Bibit perasan yang sudah tertanam di hati, semakin disirami maka akan semakin berakar kuat. Menjadi semakin sulit untuk berpindah ke lain hati.
Sore ini, Vita dan Roni sedang berada di sebuah mall dekat pertengahan Ibu Kota. Bagaimana bisa mereka pergi bersama? Sebelumnya, bukankah Vita telah sangat jelas menolak apapun ajakan Roni? Apalagi ajakan seperti ini.
Semua bermula dari rasa iba Vita kepada Roni. Dirinya dibuat serba salah karena tingkah Roni yang memohon kepadanya untuk berbagi taksi, cowok itu berlari menuju taksi yang Vita tumpangi, baru saja Vita menutup pintu, Roni mengetuk-ngetuk jendelanya dengan raut wajah yang kasihan, dan akhirnya Vita mengizinkan Roni untuk menumpangi taksinya, ditambah karena motor Roni dibawa paksa begitu saja oleh Reyhan. Jika saja Roni tidak melakukan itu, pasti saat ini dirinya tidak berada di kafe bersama cowok itu.
Sejak masih berada di taksi sampai mereka sudah duduk di dalam kafe, Roni tidak berhenti menunjukkan deretan giginya. Ia terus tersenyum ke arah Vita. Sedangkan Vita, ia hanya bisa memasang wajah jutek dan terlihat jelas bahwa dirinya tidak terima dengan semua ini.
"Lo kalo gak berhenti natap gue begitu, gue tumpahin saus ini ke mata lo!" sentak Vita sangat kejam seraya memegang botol saus yang ada di meja.
"Gak bisa," ucap Roni, semakin membuat Vita kesal.
"Yaudah, gue pulang."
"Jangan! Duduk dulu, kita belum ngapa-ngapain," ucap Roni begitu Vita hendak pergi.
Ucapan Roni barusan berhasil membuat Vita menatap tajam cowok itu.
"Maksudnya, kita belum makan, belum minum, jangan negatif dulu pikirannya," ucap Roni sebelum Vita benar-benar menumpahkan saus ke matanya.
"Lo gila, ya?"
"Iya, gila mikirin lo."
"Gak waras lo, Ron."
"Terserah mau dibilang apa, gue emang gak waras, dan itu karena lo."
Vita terdiam sejenak. Penuturan Roni barusan terdengar sangat serius, tidak seperti biasanya.
"Pusing gue. Gue pulang," pamit Vita. Ia sudah tidak ingin mempedulikan Roni lagi.
Kali ini Roni tidak ingin menahan Vita untuk pergi. Ia menyandarkan tubuhnya di kursi seraya menatap kepergian Vita. Kemudian, ia menghembuskan napasnya dengan berat. Kenapa sangat sulit mendapatkan hatinya? Jangankan hal itu, dekat dengannya saja Roni harus bersabar dengan kesabaran tingkat dewa.
***
Ginan berhasil ditangani oleh dokter. Sekarang gadis kecil itu sedang terbaring tak sadarkan diri di tempatnya. Kania menatap iba ke arahnya, apalagi setelah melihat tubuh Ginan dipasangi berbagai alat. Pasti gadis itu sangat kesakitan.
"Kania, sebentar lagi masuk waktu shalat Ashar, mau pulang dulu atau shalat?" tanya Yudha setelah menghampiri Kania yang duduk di pinggir ranjang.
"Shalat dulu aja, Kak" jawab Kania.
"Yaudah, yuk!" ajak Yudha.
Kania menatap ke arah Reyhan.
"Kalian shalat duluan aja, nanti aku setelahnya. Lagian juga butuh ada orang yang temenin Ginan di sini."
"Oke kalo gitu, Rey kita shalat dulu," ajak Yudha kepada Reyhan yang hanya dibalas tatapan sinis olehnya.
Reyhan langsung berjalan mendahului, ia seperti tidak ingin berjalan beriringan dengan Yudha. Begitu mereka sudah tidak terlihat lagi, Kania kembali menatap Ginan. Gadis itu tidur dengan lelap, wajahnya sangat pucat. Tubuhnya mungkin tidur, tetapi jiwanya pasti tetap merasakan sakit.
![](https://img.wattpad.com/cover/247444488-288-k43932.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
RASA (On Going)
Teen FictionKetika cinta tidak berlandaskan karena Allah. Dan segala hal yang disebut perasaan cinta bukan pada saat yang tepat. Kania Lathifah, perempuan lemah lembut yang berhasil membuat Reyhan jatuh hati. Kania adalah perempuan shalihah yang menjadi dambaan...