Fahri dan Amara 5

2.1K 168 11
                                    

Setelah menyelesaikan masalah mobil dengan orang tua Vega, Fahri mengajak Amara makan di sebuah restoran. Begitu sampai di halaman parkir, Amara terlihat ragu untuk turun.

“Ayo, kamu pasti sudah lapar ‘kan?” Fahri menatap Amara yang masih duduk di kursinya tanpa bersiap untuk turun.

“Kita makan di pecel lele dekat rumah aja, Mas.”

“Kenapa? Kamu takut seorang garin nggak bisa bayar makanan di restoran seperti ini?”

“Bukan, bukan gitu maksudnya, Mas.”

“Lalu apa? Ayolah, insyaAllah aku punya uang untuk membayarkan makanan dan minuman kamu.” Fahri membuka pintu mobil dan beranjak turun. Akhirnya Amara ikut turun meski hatinya masih diliputi kebimbangan.

Fahri membawa Amara duduk di meja yang berada di taman belakang. Pelayan datang membawa menu. Fahri memilih beberapa menu. Sementara Amara hanya diam memperhatikan.

“Kamu mau pesan apa?”

“Sepertinya yang kamu pesan sudah banyak. Aku gabung aja.”

“Yakin?”

Amara mengangguk. Rasa penasaran yang sedari tadi ditahannya mengalahkan rasa laparnya.

“Kalau gitu, kamu pilih minumannya.”

“Lemon tea, aja.”

“Oke.”

Fahri lalu menambah beberapa menu lagi. Pelayan mencatat semua pesanan Fahri, setelah itu segera undur diri.

“Mas!”

“Ya?”

“Gimana cara kamu menyelesaikan masalah dengan si bapak tadi?”

“Aku suruh dia bawa mobilnya ke bengkel untuk diperbaiki.”

“Lalu?”

“Lalu apa?”

“Biayanya bagaimana?”

“Aku bilang nanti biayanya aku yang tanggung.”

“Bapak itu percaya?” Amara menatap Fahri dengan mata membulat.

“Itu buktinya dia langsung pergi.”

Fahri tersenyum penuh arti.
Amara sebenarnya masih belum puas dengan jawaban Fahri. Tetapi, sepertinya Fahri memang agak sulit untuk diajak bicara serius.

“Lalu kalau yang mobil Vega?”

“Ya, sama. Aku minta papanya Vega membawa mobilnya ke bengkel.”

“Segampang itu?”

“Ya, gampanglah. Semua bisa dinegosiasikan.”

Fahri lagi-lagi tersenyum. Wajah cantik di depannya terlihat masih belum puas.

“Yang penting, masalahnya sudah selesai. Sekarang giliran aku yang bertanya. Mengapa bisa-bisanya kamu bawa mobil Vega? Nggak punya SIM lagi.”

Wajah Amara langsung terlihat gugup.

“Tadi itu, kami mau jalan ke mall. Vega sudah nyetir awalnya. Tiba-tiba perutnya sakit, tamu bulanannya datang. Dia nggak kuat nyetir. Nah, di antara kami berempat, cuma aku yang sudah pernah belajar bawa mobil. Ya, akhirnya aku gantikan tempat Vega.”

“Kamu tahu nggak kesalahan kamu yang utama?”

“Karena sudah berani bawa mobil orang?”

Fahri menggeleng.

“Karena berani nyetir padahal nggak punya SIM?”

Lagi-lagi Fahri menggeleng.

“Apa dong?!” Amara cemberut.

Mari Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang