BAB 7 : RASA YANG KUSUKA

49 33 5
                                    

Selama perjalanan menuju halte, Gizel menjelaskan kepada Raffi kronologis kejadian. Dimulai dari asal mula cidera lututnya.

Gizel menceritakan jika Raffi menciderai lututnya dalam kondisi tak sadarkan diri akibat patah hati. Oleh sebab itu, mau tak mau Gizel harus mengaku sebagai teman dekat Raffi di sesi perkenalan tak lain agar diperbolehkan duduk di belakang. Jika bersebelahan dengan Raffi, maka Gizel bisa menuntut pertanggung-jawaban atas cidera lutut yang dialaminya.

Andaikata saat itu Gizel tidak memilih bangku di deretan belakang, maka persoalan cidera lutut yang dialaminya selesai detik itu juga dan tak akan pernah terungkit.

Tetapi, selama di kelas ketika Gizel berusaha berinteraksi dengan Raffi, selalu saja Raffi malah memalingkan muka takut akan tatapan tajam Gizel. Saat ini Gizel mengakui jika caranya salah memelototi Raffi terus menerus seharian ini. Cara seperti itu terkesan mengintimidasi. Dia terlalu larut dalam emosi.

Jadi intinya Gizel berupaya dengan segala cara melakukan pendekatan terhadap Raffi agar Raffi menyadari kesalahannya dan meminta maaf.

Sedangkan Raffi, yang saat ini berjalan beriringan dengan Gizel hanya mangut-mangut menganggukkan kepala ketika gadis itu memberikan penjelasan.

Sekarang, Raffi sudah paham dan jelas akan semuanya. Sembari berjalan menuju halte, Raffi memandangi Gizel yang masih terus berceloteh.

Jika aku yang mengakibatkan luka pada lutut Gizel di dekat area kolam air mancur, berarti Gizel melihat semua adegan penolakan mentah-mentah Melissa terhadap diriku. Raffi menjadi malu jika mengingatnya.

#########

Setelah penjabaran Gizel selesai, setulus hati Raffi kemudian meminta maaf. Yang menjadi masalah, Gizel hanya diam tak merespon permintaan maaf Raffi. Malahan Gizel menggiring Raffi agar mengikutinya berhenti tepat di depan pintu masuk sebuah minimarket. Padahal tujuan perjalanan mereka sebenarnya adalah menuju halte.

Kini, gambaran sosok Raffi dan Gizel tercermin sedang berdiri sejajar tepat di hadapan pintu masuk minimarket yang terbuat dari material kaca. Minimarket yang mereka datangi bangunannya cukup megah. Namun suasana didalamnya sepi, seolah tak ada satupun pengunjung.

"Kenapa jadinya malah melipir ke minimarket?" Raffi melirik Gizel. Tinggi Gizel hanya sebatas kupingnya ketika berdiri sejajar.

"Bukannya kamu tadi bilang ingin minta maaf ?" Ujar Gizel.

"Lalu apa hubungannya minta maaf dengan minimarket?"

"Aku ingin kamu membelikanku sesuatu di dalam sana sebagai tanda permintaan maaf!" Ketus Gizel.

"Se ... serius? Permintaan maaf secara lisan saja berarti tidak cukup?" Raffi terhenyak mengetahui Gizel sampai sebegitunya.

"Mau dimaafkan tidak sih!" Ketus Gizel seraya mendelik.

"Eh ... iya." Raffi dengan segera langsung mendorong pintu minimarket agar terbuka, mempersilahkan Gizel untuk segera masuk layaknya tuan puteri.

Gizel nyelonong masuk begitu saja ketika pintu terbuka. Dia berlari ke arah mesin pendingin diikuti oleh Raffi.

"Aku ingin ini!" Gizel menunjuk sebuah es krim diamond ukuran jumbo dengan rasa cokelat karamel bertabur kacang almond.

Raffi tidak langsung menjawab. Dia terbelalak memandangi harga es krim yang diinginkan Gizel sangatlah mahal.

"Ini ... es krim favoritku." Ucap Gizel seraya memohon, kali ini tidak disertai tatapan tajam.

"Ah ... ambilah." Ujar Raffi berlagak seolah tanpa keberatan.

SURAT CINTA PERTAMAKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang