Dua : First Appointment

1.2K 172 19
                                    

•••

Prilly

Dering alarm yang semakin lama semakin membahana suaranya berhasil membuatku membuka mata. Kulirik jam di nakas ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 6.15, hal itu membuatku akhirnya terbangun untuk melakukan peregangan tubuhku yang rasanya banyak memikul beban akibat tumpukan pekerjaan minggu ini.

Setelah merasa cukup, kemudian aku berjalan untuk menyibakkan gorden jendela dan menemukan pemandangan hilir mudik orang sedang berolahraga bersepeda maupun berlari di jalanan kompleks pada hari libur seperti ini. Anehnya, melihat hal begitu saja mampu membuat perasaanku jauh lebih baik untuk memulai aktivitas hari ini.

Merasa sudah puas, aku segera menuju kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok gigi sebelum bersiap membuat sarapan. Tak muluk muluk, cukup dengan semangkuk sereal dan segelas susu rasanya sudah cukup untuk mengganjal perutku pagi ini.

Rumah yang menjadi tempat tinggal keduaku ini tergolong minimalist dan berhasil kubeli dengan tabungan gaji yang kuhasilkan selama 2 tahun bekerja. Tidak terlalu mewah memang, karena aku juga harus menyesuaikan budget dan letaknya yang lumayan strategis. Untuk setidaknya aku tak harus kehabisan waktu istirahatku hanya untuk ikut bermacet ria bersama kendaraan lain di jalan raya. Karena memang jarak dari rumahku dengan kantor tak lebih dari 3 km.

Dering telfon ditengah kegiatanku melahap sereal dihadapanku, membuatku mau tak mau beranjak untuk mengambil ponsel yang semalam sebelum tidur kuletakkan di laci nakas. Ya kebiasaan ini memang sudah lama ku jalani, sebab ini membantu agar waktu istirahatku bisa kugunakan dengan maksimal. Sebab jika aku terus terusan meladeni chat yang masuk kedalam ponselku, tentu waktu tidurku akan kurang dari 5 jam.

Mendapati nomor asing yang ternyata tengah menghubungiku, membuatku sejenak berfikir siapa gerangan yang menghubungiku sepagi ini. Dan akhirnya, aku menggeserkan jariku untuk mengangkat sambungan telefon tersebut.

"Ya, dengan siapa ini?" Sapaku tanpa basa basi.

"Ini saya." Sontak aku menjauhkan ponselku dari telingaku. What, jawaban apa apaan seperti itu. "Ali," sambungnya lagi setelah beberapa saat ada jeda hening.

"Eh?" Ujarku refleks sehingga membuatku seketika harus menutup mulut.

"Saya jemput dirumah Om Bara dan Tante Najwa pukul 4 sore nanti."

Astaga. Astaga. Ini beneran kami mau pergi jalan beneran?

"Halo? Suara saya terdengar jelas kan?"

"Ah iya jelas kok." Jelasnya pakai banget sampai membuat otakku seketika blank harus memberikan tanggapan seperti apa. "Tapi masalahnya itu, aku sekarang gak lagi dirumah Ayah Bunda." Kira kira dia tahu soal aku yang tinggal di rumah pribadi dekat kantor tidak ya?

"Tapi nanti sore sudah ada dirumah orang tua kamu kan?"

Sial, memang baiknya jangan pula mengharapkan kepekaan seorang manusia kulkas 2 pintu.

"Iya, diusahain," jawabku malas.

"Oke, ya sudah kalau begitu. Saya izin tutup telfonnya, assalamualaikum." Dengan nada datarnya pastinya.

"Iya silahkan, waalaikumsallam."

Aku banyak banyak menghirup udara. Masih pagi dan manusia itu sudah berani mengacaukan pagiku ini.

Well, sepertinya menarik untuk mulai menunjukkan hal buruk yang kumiliki. Kita lihat saja, seberapa jauh dia bisa menerima dan tetap kekeh untuk melanjutkan planning buruk ini.

We will see.

•••

Jam pada pergelangan tanganku sudah menunjukkan pukul setengah 5 sore. Aku tertawa kecil mengingat itu. Sehingga kini, aku sedikit mempercepat laju kendaraanku agar segera sampai dirumah Ayah Bunda. Ya, aku memang sengaja melakukan ini.

We're Engaged [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang