"Aarav, aku pergi. Aku tak mau bertemu denganmu lagi, bahkan meski hanya sekedar di dalam mimpiku!"
Lexi akhirnya memilih untuk pergi.
Dia membawa semuanya pergi, meninggalkan rumah bergaya modern berwarna hitam putih dengan buku-buku yang berserakan.
Aarav menatap kepergiannya di bawah sinar lampu redup berwarna oranye dan tertawa, "Dia mencoba menggunakan trik kekanak-kanakan ini lagi."
Saat Lexi pergi untuk pertama kalinya, dia menghabiskan puluhan batang rokok, berkeliling kesana-kemari dengan penuh rasa cemas, mencarinya diseluruh penjuru kota. Matanya yang selalu tampak cerah bagaikan air dibawah air terjun yang jernih berubah menjadi merah dan sayu karena dia tidak tidur untuk beberapa lama, menunggu kabar dari Lexi.
Saat Lexi pergi untuk kedua kalinya, dia mulai berpikir, mungkin ini adalah akhir dari kisah cinta dua tahun mereka. Dihari itu, dia menghapus semua nomer telepon selingkuhannya, dan meminta maaf kepada Lexi sambil berlutut memohon dan menangis. Dia berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
Ini adalah kali ketiga.
Aarav duduk termangu dikursi rotan kesayangannya, "Cintamu padaku tak akan musnah, layaknya senja. Dia hanya bersembunyi untuk kembali keesokan harinya."
........
"Aarav aku menyukaimu!", pipi Lexi memerah, mata bulatnya berbinar-binar memantulkan cahaya matahari sore yang indah. Siapa yang sanggup menolak pernyataan cinta dari wanita cantik berambut panjang terurai bagaikan sutra lembut ini.
Dia juga sangat menyukainya.
.........
"Aarav, ayo kesini. Sampai kapan kamu mau terus terkurung di rumah lusuhmu itu!", suara Vino yang memekakan telinga terdengar keras dari ponsel Aarav.
Dia menoleh ke arah jam dinding yang tertempel rapi di pojok kamarnya, menyalakan rokok diantara jari telunjuk dan jari tengahnya kemudian mengambil nafas dalam, "Dimana?"
"Tempat biasa!", Vino menutup telponnya tanpa menunggu jawaban darinya.
.......
Ketika Aarav baru saja memasuki bar, dia melihat wajah wanita yang sangat dia kenal sedang duduk dengan anggun disebelah Vino.
Dia mengangkat salah satu alisnya yang hitam dan tebal, menatap kearah wanita itu lalu tersenyum dengan penuh cemooh.
Dia melonggarkan dasi hitamnya dan berjalan mendekati mereka.
"Lexi", dia hanya mengucapkan satu kata, "Alisya Lexi?", kemudian wanita itu menoleh dengan penuh tanda tanya dikepalanya.
"Aarav. Akhirnya kamu disini juga. Sudah lihat, kan! Dia benar-benar nampak seperti kakak ipar, kan!", Vino mulai menggodanya.
Bibir Aarav mulai bergetar, "Siapa namamu?"
Wanita itu adalah bartender muda yang nampak persis seperti Lexi saat masih berusia 20 tahun. Dia menyibakkan rambutnya, memperlihatkan daun telinganya yang memerah sambil sedikit berbisik ditelinga Aarav, takut bila suaranya yang lembut tidak terdengar diantara dentuman suara musiik yang kencang, "Zeline".
KAMU SEDANG MEMBACA
Good Bye Aarav
Short StoryDi bulan pertama kepergianku, Aarav masih tampak bahagia. Di bulan kedua kepergianku, Aarav mulai tidak bisa tidur karena insomnia. Di bulan ketiga kepergianku, Aarav mulai mencoba mencariku.. Tapi sayangnya, aku sudah pergi jauh meninggalkan dunia...