Rasanya lega akhirnya Christine bisa juga melepas diri dari kehebohan di kantin tadi. Akhirnya perdebatan melelahkan antara Christine yang tidak masalah dengan tanggung jawab dan Joey yang ngotot tidak membiarkan Christine pergi, dimenangkan oleh Christine. Christine memang mengambil alih perdebatan, karena dia merasa akan lebih aman jika Joey dan dirinya yang beradu mulut. 'Cowok hanya bisa adu otot!' Kekinya dalam hati. Lagipula sudah lama Christine tidak beradu mulut dengan Joey seperti tadi, biasanya dua hari sekali. Yah, ini karena perubahan sikap Joey yang drastis dan Christine tidak menyukai hal itu.
Pindah dari masalah Joey ke masalah Christine dengan Alan. Setelah aampai di parkiran mobil, Christine menumpang mobil Alan dan mengajak Alan untuk pergi ke mall di dekat kampus. Setidaknya Christine merasa tidak enak kalau membiarkan Alan hanya menggunakan kaos untuk bertemu dosen pembimbing. Kemejanya benar-benar sudah tidak layak pakai.
"Jam berapa lu ketemu dosen?" Tanya Christine.
"Jam tiga." Jawab Joey yang fokus pada jalan di depannya. Christine langsung melirik jam yang ada di mobil. Masih ada dua jam lagi.
"Great. Kita punya cukup waktu."
Lima belas menit kemudian, keduanya sampai di mall dan sibuk masuk ke sebuah butik. Christine langsung disambut baik karena pelayan toko sudah mengenalnya.
"Kemeja untuk tuan Rico ya?" Tanya Rita, pelayan toko yang selalu melayaninya setiap kali datang. Bahkan Rita sudah mengenal selera, ukuran, sampai detail yang diinginkan untuk hasil memuaskan. Sayangnya, Christine menggeleng.
"Bukan Mbak, ini buat teman saya. Kayaknya seukuran Rico. Mmmm, kemeja warna abu polos aja ada ga?" Tanya Christine sopan sambil melirik-lirik Alan.
"Ada. Tunggu sebentar ya..." Rita pergi dan meninggalkan Alan menarik Christine ke tempat duduk.
"Rico? Abu?" Tanya Alan bingung.
"Kenapa? I think, grey will fit you." Jawab Christine lancar. Bahkan tanpa merasa apapun, Christine mengambil majalah dari meja dan membolak-balik.
"Kenapa ga biru aja? Kemeja gue tadi warna biru dan gue suka. Lu ga nanya pendapat gue bahkan untuk baju gue sendiri?" Alan jengkel. Christine hanya meliriknya sekilas sampai akhirnya Rita datang dengan pesanan yang diminta.
"Nih lu coba dulu. Rico bilang, biru cuma bikin cowok keliatan kayak tukang taksi. Dan menurut gue, abu adalah warna yang penuh kehangatan." Jelas Christine sambil mendorong Alan masuk ke fitting room. Tanpa balasan, akhirnya Alan mengalah dan mencoba kemeja pilihan Christine itu.
Tak berapa lama, Alan keluar dengan kemeja terbalut sempurna. Christine tersenyum puas melihatnya. 'Perfect!' Girangnya dalam hati.
"Gimana?" Tanya Christine.
"Gue kali yang harusnya nanya gimana. Kan lu yang liat gue..."
"Kalau menurut gue udah pas. Really suits you... Menurut lu? Suka dengan pilihan gue?"
"Lumayan. Ini kemeja abu-abu pertama gue kayaknya." Kata Alan dengan senyum. Christine ikut tersenyum. Dia kira Alan tidak bisa tersenyum jika di dekatnya, ternyata mencair juga sifat dingin Alan. Christine merasa ini lebih menyenangkan, bisa mengobrol tanpa pernah dingin yang nyata.
Baru saja Christine dan Alan keluar dari butik, notification masuk ke ponselnya dan membuat keduanya berhenti berjalan. Dengusan nafas kesal Alan tak terlewatkan oleh Christine.
"Shitt!" Umpat Alan sambil memasukkan ponselnya ke dalam saku.
"Kenapa?"
"Dosennya mendadak ada urusan. Ga jadi ketemu. Sialan!"
Christine mengangguk maklum. Semua dosen juga seperti itu, suka seenaknya dan sebagai mahasiswa yaaaa sewajarnya menerima saja dengan ikhlas. Toh, setelah lulus semua perasaan ini tidak akan terasa lagi. Dalam hal ini, Christine berpikir positif saja.
Dengan inisiatif, akhirnya Christine melompat ke depan Alan. "Ya udah. Lu tetep ganti baju dulu aja sana. Buat dipakai lain kali. Nanti baju yang kena tumpahan kopi, gue bawa laundry aja. Sekarang kita jalan aja gimana?" Tawar Christine.
"Oke." Jawab Alan singkat.
Merasa canggung kembali menyelimuti, Christine mencari topik pembicaraan. Hm... Ah iya! "By the way, lu anak fakultas bisnis kan?" Tanya Christine.
Sebenarnya dia memang tidak terlalu mengenal Alan, hanya saja pernah bertemu tak sengaja dan saling tahu nama. Entah angin dari mana yang membuat Alan seperti sinis dan menjauh setiap mereka berpapasan. Christine yang dijauhi ya hanya bersikap cuek saja, toh kenal dekat saja tidak jadi buat apa dipusingkan? Menurutnya seperti itu sampai masalah kopi datang.
Tapi setelah diingat lagi, sepertinya Christine pernah melakukan kesalahan. Hm...
"Lu tau gue?" Tanya Alan dengan wajah sedikit kaget.
Dan tiba-tiba saja Christine ingat. Dia pernah menabrak Alan dua kali sebelum tabrakan kopi ini. "Kemarin itu lu pernah marah sama gue karena ga sengaja kita ketabrak."
Itu tidak disengaja, saat itu Christine tidak bisa melihat jalan karena banyaknya buku yang harus dia bawa. Alan jelas marah, tapi hanya sebentar karena mereka ada di perpustakaan.
"Ha?" Sepertinya Alan tidak ingat. Kejadiannya sudah seminggu yang lalu.
"Dan... lu juga pernah marah karena ga sengaja gue.... Ha-ha. Numpahin air di sepatu lu." Kata Christine dengan senyum penuh maaf.
"Hm?"
"Duh, padahal sih kata temen-temen gue, gue itu terkenal. Ya masa lu ga inget gue yang udah berkali-kali bikin ku marah? Ckckck.." Sindirku.
Mau tak amu, Alan pun tertawa. "Geer bener lu. Berasa terkenal seantero dunia aja. Hahahaha..."
Christine terdiam. 'Ternyata benar kata Hanna, hal ini yang membuat banyak cewek klepek-klepek. Senyum dan tawa Alan tuh menular.' Pikirnya yang terus memperhatikan sampai Alan salah tingkah dan berdehem. Agak kecewa karena Alan kembali berwajah datar di dekatnya.
Christine jengkel. "Well, mending lu banyak-banyak senyum deh. Kayak gini! Nah.. Kan keliatan lebih ganteng." Christine menggunakan dua telunjuk tangannya untuk menarik sudut-sudut bibir Alan untuk membentu lengkungan.
"Apaan sih..." Alan menyingkirkan tangan Christine. Tapi Christine yakin ada senyum kecil terbentuk di wajah Alan.
Belum sempat Christine berkomentar, ponselnya berbunyi. "Halo?"
"Christine sayang... Sibuk ga? Jemput Mom ya di kantor. Ditunggu ga pakai lama. Bye, love you!"
Kemudian sambungan telepon mati tanpa sempat Christine menjawab. Ibunya memang ajaib tapi mana mungkin Christine mengeluh. Akhirnya dia menghadap Alan dan tersenyum penuh maaf.
"Kayaknya gue ga bisa jalan. Nyokap minta gue jemput."
"Oh. Ga masalah, ya udah ayo balik. Mobil lu di kampus kan?" Alan maklum. Christine semakin merasa tidak enak sampai akhirnya ide lain terlintas.
"Besok gimana? Maksud gue, yaaa karena ga jadi jalan hari ini gimana kalau kita besok makan siang bareng? Sibuk?" Tawarku.
"Engga, gue ga sibuk."
"Oke. Kalau gitu gue udah booking waktu lu yaaa... Besok gue tunggu di parkiran."
"Terserah." Jawab Alan acuh sambil melenggang ke arah parkiran. Dan Christine menganggap jawaban Alan sebagai iya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Christine
RomanceAnother story dari "I have to be STRONG!" Siapa yang ga kenal sama Christine? Ga ada! Dialah QueenBee di kampus, dialah mahasiswi kedokteran jenius, dan dialah ... korban dari taruhan konyol yang dibuat oleh seseorang yang sangat dia cintai!