Fahri dan Amara 3

2.1K 163 4
                                    

Pukul 21.00 Amara dan Fahri sampai di rumah. Mereka hanya mengantar keempat teman Amara ke rumah Airin.

"Mas!" Amara yang sudah tidak sabar menanyakan asal muasal uang yang digunakan Fahri di kafe tadi langsung menahan langkah Fahri begitu mereka sampai di rumah.

"Ya?"

"Dapat uang dari mana bayarin makanan dan minuman tadi?" Amara langsung bertanya tanpa basa basi.

"Kalau aku bilang itu uang tabungan aku, kamu percaya nggak?"

"Nggak percayalah. Memang berapa sih gaji seorang garin? Nggak akan sampai 2 juta kan? Satu juta aja udah hebat tuh." Nada suara Amara terdengar meremehkan.

"Kalau gitu aku akan katakan kalau itu uang titipan papa mertua, buat pegangan kita selama beliau pergi."

"Apa? Jadi itu uang buat biaya kita sehari-hari?"

"Yups."

"Lalu sekarang kita mau makan pake apa? Kenapa kamu ngabisin buat hal yang gak penting?" Amara benar-benar merasa kesal. Kepada Amara, papanya hanya meninggalkan uang jajan.

"Tenang. Allah nggak akan membiarkan kita mati kelaparan." Fahri menjawab dengan santai.
Laki-laki itu lalu berjalan menuju kamar. Meninggalkan Amara yang masih terpaku di ruang tamu dengan dada bergemuruh. Marah, kesal, sakit hati, semua campur aduk jadi satu. Tetapi, baru beberapa langkah, Fahri kembali berbalik.

"Kamu tahu nggak, kalau sedekah itu pembuka pintu rezeki. Jika kita rajin bersedekah maka rezeki itu akan datang dari arah yang tidak pernah kita sangka-sangka." Suara laki-laki itu terdengar begitu tenang, tetapi, telinga Amara malah semakin panas mendengarnya. Apalagi setelah itu dilihatnya Fahri melenggang santai masuk ke kamar.

'Memang rezeki bisa datang dari langit?' Amara menghentakkan kakinya dan ikut melangkah menuju kamar. Tetapi, menuju kamar di sebelahnya.

***NayaR***

Amara dan Fahri baru saja selesai sarapan. Fahri membeli dua bungkus nasi uduk begitu pulang dari masjid tadi. Ketika Amara akan membereskan piring dan gelas kotor bekas makan mereka, terdengar ketukan di pintu.

"Biar aku aja yang bereskan." Fahri mengambil alih piring dan gelas dari tangan Amara dan membawanya ke tempat cuci piring. Amara beranjak meninggalkan ruang makan. Sementara itu, Fahri langsung mencuci piring dan gelas kotor itu dengan santai.

"Mas!" Amara sudah berada lagi di ruang makan yang menyatu dengan dapur.

"Ya?" Fahri menyelesaikan gelas terakhirnya.

"Ada yang mau ketemu."

"Siapa?"

"Angga."

"Angga?" Kening Fahri berkerut.

"Iya, teman aku yang seharusnya membayarkan makan dan minum kami kemarin."

"Oh." Fahri mengeringkan tangannya dan beranjak menuju ruang tamu.

"Orangnya di kursi teras." Amara mengikuti langkah Fahri dari belakang.

Begitu melihat Fahri dan Amara keluar bersamaan, laki-laki yang bernama Angga itu langsung bangkit dari duduknya. Angga mengulurkan tangan dengan sopan. Fahri menerimanya dan memperhatikan penampilan Angga sekilas.

"Saya ke sini mau mengucapkan terima kasih atas bantuan Mas kemarin. Adik saya kemarin kecelakaan sehingga saya tidak bisa menepati janji pada Amara dan teman-teman."

Fahri melirik Amara sekilas. Angga menyebut nama Amara di antara sekian banyak tema-temannya. Pastilah Amara merupakan orang spesial untuk laki-laki di hadapannya ini.

Mari Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang