BAB 1

2.6K 212 12
                                    

Aixa terbangun saat seseorang menepuk pundaknya pelan. Ketika membuka mata dan mengangkat kepala, Aixa menemukan kelasnya sudah sepi. Hanya tersisa tiga orang—termasuk dirinya. Gadis berkemeja krem itu yang duduk di sebelahnya pun menggelengkan kepala melihat tingkah Aixa.

"Xa, udah sore, waktunya pulang."

"Oh udah sore, ya?"

Aixa meregangkan kedua tangannya sambil menguap lebar. Matanya masih terasa sakit, begitu juga dengan kepalanya yang sedikit berdenyut. Ia ketiduran karena terlalu lelah setelah menghadapi ujian siang ini.

Gadis berbaju krem itu tersenyum simpul, lalu mengatakan, "Ya udah, gue duluan, ya. Udah ditelepon sama nyokap dari tadi, di suruh pulang."

Aixa melambaikan tangan saat teman sekelasnya itu keluar. Rasa lelahnya sedikit berkurang karena bisa tidur beberapa puluh menit di pelajaran Pak Usman tadi. Untung saja ia memilih kursi paling belakang di kelas besar ini, jadi bisa selamat dari serangan lemparan spidol Pak Usman.

Tiba-tiba, ia ingat kalau ponsel belum dinyalakan sejak tadi pagi. Ia ingin fokus menyelesaikan ujian hari ini. Seingatnya, terakhir kali ia menyalakan ponsel ketika memesan ojek online menuju kampus tadi. Pasti banyak info dari grup kelas yang dilewatkannya.

Ia pun langsung merogoh tas dan mengambil ponselnya. Setelah mengaktifkan kembali benda itu, rentetan pesan WhatsApp masuk bertubi-tubi. Dengan cepat, ia membuka aplikasi itu sambil menggigit bibir bawahnya.

 Dengan cepat, ia membuka aplikasi itu sambil menggigit bibir bawahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aixa tersenyum. Ia merasa bahagia mengetahui bahwa ada seseorang yang menunggu kabar darinya, yang peduli terhadap gadis itu walau mereka belum pernah bertemu langsung. Jadi begini rasanya dibutuhkan seseorang. Hari-hari Aixa pun seperti selalu dipenuhi warna pink.

Ia tidak lagi mendapat cibiran pedas Cindy dan Alyn yang mengatainya tidak bisa move on. Ya, harusnya ia percaya kalau masih banyak laki-laki baik di luar sana. Seperti Arlan contohnya.

Aixa segera menaruh ponselnya ke dalam tas dan bergegas pulang ke rumah. Ia jadi teringat dua bulan lalu. Waktu itu adalah kali pertamanya menggunakan "anonymous chat" di Telegram—seperti yang disarankan Cindy.

Tidak ada yang mudah pada awalnya memang. Aixa ingat, sesekali ia mendapat teman mengobrol yang asyik sampai membuatnya terkekeh pelan sambil meminum susu stroberi di kasur. Kebanyakan yang ia dapat adalah laki-laki lebih muda yang justru curhat kepadanya. Tidak jarang ia bertemu perempuan yang berakhir dengan saling tukar username Instagram.

Kadang juga, ia merasa kesal dikarenakan partner chat yang ia dapat tergolong aneh. Seperti ada yg meminta chat dewasa, ada yang mengetik dengan karakter tidak jelas, dan masih banyak lainnya. Sampai akhirnya, gadis itu bertemu dengan sosok bernama Arlan.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Entah kenapa Aixa merasa antusias dengan Arlan. Ia merasa cocok dengan laki-laki itu, apalagi mereka sejurusan. Setelah itu, obrolan Aixa dan Arlan terus berlanjut. Mulai dari urusan kuliah, kegiatan sehari-hari, hobi, sampai akhirnya mereka bertukan nomor WhatsApp.

"Aixa? Gimana? Udah paham?" Suara Arlan di seberang sana waktu itu terdengar samar-samar di telinga Aixa. Gadis itu langsung tersadar dari lamunannya.

"Ah, Arlan, iya? kenapa tadi?" jawab Aixa sedikit bingung.

Arlan mengembuskan napas pelan lalu berkata, "Kamu gak perhatiin aku ngomong ya?"

"Bukangitu, suara kamu enak banget didengar makanya gakfokus, maaf," ucap Aixa sedikit malu. Lalu, laki-laki bernama Arlan itu pun terkekehpelan dan mereka melanjutkan obrolannya sambil sesekali bercanda.



GMN SEJAUH INI? ADA YANG BEDA SAMA VERSI TIKTOK GAK HEHE

KALIAN PILIH VERSI YANG MANA NIH?

VirtualTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang