18. Kemah Tahunan

111 22 11
                                    

SAGARA melepas sepatunya, lalu meletakannya di rak sepatu. Ia melempar tas sekolahnya dengan asal ke arah ruang tamu. Ia duduk di sofa empuk untuk beberapa menit melepas penatnya setelah pulang sekolah. Mata pelajaran sekolah hari ini, cukup menguras otak ketika semua pelajaran pokok dipelajari bersamaan dalam satu hari.

Terdengar bunyi langkah kaki yang menuruni anak tangga, tak lama ada suara yang menyapa Sagara. "Baru pulang lo?"

Sagara hafal dengan suara itu, ia mengangguk tanpa menoleh ke arah belakang. "Iya, Bang. Capek bener di sekolah." Jawaban Sagara disertai nada lesu khas orang kelelahan, membuat Darsa sedikit tertawa.

Lelaki yang sudah berada di jenjang kuliah itu berjalan mendekati Sagara seraya membawa dua gelas minuman soda dingin. "Nih minum, kasian."

"Thanks, Bang." Sagara menenggak minuman itu sampai ludes habis. "Eh, Bang lo nggak nanya-nanya tentang Maudy itu?"

"Emang ada kabar apa tentang dia? Baik-baik aja kan?" tanyanya mengira-ngira.

Sagara mengangguk. "Baik, kaya biasa aja sih. Kenapa sih, Bang? Lo suka ya sama dia? Cari tau sendiri lah, masa pake gue sebagai perantara."

Mulut Sagara memang suka asal berbicara tanpa mengetahui faktanya. Membuat Darsa kesal, ia menatap Sagara dengan tajam. "Kebiasaan asal ngomong! Maudy udah gue anggep kaya adik gue sendiri. Ya wajar dong gue khawatir sama dia."

"Tapi, lo cupu, Bang. Nggak berani nemuin, nggak berani ngechat padahal udah gue kasih. Gengsi apa gimana lo?" Dilanjut dengan kekehan penuh nada meledek.

"Nggak, nanti aja gue temuinnya. Mau lihat gimana mandirinya Maudy. Hahaha, kan dulu apa-apa selalu sama gue." Darsa tertawa mengingat segala hal tentang Maudy ketika bersamanya.

•••

Maudy memasuki Apartementnya, meletakan tasnya di atas sofa. Lalu mejatuhkan dirinya di sofa, memejamkan matanya serta memijit pelipisnya pelan. Saat ia terpejam, bayangan impian sang Bunda yang diletakan penuh padanya selalu memutar di kepalanya.

"Bisa nggak ya?" gumamnya dengan mata yang masih terpejam.

Ting!

email from : scholarshipforstudent@gmail.com

Teruntuk, Nona Maudy Cantika.

Terimakasih telah melakukan pengisian form Beasiswa untuk lanjutan pendidikan Anda di 2 tahun ke depan. Silahkan ikutin seleksi di bulan depan, persiapkan diri agar lolos dan mendapatkan Beasiswa full untuk pendidikan Anda.

Terimakasih.

"Em, seleksi ya?" Maudy menghela napasnya. Ia memutuskan untuk beralih ke aplikasi Whatsapp. Matanya tertuju pada sebuah kontak bernama Kak Raja yang dulunya ia beri nama lengkap Raja di kontaknya.

Ada beberapa pesan yang memang belum sempat ia baca. Senyumnya terulas tipis ketika melihat tanda mengetik pada kontak Raja. Ia sengaja menunggu sampai pesan yang sedang diketik Raja terkirim kepadanya.

Kak Raja : Assalamualaikum, Ody.
Kak Raja : Udah sampe Apart?
Kak Raja : Hm, belum bales. Pasti lagi belajar.
Kak Raja : Rajin banget, nggak capek?
Kak Raja : Nah online kan.
Kak Raja : Baca atuh chatnya geulis.

Maudy terkekeh membacanya. Lucu, menarik, dan... tidak membosankan. Ia segera mengetik balasan untuk Raja dengan senyum yang masih saja terlukis di wajahnya.

UNFAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang