Penderitaan

1.7K 313 28
                                    

Sudah hampir dua bulan, Rachel berusaha untuk mencari agensi baru untuk menaungi dirinya. Terlebih tinggal menunggu beberapa hari lagi, dirinya habis kontrak di agensi Orland. Namun, hingga saat ini pun Rachel belum mendapatkan agensi baru. Hal tersebut terjadi, karena ternyata tidak ada satu pun agensi yang mau merekrutnya atau menandatangani kontrak dengannya. Sungguh melelahkan.

Rachel memejamkan matanya dan bersandar di kursi pengemudi. Meskipun pihak agensi yang ia datangi berkata bahwa portofolio Rachel tidak baik, tetapi Rachel tahu alasan mereka bukanlah itu. Rachel tahu jika mereka semua terpengaruh dengan kabar yang beredar. Kabar buruk seperti ini sebenarnya tidak muncul sekali atau dua kali. Sejak awal menjadi seorang aktris, Rachel selalu memiliki kabar buruk yang mengikutinya. Seakan-akan kabar tersebut adalah bayangannya sendiri.

"Ini belum waktunya untuk diriku menyerah," ucap Rachel lalu mengemudikan mobilnya menuju sebuah perusahaan terakhir yang ia harap mau mengontrak dirinya.

Rachel turun dari mobil dan memasuki gedung tersebut dengan penuh harap. Rachel berharap jika dirinya mendengar kabar baik dari agensi ini. Namun ternyata, harapan Rachel pupus seketika ketika berhadapan dengan perwakilan agensi. Pria yang menjadi perwakilan agensi tersebut terlihat memberikan tatapan yang merendahkan pada Rachel dan berkata, "Maaf kami tidak bisa menjadi perwakilan bagi Anda. Kami tidak akan menandatangi kontrak apan dengan Anda."

Mendengar hal itu, Rachel mengepalkan kedua tangannya. Namun, ekspresi Rachel masih terlihat normal. Ia bertanya, "Kalau boleh tahu, apa alasannya?"

Perwakilan itu mendengkus. Ia bersandar dengan nyaman lalu menjawab dengan gaya yang sangat tidak sopan, "Karena kau benar-benar tidak pantas untuk menjadi seorang aktris."

Saat itulah, Rachel pun tidak lagi mau menahan diri. Ia menyilangkan kakinya dan melipat kedua tangannya di depan dada. "Atas dasar apa, kau mengatakan hal itu?" tanya Rachel. Ia pun meletakan kesopanannya. Karena mereka pria di hadapannya sama sekali tidak pantas untuk diberikan kesopanan.

Pria itu tertawa mengejek. "Kau masih bertanya seperti itu? Apa kau tidak bisa berkaca?" tanya pria itu tajam benar-benar meremehkan dan merendahkan Rachel.

Kini, Rachel hanya memasang ekspresi datar. Menunggu pria itu menyelesaikan perkataannya. Tentu saja Rachel sudah bersiap untuk melakukan serangan balik. "Kau tidak akan pernah bisa menjadi aktris yang besar. Sejak debut, kau bahkan tidak pernah mendapatkan pemeran utama. Kau tidak memiliki pendukung atau pebimbing. Semuanya sangat buruk. Selain itu, kau memiliki segudang skandal yang menghalangi jalanmu," ucapnya.

Rachel mengepalkan kedua tangannya. "Aku rasa, kau hanya menilaiku dengan hal itu. Kau bahkan tidak melihat kemampuanku melalui rekaman casting yang sudah aku berikan," ucap Rachel.

"Untuk apa? Kemampuanmu dibuktikan dengan populeritasmu. Kau tidak memiliki kemampuan apa pun yang bisa membuatmu terkenal. Kau tidak berbakat," ucapnya membuat dada Rachel sesak bukan main.

Lalu tak lama, pria itu meneliti wajah dan tubuh Rachel yang indah sebelum berkata, "Tapi aku rasa, kau akan sukses jika menjadi seorang aktris blue film."

Saat itu juga, Rachel tidak menahan diri. Ia meraih gelas dan menyiram wajah perwakilan agensi itu dengan penuh emosi. Tentu saja perlakukan tersebut membuat pria itu marah dan berniat untuk berteriak. Namun, tingkah Rachel selanjutnya membuatnya bungkam. Rachel melemparkan gelas itu ke arah perwakilan agensi. Gelas tersebut pecah berkeping-keping setelah meleset mengenai kepala pria itu. Wajah pria itu seketika memucat.

"Ah, maaf tanganku meleset. Seharusnya aku melemparkannya tepat pada kepalamum" ucap Rachel sebelum bangkit dan meninggalkan pria yang masih terkejut itu. Kepergian Rachel diiringi oleh makian dan kutukan yang terdengar seperti nyanyian bagi Rachel.

***

Rachel membuka sekaleng bir dan menyesapnya beberapa teguk, sebelum menghidupkan televisi di apartemennya. Hari ini terlalu sulit untuk Rachel. Rasanya, hari Rachel memang tidak pernah lancar. Berbeda dengan kehidupan Julia yang rasanya selalu saja dipenuhi oleh keberuntungan. Selain menjadi aktris ternama, kakaknya itu juga memonopoli kasih sayang sayng ayah. Ivan tidak pernah menyayangi Rachel, dan itu sungguh ironis.

Alasannya sangat klise. Karena Rachel dianggap pembawa sial. Saat melahirkan Rachel, ibunya harus meninggal, dan hal itu membuat Ivan membenci Rachel. Terlebih saat Rachel memiliki wajah yang sangat mirip dengan mendiang istri Ivan. Hal itu membuat Ivan semakin tersiksa oleh rasa rindu, dan semakin membenci Rachel. Bagi Ivan, Rachel sudah merenggut istri yang sangat ia cintai. Padahal, Rachel sendiri tidak ingin terlahir jika dirinya harus membuat sang ibu kehilangan nyawanya.

Rachel menggelengkan kepalanya enggan memikirkan hal itu lebih jauh. Namun, begitu televisi menyala, Rachel malah dibuat semakin tidak nyaman. Karena iklan yang pertama ia lihat, adalah iklan yang diperankan oleh Julia dan David. Keduanya memang semakin sukses, dan bahkan kini sudah didapuk menjadi pasangan model untuk salah satu brand yang cukup terkenal. Film yang keduanya perankan diperkirakan akan sukses besar, membuat semua orang lupa bahwa sebelumnya David memiliki masalah dengan Rachel.

Kini bahkan semua orang tidak merasa aneh, jika Julia dan David bermesraan. Semua orang sepertinya melupakan fakta, bahwa sebelumnya David adalah kekasih Rachel. Lalu tidak membutuhkan waktu lebih dari dua bulan, kini David sudah menjadi kekasih Julia. Apa terasa wajar jika seorang kakak menjadi kekasih dari mantan kekasih adiknya sendiri? Bahkan, saat perpisahan tersebut belum genap dua bulan. Terlebih sebelumnya David dan Rachel sudah membahas pertunangan.

"Mereka terlalu menjijikan," ucap Rachel dan mengalihkan chanel televisi. Namun, rasanya Julia dan David ditemukan di berbagai tempat. Hal itu membuat Rachel merasa sangat muak.

Baru saja Rachel ingin mematikan televisi, ia sudah lebih dulu melihat wawancara Ivan sebagai pemilik dari perusahaan asuransi. Ivan mendapatkan pertanyaan mengenai kabar putri-putrinya, dan Rachel tanpa sadar menunggu namanya untuk disebut oleh sang ayah. Namun, Ivan malah berkata, "Ah, putri tercintaku, Julia memiliki karir yang semakin membaik. Apalagi, ia memiliki pria yang tepat di sampingnya. Aku harap, Julia dan David bisa segera menikah."

Rachel tertawa keras, saat Ivan tidak menyebutkan namanya sama sekali. Lalu menolak menjawab pertanyaan apa pun mengenai Rachel dan karirnya yang terpuruk. Rachel memang tertawa, tetapi air mata tampak mengalir deras. Terlihat betul jika saat ini Rachel tengah merasa sangat sedih. Rachel merasa jika dirinya dilahirkan untuk sendirian di dunia yang begitu kejam ini.

"Apa aku memang tidak berhak untuk bahagia?" tanya Rachel dengan nada bergetar.

"Tidak ada satu pun orang yang menyayangiku dengan tulus. Kini aku menjadi aktris buangan di mana tidak ada satu pun orang yang mengaukui kemampuan beraktingku," ucap Rachel lagi dengan menangkup wajahnya. Merasa begitu kesepian dan terasing.

Tangisan Rachel bertahan cukup lama, hingga Rachel yang merasa lelah pada akhirnya jatuh tertidur dengan posisi meringkuk di atas sofa. Rachel yang tertidur tidak menyadari jika lampu apartemennya tiba-tiba mati, dan William kembali masuk ke dalam apartemennya dengan leluasa. William berjongkok di hadapan Rachel dan mengulurkan tangannya untuk menyeka air mata yang membasahi pipi gadis itu.

"Ini akan menjadi tangisan penuh kesedihanmu yang terakhir, Rachel. Karena selanjutnya, aku sendiri yang akan memusnahkan sumber dari penderitaanmu. Waktunya bahagia untukmu, Rachel," bisik William penuh dengan keseriusan.




.

.

.

Ayo ngaku siapa yg udah bucin sama William?

No More PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang