Fahri dan Amara 1

3.9K 203 14
                                    

Hanya dalam waktu satu bulan, hidup Amara berubah total. Dari seorang gadis cantik dengan segudang prestasi di kampus dan digilai oleh para kaum adam, tiba-tiba kini ia menjadi istri seorang garin masjid.

Segala upaya dan tipu muslihat telah dilakukan Amara untuk menggagalkan pernikahan yang hanya direncanakan dan diurus dalam waktu satu bulan itu. Tetapi, semua usaha Amara sia-sia. Papa dan mamanya selalu bisa membawanya pulang kembali ke rumah dan akhirnya berhasil mendudukkannya di samping laki-laki sederhana itu pada saat ijab kabul.

Tidak satu pun keluarga dari pihak Fahri yang hadir. Fahri memang berasal dari luar kota. Laki-laki itu mengatakan jika ayah dan ibunya tidak bisa datang. Ia hanya diantar dan didampingi oleh para pengurus masjid.

Amara tidak mengerti, apa sebenarnya yang ada dalam pikiran kedua orang tuanya itu. Dengan alasan mereka akan berangkat haji ke tanah suci, lalu Bi Ana minta izin pulang kampung selama sang majikan pergi dan Amara yang anak tunggal tidak punya saudara untuk dititipkan selama mereka menjalankan Rukun Islam kelima itu.

Padahal Amara sudah ribuan kali mengatakan kalau ia bisa tinggal sendiri, bisa menjaga diri sendiri dengan baik dan tidak akan mengecewakan mereka berdua. Tetapi, tetap saja omongan Amara dianggap sebagai angin lalu. Ayah dan ibunya kompak mengatakan jika mereka akan lebih tenang beribadah selama 40 hari di sana jika sudah ada yang menjaga Amara.

Mungkin alasan yang cukup masuk akal. Namun, permasalahannya mengapa harus dengan seorang garin? Andai Amara mau, gadis itu bisa mendapatkan calon suami yang seribu kali lebih berbobot. Mau dosen tampan atau mahasiswa tajir? Amara tinggal mengatakan iya saja kepada mereka.

Namun, Amara belum mau terikat dengan siapa pun. Ia masih ingin menikmati masa mudanya, menikmati hari-hari sebagai mahasiswa, duduk dan kumpul-kumpul di kafe dengan teman-teman gengnya, shopping di mall, mengikuti berbagai ajang pencarian bakat, atau mengunjungi kota-kota di Pulau Jawa ini dengan teman-teman terbaiknya. Ia ingin mengisi masa mudanya dengan hal-hal yang indah.

Dan kini, laki-laki bernama Fahri itu telah memutus semua impian Amara. Amara tidak banyak tahu tentang laki-laki itu, karena Amara memang jarang shalat berjamaah atau ikut acara-acara di masjid perumahan mereka. Bu Mia, mamanya,  hanya mengatakan jika Fahri sudah hampir dua tahun menjadi garin di masjid Al Iklas. Selain menjadi garin, laki-laki itu juga sedang menjalani S2 di salah satu universitas di kota ini. Amara baru tahu, jika garin masjid ada juga yang berpendidikan S2.

Karena tidak lama lagi Fahri akan segera diwisuda, masjid Al Iklas pun mencari garin pengganti untuk Fahri. Masih menurut sang mama, meski seorang garin, tetapi, banyak gadis-gadis di perumahan yang menyukai laki-laki itu. Sudah beberapa orang juga yang meminta dia menjadi menantu. Tetapi, belum ada satupun yang diterimanya. Lalu, mengapa ketika papanya meminta dia menikahi Amara, laki-laki itu langsung bersedia? Padahal mereka sangat jarang bertemu. Amara benar-benar merasa aneh.

Kini, mereka hanya tinggal berdua di rumah. Rumah besar itu mendadak terasa begitu lengang. Selain merasa sedih, mengingat ia harus berpisah sekian lama dengan kedua orang tuanya, hati Amara juga merasa kesal membayangkan akan hidup berdua di rumah sebesar ini dengan laki-laki yang telah berstatus sebagai suaminya itu.

“Mas, aku mau bicara.” Amara langsung menahan langkah Fahri begitu mereka sampai di ruang keluarga.

“Ya, silakan.” Fahri menjawab santai seraya mengambil tempat duduk di hadapan Amara.

Untuk beberapa saat tampak Amara terdiam. Ia sepertinya sedang menimbang-nimbang sesuatu.

“Mengapa Mas mau menikahi aku?” Amara menatap Fahri dengan tatapan menantang.

“Karena jodoh.” Fahri menjawab tenang.

“Kalau begitu, Mas harus bisa menerima aku apa adanya. Aku bukan perempuan sholeha.”

Mari Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang