” tanya Ali sembari berjalan menuju kamar Linka.

Perempuan yang nyawanya belum terkumpul sempurna itu hanya bergumam, tak mengerti arah pertanyaan Ali. Dia berpikir mungkin pemuda itu hanya sedang ngelindur.

Belum sempat Ali mengetuk pintu kamar, Linka sudah lebih dulu membuka pintu kamarnya, dia tak menyangka Ali langsung datang ke rumahnya. Ali memindai penampilan Linka dari atas hingga bawah, gadis itu nambak baik-baik saja.

Terus tadi siapa yang dalam bahaya?

“Loe baik-baik saja?” tanya Ali masih dangan gurat cemas. Linka nyengir, dengan tanpa dosanya dia bergeleng.

“Terus apa tadi yang bahaya?”

“Pulsa gue abis, tadi gue nemuin instagramnya Sam, eh pas mau stalking, paketan data gue mati. Jadi, mau minta tolong loe buat beliin,” jelas Linka masih dengan tampang polos, dia tak tahu bahwa pemuda di depannya itu sudah siap menelannya hidup-hidup.

“Terus?” tanya Ali lagi masih dengan menahan amarah.

“Ya, sebenarnya loe gak perlu kemari. Kan loe punya M-banking, bisa aja loe beliin lewat shopee pay atau yang lainnya.”

“LOE GAK LIHAT INI JAM BERAPA, BEGO!”
Habis sudah kesabaran Ali.

Entah dosa apa yang dia lakukan dulu hingga di kehidupan sekarang dia mendapatkan sahabat yang super duber menyebalkan seperti Linka. Bu astrid yang tadi tertidur di sofa depan kamar Linka langsung ikut melonjak kaget. Di liriknya sekilas Ali dan Linka, merasa kondisi masih aman dia memutuskan untuk rebahan dan tidur lagi.

“Jam satu malam,” jawab Linka lagi-lagi dengan mode tanpa merasa bersalah.

Ali menggeram. Jika saja Linka laki-laki sudah pasti dihajarnya habis-habisan.  Ali ingin sekali marah tapi melihat wajah polos Linka di depannya, amarahnya tiba-tiba menuap begitu saja.

Ali menggeser tubuh Linka yang berdiri di depan pintu kamarnya. Tanpa menunggu ijin, pemuda itu langsung merebahkan tubuhnya di kasur milik Linka.

“Eh, mau ngapain?”

Tidurlah

“Kenapa tidur di sini?”

Males pulang

“Alii.” Linka menggoyang-goyangkan tubuh sahabatnya yang sudah terlelap itu.

“Apa sih, Lin. Gue ngantuk!” protes Ali masih dengan posisi tengkurap.

“Jangan tidur dulu, terus pulsa gue gimana?”

Astaga! Bisa-bisanya masih mikir pulsa. Dia gak sadar udah ganggu ketentraman orang?
Rasanya Ali sudah tak sanggup lagi menjawab pertanyaan sahabat gilanya itu. dia sudah teramat mengantuk. Ditariknya selimut untuk menutupi semua wajahnya. Masa bodoh dengan ocehan tak berfaedah Linka.

“Ali, itu bantal gue jangan di ilerin, ya?”
Linka hanya menghembuskan napas pasrah, sepertinya Ali sudah benar-benar tertidur. Dia gagal stalking malam ini.

Sementara di luar, Bu Astrid terbangun dari tidurnya, dia mendongak menatap ke arah kamar Linka, sudah sepi.Kamar itu terbuka lebar, ada Linka yang sudah tidur di ranjang sisi kiri dan Ali di sisi kanan menghadap tembok. Merasa semua sudah aman  Bu Astrid bangkit dari tempatnya, berjalan dengan sempoyongan menuju kamarnya sendiri.  Dia butuh tidur yang cukup untuk kebaikan kulit mulusnya.

====SETEL KENDOR====

“Loe minggir! Cari bangku yang lain!” perintah Linka kepada seorang gadis yang duduk di depan Sam.

Sam hanya melirik sekilas, dia tahu suara siapa yang sedang di hadapannya sekarang. Sam tak ambil pusing, dia sendiri tak mengenal gadis itu.

Istirahat jam pertama kantin memang selalu ramai, perut-perut kelaparan akan berbondong-bondong menyerbu isi kantin dengan kalap. Mereka tak peduli akan duduk di bangku yang mana dan dengan siapa, yang terpenting bisa duduk tenang dan perut segera terisi.

Gadis yang diusir Linka itu mendongak, tak banyak bicara dia langsung berlalu begitu saja. Sam mendengkus melihat tingkah sok berkuasa Linka. Sedang Linka justru tersenyum puas, dia sengaja ingin bersikap pamer di depan Sam. Dia ingin menunjukan perannya di sekolah ini.

Sam dan linka tak tahu bahwa gadis tadi pergi bukan karena takut kepada Linka. Tak ada Ali di sana, tak ada yang perlu ditakuti. Sebenarnya sedari tadi dia menahan sakit perut, karena merasa sayang sudah memesan makanan akhirnya dia memilih bertahan. Puncaknya saat Linka datang dia sudah tak tahan, bahkan bisa dibilang mungkin dia sudah cepirit di celana. Dan kursi bekasnya itu sekarang di duduki oleh Linka. Lantas siapa sekarang yang justru keluar sebagai pemenang?

“Masukin nomor handphone loe.” Linka menggeser handphonenya ke arah Sam.

Sam yang tadi masih bersikap cuek itu kini tak tahan untuk tak menjawab. “Harus?” tanyanya.

“Iyalah.”

Tony yang sedari tadi hanya menyimak terkekeh geli. Sepertinya dugaannya benar bahwa Linka mulai mulai naksir dengan teman barunya.

“Oke.” Sam mengambil handphone Linka dan handphonennya sendiri. Dia memasukkan nomor yang beberapa kali dia tengok dari kontaknya.

Linka girang, tak menyangka perintahnya akan dengan gampang dituruti oleh Sam. Sepertinya pemuda itu sudah mulai paham dengan kedudukan Linka di sekolah.

“Kenapa mesti lihat? Loe gak hapal nomor loe sendiri?” tanya Linka sembari memperhatikan Sam lekat-lekat.

“Gue baru ganti nomor, lupa,” jawab Sam singkat. Linka hanya mengangguk mengerti.

Sam menyerahkan kembali handphone Linka. "Cabut, Ton," ajaknya kepada Tony.

Sam berlalu begitu saja, tanpa basa-basi apalagi pamit kepada Linka. Gadis itu sendiri tak peduli, yang terpenting dia sudah mendapatkan  apa yang dia mau.

"Loe beneran ngasih nomor handphone loe? Katanya gak naksir?" tanya Tony kepada Sam di tengah perjalanan mereka menuju kelas.

"Loe naksir dia, kan? Sekarang aku udah bukain jalannya. Manfaatin baik-baik." Sam menepuk bahu Tony beberapa kali.

"Gimana maksudnya?" tanya Tony tak mengerti.

Bukannya menjawab, Sam justru tersenyum dan berjalan lebih dulu meninggalkan Tony.

SETEL KENDORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang